Bagian 9

80 14 8
                                    

POV Rani

Suara Hati Rani

Sudah satu minggu semenjak kepulanganku dari Bandung, a fajar masih seperti dulu. Kasar, cuek, tak peduli. Meski kutahu dia teramat sangat menyayangiku.

Pada akhirnya aku masihlah adik kecilnya yang rapuh dan manja, padahal kami hanya terpaut usia satu tahun lebih. Entah kenapa semenjak kecil aku selalu menjadikan dia sebagai pelindungku.

Tapi aku tak pernah benar-benar bahagia, aku selalu merasa ada sesuatu yang lain dimatanya. Sesuatu yang sampai saat ini masih menjadi misteri untuku.

Atau pandangan dan sikpanya yang tiba-tiba berubah saat tak sengaja kulit kami saling bersentuhan, dia menghindari kontak fisik denganku.

Meski yang selalu Dewi katakana padaku

"kakak laki-laki memang seperti itu, terlebih dia yang sudah faham dengan agama. Mereka cenderung canggung terhadap perempuan, bahkan terhadap adiknya sendiri"

Meski Kata-kata Dewi selalu terngiang di telingaku sebagai penyemangat, tapi aku tak bisa membohongi hatiku, ada sesuatu yang lain.

"sudah jangan terlalu dipikirkan, yang penting dia masihlah kakakmu yang selalu peduli dengan caranya"

Kali ini Meitaris dan Mia yang menyemangatiku saat mereka menginap ditempatku untuk mengerjakan tugas UAS Takehome.

Pada akhirnya kami menghabiskan malam dengan curhat dan makan indomie kuah, ditemani suara gerimis diluar jendela yang berpantulan dengan suara genting rumah.

Sangat romantis jika saja aku tak mendengar suara Mei

"oh iya aku kok ngerasa kalau si Wiwin suka sama kamu ya Ran"

Wiwin? Wiwin siapa?

Melihat aku dan Mia yang kebingungan Mei kontan tertawa

"Wiwin tuh nama panggilannya si Aldwin pas kecil...

Jadi dulu pas SD ada anak cupu yang naksir sama dia, terus mereka jadi bahan olok-olokan karena nama ceweknya Windi, kebetulan banget dia suka dipanggil pake nama belakangnya Win, sama kayak si Aldwin. Jadi kalau disingkat jadi Wiwin, kayak couple gitu deh, tapi lebih ke ngeledek dan bully sih"

Mei meringis sambil tak enak hati meski dijawab Mia dengan tawa terbahak-bahak.

Mereka tidak tahu apa akibat yang dialami Aldwin setelah kejadian Bully itu meninggalkan traumatis bahkan hingga kini.

"gak usah sok tahu deh"

Ucapku jutek, meski dalam hati aku teringat obrolan kami beberapa hari yang lalu ditepi danau kampus, sorot mata sendunya dan senyumnya yang tak banyak orang lihat.

"serius, gue soalnya jarang lihat dia bisa terbuka gitu sama orang, dikampus juga baru akhir ini doang deket sama genknya bang Ilham"

"tapi aku deket biasa aja kok, kayak dia ke kamu sama bang Ilham"

Mei memajukan posisi duduknya menghadapku diikuti Mia yang mulai pasang kuping

"jangan kamu pikir aku gak tahu apa yang kalian lakukan ketika di Kalimantan"

Kontan saja Mia menoleh kearahku dengan pandangan menyelidik, duh sumpah ya ini anak.

Ucapannya bikin orang salah paham tingkat tinggi, memangnya apa yang kami lakukan? Toh aku cuman membantunya mencari bahan penelitian, itupun ditemani Mei. Bukan berdua.

"ngaku lo Ran, ada apa antara kalian"

"aku cuman bantuin dia cari bahan buat penelitian kok, abis itu udah....

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang