Bagian 23

79 10 13
                                    

Kulihat mr. James membanting pintu mobil tanpa berkata sepatah katapun padaku, jelas sudah jika kondisi hatinya tidak dalam masa yang baik-baik saja. Entah marah padaku atas apa yang terjadi hari ini, atau masalah lain yang kuyakin bukan tentang diriku, namun masih menyangkut hatinya. Aku tak tahu, ada berapa nama yang kini berada di hati dan fikirannya, yang pasti marahnya padaku hanya sebatas tanggung jawabnya sebagai seorang suami, dia marah karena aku nekat pergi dengan ojek online dan menolaknya mengantarkanku.

Lagian siapa sih yang mau pergi dengan lelaki yang baru bertemu dengan perempuan lain dengan diam-diam. Hati dan nuraniku tentu saja menolak mentah-mentah.

"jadi itu ya pacar kamu yang ditinggal pergi itu, ngapain kalian ketemu diam-diam di kuburan? Mau minta restu Fajar buat kembali bersama?"

Satu pertanyaan yang sukses membungkam hati dan mulutku, bisa-bisanya dia membawa nama a Fajar pada masalah kami kali ini, dan perkataannya barusan benar-benar membuat salah satu sudut mataku sudah berlomba untuk terjun. Aku menahannya dengan keras, baru segini aja kamu udah lemah Ran?

"dia bukan pacar, kami jelas-jelas tidak mungkin melakukan hal yang dilarang agama..

Sesuai dengan apa yang dia katakana barusan, kami hanya teman. Jadi wajarkan kalau saling menyapa?"

"harus banget berduaan di kuburan tanpa suami kamu tahu?"

"berduaan gimana? Banyak orang dikuburan tadi kok

Lagian kita gak janjian sama sekali, dia memang deket banget dengan a Fajar dan baru tahu kabar mengenai a Fajar meninggal tadi pagi. Kami ketemu tak sengaja"

"banyak orang dikuburan?

Didalam kubur maksudnya? "

Mr. James menyeringai sekilas sebelum dia melepaskan bajunya dan melemparnya ketempat cucian dipojok dapur, aku membalikan badanku karena tindakannya yang tiba-tiba. Maaf aku benar-benar belum terbiasa melihat lelaki bertelanjang dada, bahkan suamiku sekalipun.

"tadikan kamu lihat sendiri, kalau ada abang abang gali kubur dan beberapa petugas kebersihan juga disana, mana mungkin aku berani berduaan dengan lelaki lain"

"kalau sekarang apakah kamu berani berduaan denganku?

Kamu bahkan membalikan badanmu dan tidak mau melihatku sama sekali"

Aku terdiam sesaat, itu adalah dua kasus dan konteks yang berbeda, aku tidak berani berduaan dengan Aldwin karena kami bukan mahrom, aku tidak berani berduaan dan melihat mr. James karena dia tidak pakai baju. Jelas kan? Namun rupanya susah sekali menjelaskan hal tersebut pada lelaki yang masih berdiri dibelakangku, dia mana paham hal-hal kecil seperti ini yang hanya bisa dirasakan oleh perempuan.

"kamu bahkan gak bisa jawab sama sekali, berarti aku memang sama derajatnya dengan lelaki lain yang bukan suamimu"

Selanjutnya aku mendengar langkah mr. James yang menaiki tangga dan menjauhiku, aku membaliakan badanku dan hanya melihat ruang kosong dan hampa, barulah pada saat itu air mataku menetes.

Dia terlalu memojokanku tanpa memberiku ruang untuk bicara dan menjelaskan, bahkan kalau boleh dibandingkan, dialah yang lebih dulu berduaan dengan perempuan lain dibelakangku.

Aku mengambil segelas air di dapur dan menghabiskannya sekali teguk, sungguh aku benar-benar merasa kehausan berat.

Besoknya aku dan mr. James masih bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dengan kami. Bahkan di dalam kelas sekalipun. Dia benar-benar tidak melihatku sama sekali, padahal aku sengaja duduk di bangku depan untuk melihatnya secara jelas, aku ingin melihat reaksi dan tatapannya. Namun, dia menghindariku. Benar-benar tidak meliriku sedikitpun.

Pelabuhan Terakhir (Proses Cetak)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang