Bagian 17

87 10 3
                                    


Sepanjang malam aku menemani mama disampingnya, membaca Al-quran dan juga shalat sunnah di dalam ruangan. Meski mama beberapa kali mengusirku untuk menemani suamiku pulang kerumahnya.

Aku jelas saja menolak, bukan karena keterasinganku terhadap lelaki itu, tapi sungguh aku hanya ingin berduan dengan mama tanpa ada yang mengganggu. Sementara lelaki itu langsung pergi setelah akad nikah. Katanya dia akan pulang untuk mengambil beberapa baju. Tapi sampai pukul 11 malam belum juga nampak batang hidungnya dihadapanku. Biarlah, dia sudah mau menikahiku saja sudah menjadi hadiah terbesar untuk hidupku.

Dizaman sekarang mana ada sih perempuan yang maksa minta dinikahi ? kalaupun ada beberapa diantaranya karena si perempuan tersebut sudah hamil duluan atau karena perempuan tersebut cinta mati dengan lelakinya.

Aku jelas bukan salah satu diantara kisah diatas, dia hanya tak sengaja lewat didepanku dalam keadaan yang pas, kalaupun ada lelaki lain yang muncul saat itu, sudah pasti bukan dia yang kini resmi menjadi suamiku.

Kupandangi cincin permata yang kini tersemat di jari manisku, sebuah cincin yang berkilauan dengan genit seakan menertawakan kisah hidupku yang absurd. Oh Maharani kini kamu sudah jadi istri orang.

Aku memeluk mama yang sedang istirahat, wajah teduhnya nampak tenang meski masih terlihat pucat. Samar-samar aku mulai merasa mengantuk dan berat. Yang kurasa ada seseorang mengusap kepalaku dengan lembut, sangat lembut. Setengah sadar aku meraih tangan itu dan memeluknya.

"tidur mah, udah malem"

Ucapku sambil mengeratkan pelukanku pada tangan mama, cuman kali ini sedikit berbeda, tangannya lebih keras dan berotot atau hanya perasaanku saja jika kali ini tangan yang kupeluk adalah tangan seorang lelaki.

Setengah sadar aku melirik kearah mama.

Mama masih tertidur dengan tangan dilipat diatas perut, kontan saja aku langsung melepaskan satu tangan yang masih bertengger dalam pelukanku barusan. Mungkinkah lelaki itu?

Aku langsung duduk terkaget saat melihat lelaki itu, mr. James berdiri condong karena aku menarik tangannya dalam pelukanku. Aku langsung merapikan jilbabku yang berantakan, mungkinkah ada salah satu helai rambutku yang muncul dibalik jilbab?

"kok bapak disini?"

Dia meletakan sebuah pelastik putih dalam pangkuanku

"ganti dulu bajunya biar nyaman, sekalian mandi...

Abis itu makan, saya beli sate di depan. Baru abis itu lanjutin tidur. Biar mama aku yang jaga"

Aku mengikuti intruksinya, sejak tadi aku memang sedikit tidak nyaman menggunakan gaun nikah yang sedikit berat karena terdiri dari tiga lapis bahan, wajar sejak tadi aku kegerahan.

Aku membawa bungkusan putih tersebut kedalam kamar mandi, setelah dicek isinya ada alat mandi dan sebuah gamis katun beserta jilbab kaos baru. Semuanya berwarna pink muda, apa dia menyangka semua perempuan menyukai warna pink?

Aku menghiraukannya dan melanjutkan mandi. Aroma bunga lavender langsung menenangkanku, jika saja tidak ingat bahwa ada orang yang menungguku diluar mungkin aku akan berlama-lama di dalam kamar mandi.

Setelah selesai aku keluar dan mendapati mr. James tengah duduk disamping ranjang mama sambil membuka laptop. Dia pasti sangat sibuk menyiapkan untuk kelas besok. Tapi masih sempat-sempatnya datang kemari.

"bapak kenapa kemari? "

Dia menoleh sekilas kearahku lalu kembali melanjutkan pekerjaannya, membaca jurnal dalam laptopnya. Ya ampun aku bicara sekeras ini dia masih tidak merespon. Apalagi kalau bisik-bisik biar tidak terdengar mama.

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang