Kupandangi deretan batu nisan yang masih nampak rapi dan terawat, diantara deretan itu satu nama nampak terasa asing dan dekat. Sebuah nama yang menemaniku selama 22 tahun ini, yang selalu diam-diam menjagaku dengan caranya yang berbeda. Yang pertama kali mengajariku naik sepeda dan motor. Yang selalu marah jika ada lelaki yang mendekatiku.
Lekat Fajar Bidawan, seorang kakak yang akan selamanya kuanggap kakak, bukan lelaki lain. Dia yang diakhir hidupnya masih sempat memikirkan kebahagiaanku, meski aku tak pernah menganggap jika pengorbanannya sia-sia, meski akhirnya aku tidak bisa bersama dengan lelaki berkacamata yang telah pergi jauh tanpa kabar. Dimanapun lelaki itu berada, semoga dia selalu bahagia, meski bukan denganku.
Jangan pernah tanya perasaanku pada Aldwin saat ini, karena sekarang ada hati yang harus kujaga, meski kutahu aku belum mencintai lelaki itu, namun memikirkan lelaki lain saat sedang bersama mr. James hanya akan membuatku merasa berdosa seumur hidup.
A Fajar mencintaiku saat pertama kali menyadari jika kami bukanlah saudara kandung, dan dia punya cara yang berbeda untuk menunjukan cintanya. Dia kabur dan menjauh agar bisa menjagaku dalam doa dan harapannya. Bagiku sampai kapanpun a Fajar lah lelaki terhebat setelah ayah. Tidak ada yang bisa menggantikan posisinya.
Kupandangi mama yang nampak tegar, namun diraut-raut wajahnya dia tak dapat menyembunyikan kerinduan yang sangat berat. Pada suami dan anak lelakinya, maka aku memeluk mama dalam isak yang tak dapat kubendung. Bagaimanapun kami hanya dua orang wanita yang ditinggal pergi oleh dua lelaki terhebat dalam hidup kami. Semoga, kelak aku bisa setegar mama dalam menghadapi kehilangan, toh semua pasti akan pergi pada waktunya.
Setelah selesai membersihkan pusaran terakhir a Fajar dan ayah dari bekas bunga-bunga yang layu, aku dan mama meninggalkan pemakaman dengan perasaan lega, setidaknya sedikit rindu sudah terobati, tinggal bagaimana caranya memupuk rindu itu dengan cara yang diridhai Allah.
Dalam perjalanan pulang, aku dan mama sama-sama terdiam dalam fikiran kami masing-masing, bahkan saat mobil yang membawa kami telah sampai di depan gerbang rumah, mama langsung turun dan masuk ke dalam rumah menemui bi Nur, sementara aku membayar ongkos pada supir Grab, si abang nya tersenyum sambil berbisik "jangan lupa kasih bintang lima ya kak" aku mengacungkan jempolku sambil berlari kedalam rumah.
"neng handphone nya bunyi terus dari tadi"
Bi Nur menyerahkan handphoneku yang tak sengaja kutinggalkan di atas meja ruang tamu tadi siang sebelum berangkat ke pemakaman, aku memang memesan Grab menggunakan hp mama, karena kelupaan bawa hp.
Saat kulihat nama yang tertera disana, keningku mengerecut, "suamiku". Sejak kapan aku mengganti nama kontak mr. James dengan "suamiku" ?
Ada 3 panggilan tak terjawab dan 2 pesan disana, kayaknya dia penting banget karena menghubungiku berulang kali, jadi kucoba membuka pesan yang dia kirim.
"ran, tolong kirim file di dalam laptop yang saya simpan di dalam kamar, kirim ke email saya sekarang ya, please penting banget"
"kalau bingung filenya dimana, VC saya ya"
Keningku berkerut membaca pesan dari mr. James, padahal aku masih dirumah mama. Dia lupa atau gimana ya? Tapi membaca pesannya memang nampak penting dan mendesak. Jadi kuputuskan untuk kembali memesan ojek online ke Jakarta. Sekalian pulang saja, toh rencananya sore ini aku memang akan pulang ke Jakarta, namun karena dapat pesan dari mr. James jadilah waktu pulangku dipercepat.
"yaudah pulangnya hati-hati, inget perkataan mama tadi malam ya"
Aku mengangguk setelah berpamitan dengan mama dan berjalan keluar rumah karena abang ojek sudah menunggu diluar pagar, mama mengantarku sampai aku pergi semakin menjauh dari perumahan Cempaka Indah Depok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)
Romance(Follow dan kasih vote biar author rajin nulis yaa sebelum membaca 😊) "Hari ini bisa aja kamu gak suka sama Mr. james tapi beberapa jam kemudian kita gak tahu apa yang akan terjadi...... Karena hati dan jodoh, Allah yang ngatur bukan kita" Aku te...