Bagian 19

114 7 2
                                    


Akhirnya aku menginjakan kaki ditempat ini, disebuah rumah mungil berdinding bata merah mengkilap, meskipun di malam hari, rumah ini tetap terlihat indah dengan pantulan sinar lampu kuning disepanjang teras menuju pintu rumah.

Disamping terasnya ada kolam ikan kecil berisi ikan mas dan juga pohon dan tanaman yang tumbuh mungil karena menggunakan teknik bonsai, ada juga beberapa bunga yang tumbuh dalam berbagai ukuran pot, yang paling mencuri perhatianku yaitu bunga mawar merah yang nampak mengkilat dimalam hari.

Sekilas rumah ini nampak seperti villa villa yang biasa kutemui di Bogor atau Bandung, nuansanya sangat asri dan hidup membuat penghuninya tentu saja betah untuk berlama-lama tinggal di dalam. Berbeda dengan rumahku yang gersang karena halaman yang kecil dan terisi penuh oleh garasi dan mentok dengan pagar rumah.

Dan sekilas aku sudah jatuh cinta dengan rumah ini, tentu saja pada pandangan pertama(bukan dengan pemiliknya). Dalam pikiranku akan menyenangkan bila menyiram tanaman di sore hari dan membaca buku di bangku kecil yang disediakan dekat dengan pohon mangga. Lalu memetik buahnya dan dibuat rujak dengan bumbu gula merah yang pedas khas sunda. Kemudian menikamti senja sambil bersantai menanti suami pulang. Duh pikiranku sudah melayang-layang jauh tak karuan.

Aku kembali tersadar saat mr. James membawakan koperku kedepan pintu rumah, tak lama seorang perempuan setengah baya, hmm mungkin seumuran dengan bi Nur membukakan pintu dan mempersilahkanku masuk. Aroma wangi pengharum ruangan langsung tercium saat aku menginjakan lantai dirumah ini. Benar-benar estetik, jarang sekali lelaki muda seperti mr. James mau tinggal dirumah seperti ini, biasanya mereka lebih suka tinggal di apartemen atau rumah minimalis bergaya modern yang lebih simple dan monoton.

Tapi lihatlah, semua perabotan yang ada dirumah ini benar-benar unik. Dari mulai lemari, sofa, dan juga bentuk tangga yang menurun kebawah benar-benar tak mencerminkan seorang James Morten yang kaku, tegas dan galak. Rumah ini menampakan sisi lain dari mr. James, semuanya nampak hangat dan manis.

Oh ya setelah masuk kedalam rumah, kata mr. James rumahnya tidak terlalu besar, pas untuk ditinggali beberapa orang saja (meski menurutku rumah seperti ini terlalu besar jika hanya ditinggali 3 orang). Yang membuatku tertarik yaitu tangga yang turun kebawah menuju dapur dan meja makan. Kemudian ada halaman belakang yang dipakai untuk kolam renang dan gazebo kecil disampingnya.

"maaf ya bi, jadi bangunin malem-malem, saya lupa bawa kunci tadi"

Perempuan setengah baya yang dipanggil bibi itu hanya tersenyum mengangguk tanda bawa dia baik-baik saja, meski kulihat nampak dia kelelahan karena baru bangun tidur. Kami sampai dirumah tepat jam set 12 malam. Jadi wajar jika dia terbangun karena bunyi bel yang tiba-tiba.

Mr. James memberikan kode untuk mengikutinya kedalam, tepat ke sebuah ruangan yang kupikir adalah kamar tidur miliknya. Di dalamnya terdapat sebuah ranjang dan lemari pakaian. Dan disudut ruangan nampak lemari besar yang penuh dengan buku-buku tebal. Dan disudut lain ada meja kerja yang penuh dengan berkas dan laptop yang dibiarkan terbuka meski dalam keadaan mati.

"saya mau mandi sebentar, nanti kita bicara ya"

Mr. James mengambil baju di dalam lemarinya sambil menoleh sekilas kearahku, aku yang duduk diatas Kasur hanya mengangguk tanda setuju.

Setelah mr. James masuk ke kamar mandi barulah aku bisa bernafas lega, kupikir dekat-dekat dengannya bisa bikin jantungan. Bagaimanapun aku masih melihatnya sebagai dosenku ketika dikelas, dan auranya tidak berubah sama sekali. Dia tetap terlihat kaku dan tegas, meski kepadaku yang notabene adalah istrinya sendiri. Dan kupikir butuh waktu untuk menganggapnya benar-benar sebagai suamiku.

Karena lama menunggu mr. James mandi, aku berkeliling disekitar kamarnya untuk melihat-lihat, ada beberapa foto yang terpampang dimeja kerjanya. Sebuah foto kelulusan mr. James yang nampak terlihat muda dengan toga. Dia kuliah di UI juga ternyata, karena difoto itu dia tengah berfose di danau kampus.

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang