Bagian 18

71 8 7
                                    


Kupandangi lelaki berperawakan tinggi menjulang itu dibalik pintu masuk, mr. James tengah tertawa bersama mama didalam ruangan sambil membereskan barang-barang untuk pulang. Sekali lagi aku mengecek hal tersebut jika memang mereka berdua tertawa serenyah itu.

Pikirku masih heran, masa mama jatuh cinta secepat itu dengan menantunya. Tapi jika dilihat beberapa hari yang lalu saat aku mengatakan pada mama bahwa aku akan menikah dengan dosen dikampusku bernama James Morten, mama tidak menolak sedikitpun. Antara mama yang benar-benar ingin melihatku menikah sampai tidak peduli aku menikah dengan siapa, atau memang si bule ini pintar mengambil hati mamaku.

Aku mengucap salam dan masuk kedalam, mama dan Mr. James menghentikan obrolannya dan memandang sekilas kearahku.

"kok diem? Ngomongin Rani ya?"

Dengan sepontan mama tertawa, she looks so happy melihat mama sebahagia ini rasanya tidak ada beban dalam hidupku.

Aku duduk disamping mama, tepat di depannya mr. James tengah memandang hpnya dengan serius. Dia kok cepat sekali berubahnya, tadi happy happy aja pas lagi ngobrol sama mama, giliran aku masuk jadi serius dan kaku begini.

"ma, aku pergi dulu ya mau ada rapat di kampus.

Nanti sore baru balik lagi ke RS dan anter mama pulang ke rumah"

Mr. James beranjak dan mencium punggung tangan mama untuk berpamitan, sedikit aneh sebenarnya ketika mendengarnya memanggil mama kepada mamaku. Meski itu lumrah dilakukan seorang menantu pada mertuanya. Tapi please aku masih kaku kalau melihat dia ada disekitarku. Termasuk melakukan hal yang biasa aku lakukan.

Mama melototiku saat aku masih saja terdiam duduk di samping mama, aku gak paham maksudnyanya. Mama seperti memberi kode dengan melihat kearahku dan mr. James. Apa sih ma maksudnya?

Ketika mr. James menyodorkan tangan kanannya barulah aku sadar, oh maksudnya mama menyuruh aku untuk mencium tangan suamiku, bilang dong mah kan aku bingung.

Maka aku meraih tangannya dan mencium tangan mr. James, entah cuman perasaanku atau kondisi ruangan yang ber ac, tangan mr James sangat dingin dan sedikit gemetar. Tapi yang pasti dia bukan gugup karena bersentuhan tangan denganku.

"hati-hati ya"

Mr. James tersenyum dan mengangguk menjawab perkataanku, selanjutnya dia mengucapkan salam dan keluar dari ruangan. Aku kembali duduk disamping mama.

"ma, neng mau nanya boleh kan?"

Mama mengangguk

"kenapa mama setuju pas aku bilang mau nikah sama mr. James?"

Mama tersenyum dan bangkit dari ranjangnya untuk duduk, sambil mengusap tanganku dengan pelan, mama terlihat serius ketika memandangku.

"mama percaya setiap pilihan yang kamu ambil"

Itu aja? Sesingkat itu alasan mama? Padahal aku sendiri tidak yakin dengan pilihan yang kuambil.

"tapi dia dikenal playboy loh mah di kampus"

"coba kamu lihat dari sudut pandang yang baik, jangan negativenya aja..

Lagipula apa yang kamu lihat belum tentu sama, dulu mama juga benci banget saya ayah kamu gara-gara sering deket sama banyak cewek. Namun ternyata ayah kamulah satu-satunya orang yang bisa nerima mama dengan tulus, bahkan rela dikucilkan dari keluarganya sendiri"

Aku menggenggam tangan mama dengan tulus, biasanya mama kalau sudah cerita tentang almarhum ayah suka mellow tiba-tiba.

"makannya mama cepet sehat, biar bisa terus nasehatin aku"

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang