Bagian 25

50 6 3
                                    

POV mr. James

Aku adalah manusia paling malas di dunia ini, malas melakukan hal-hal tak berguna dan tak bermanfaat. Termasuk meladeni mahasiswi yang selalu mendatangiku menanyakan mata kuliah yang tak dipahaminya namun repot-repot harus menggunakan lipstick dan parfum sebanyak mungkin. Padahal sejak jaman sekolah menengah aku terkenal playboy kelas kakap hanya saja aku mulai berubah saat duduk dibangku kuliah, aku mulai fokus belajar mengejar impian dan sesekali mengikuti kajian yang diadakan KBRI saat aku kuliah di Jerman dulu, setidaknya aku masih ingat tuhan dan perlahan merubah hidupku yang dulu suram menjadi lebih terarah. Aku mulai ikut forum-forum islam dan organisasi kemanusiaan yang menangani palestina.

Keluargaku memang islam, papa mualaf semenjak menikah dengan mama, hanya saja mereka tidak pernah mengajariku lebih dalam tentang agama. Ibadahku hanya sebatas yang wajib meski lebih banyak yang bolong. Bahkan yang lebih parah awal-awal perkuliahan aku sempat ikutan party dan minum di club yang diadakan kelas saat liburan semester.

Kembali pada fakta tentang mahasiswi dikelasku yang selalu bertingkah, harga diriku sebagai seorang dosen hancur berkeping-keping, tugasku adalah mengajar mereka, bukan tebar pesona untuk dapat perhatian dari para mahasiswi itu. Terkadang aku merasa jika mereka tak menghormatiku sama sekali, mereka hanya menilaiku dari fisik saja. Padahal diusiaku yang menginjak 30 tahun aku sudah menyelesaikan gelar master dan sedang sibuk nyusun disertasi (meski tidak selesai-selesai).

Tapi memang itulah yang terjadi saat ini, ketika memasuki kelas yang selalu penuh. Semua mahasiswi berebut untuk duduk dibangku paling depan agar berhadapan langsung denganku. Terkecuali beberapa orang saja yang nampaknya memang tidak tertarik denganku, tapi yakinlah orang-orang seperti inilah yang kubutuhkan saat ini ketika sedang mengajar di kelas.

Mereka adalah dua orang sahabat berjilbab lebar, yang ku tak hafal betul siapa namanya. Mereka yang selalu mencari bangku paling belakang dan ujung, bahkan salah satu mahasiswi itu cenderung menghindari kontak mata denganku. Setelah kuperiksa di absensi kelas, mahasiswi itu bernama Maharani. Gadis yang ternyata pernah mengulang matkulku di semester 2 beberapa waktu yang lalu. Mahasiswi yang selalu terlihat bete tiap berpapasan denganku di koridor kampus. Entah dia punya dendam apa dan kekesalan apa denganku.

Yang pasti entah mengapa melihatnya yang selalu menghindar membuatku sedikit merasa.... Hmmmm apa ya, semacam perasaan kecewa mungkin, hanya saja aku terlalu naif mengakuinya. Seorang James bisa-bisanya minta diperhatikan oleh mahasiswi macam itu, bukankah biasanya aku yang menginginkan mahasiswi dikelas tidak memperhatikanku (dalam konotasi lain tentu saja).

Apalagi Andi, salah satu sahabat baiku di kampus selalu menjodohkanku dengan gadis-gadis pilihannya. Terakhir adalah dosen ekonomi makro bernama Sabrina yang sudah menaruh harapan penuh padaku, tapi tetap saja aku menolak. Aku benar-benar merasa bingung sendiri dengan perasaanku saat ini, entah apa lagi yang kucari di usia nyaris 30 tahun ini.

"jadi mau calon yang kayak gimana? Secantik Sabrina aja kamu tolak.

Atau mau seperti gadis yang sedang duduk itu?"

Andi bertanya padaku sambil melirik kearah gadis yang duduk tak jauh disamping kami, saat ini kami memang tengah duduk memesan makanan di kafetaria tak jauh dari gedung fakultas Ilmu Budaya. Suara backsound james smith (rely on me) mengalun indah, apalagi saat bagian reff

you still rely on me

and I still rely on you

for things that we shouldn't,

you still rely on me

and I'm doing everything

that I said I wouldn't (diam-diam aku ikut menyanyikannya dengan pelan)

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang