4. LONG LEAVE!

70 8 1
                                    

Cahaya matahari perlahan menyapa dari balik jendela kamar 301, mata Phoenix masih terpejam sempurna ketika Genaro datang. Jam menunjukkan pukul 06.00 pagi, terlalu pagi memang untuk menjenguk orang sakit.

Entah perasaan dari mana, Phoenix perlahan membuka matanya dan terlonjak kaget melihat Genaro sudah duduk disamping ranjangnya. "ASTAGA HANTU!" Mata gadis itu melotot dengan sempurna.

"Heeh sembarangan! Selamat pagi dulu kek, malah ngatain" Genaro memukul pelan puncak kepala Phoenix dengan brosur Rumah Sakit yang masih entah ia dapat dari mana. "Bangun lo, temenin gue sarapan"

Phoenix yang sudah dalam posisi duduk menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang, "Tumben banget pagi-pagi udah rapi?"

"Kan gue udah bilang semalam mau kesini sebelum ke kantor, gimana sih?" sahut Genaro sambil menyuap sesendok bubur ayam yang dia beli dalam perjalanan ke Rumah Sakit.

Phoenix terlihat lebih fokus ke bubur ayam yang sedang disantap Genaro dengan lahapnya, "apa lo liat-liatin bubur gue? mau?" Bersikap lembut pada Phoenix sepertinya sulit baginya.

Gadis itu tersenyum seraya mengangguk. Dia merasa sangat lapar, seingatnya ia belum makan apapun kecuali obat sejak kemarin pagi karena saat makan siang dia sudah pingsan. Genaro tertawa kecil dan menyendok buburnya lalu melayangkan suapan ke arah mulut Phoenix yang sudah menganga sangat lebar, dibarengi dengan suara pintu terbuka.

"PERMISIIIII SELAMAT PAGI"

Phoenix dan Genaro menoleh bersamaan kearah pintu. Mungkin ada empat atau lima segerombolan wanita berpakaian ala Suster rumah sakit menyeruak masuk, suasana seketika heboh. Suapan Genaro tertahan tepat didepan mulut Phoenix yang masih menganga.

"Selamat pagi mba Phoenix maaf mengganggu, gimana? udah enakan pagi ini?" tanya seorang suster, suster Maryam.

Phoenix yang masih kaget berusaha menjawab dengan canggung "eh suster, udah kok. Saya udah baik-baik aja. Detik ini pulang juga saya bisa kok sus.."

"Hush!" Genaro menepuk punggung tangan Phoenix.

"Hoo syukurlah kalau sudah enakan, tapi sayangnya mba belum bisa pulang dulu. Prof. Harry belum kasih izin" kata suster Maryam sembari mengecek infus dan tabung oksigen.

Terdengar "yaah" kecil dari mulut Phoenix serta tundukan lesu kepalanya.

"Oh iya, ini suster-suster yang akan jaga pagi ini. Nanti mba kalau butuh sesuatu tekan tombol aja. Ini sarapan paginya dan obat oralnya jangan lupa diminum ya mba.." Suster Maryam meletakkan nampan diatas lemari kecil disambing ranjang.

"ii-iya sus, makasih.."

"Baik, kami permisi dulu ya."

Lalu Genaro bangun dari kursinya untuk melihat menu makan pagi untuk sahabatnya tersebut. "Makan nih, abis lo makan gue baru berangkat ke kantor".

"Ga mau" Phoenix mengerucutkan bibirnya.

Genaro berdecak kesal, "Ga mau kenapa lagi sih? ini enak-enak lho, ada ikan yang mirip terong, tempe balado pucat, sayur yang kayaknya hambar, sama buah. Naaah lo suka buah kan? bagus"

Genaro meletakkan nampan berisi makanan yang dibawa rombongan suster tadi ke meja makan khusus pasien didepan Phoenix, ia bergidik lesu.

"Gue mau bubur ayam lo aja"

"Gue mau bubur ayam lo aja"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----

Setelah Genaro berangkat ke kantornya, Phoenix kembali seorang diri dikamar yang cukup luas tersebut. Dia kemudian mengambil ponsel dari atas laci samping ranjangnya. Ia berniat ingin mengucapkan terimakasih kepada atasannya bu Larasati sekaligus memohon izin untuk tidak masuk kantor beberapa hari kedepan.

Ditekannya nomor bu Laras, namun lagi-lagi ia diganggu oleh suara pintu kamar yang terbuka. Seorang wanita berpenampilan sangat rapi, dengan rambut tergerai semi curly ala wanita karir masuk ke kamarnya.

"Bu Laras?" dengan ponsel masih ditangannya.

"Hai, Phoenix. Maaf saya tidak beritahu kamu dulu kalau mau kesini, saya langsung dari rumah" Bu Laras tersenyum sambil berjalan menuju ranjang.

"Oh iya gak papa bu, saya baru banget mau telepon ibu nih"

Bu Laras kemudian duduk dikursi yang tersedia sambil memangku tas tangan Chanel miliknya. Bu Laras sangat wangi seperti biasa, wangi wanita karir yang sukses. Kecium ga kira-kira?

"Phoenix, maaf saya tidak bisa lama. Langsung saja ya.."

Jantung Phoenix langsung berdesir, sepertinya Bu Laras akan menyampaikan hal penting.

"Jadi begini, saya dan pihak management kantor sudah memutuskan kalau akan mengistirahatkan kamu dulu sampai kamu pulih" Bu Laras memulai.

"Istirahat? maksud Ibu saya cuti dulu gitu?"

"Cuti panjang lebih tepatnya. Sebetulnya berat bagi saya sebagai atasan kamu, mengingat banyaknya proyek yang sedang kita handle bersama. Kamu sudah bekerja sangat keras untuk perusahaan, Phoenix. Kamu juga salah satu karyawan teladan." Bu Laras menjelaskan sambil menggenggam tangan kanan Phoenix yang bebas dari jarum infus.

Phoenix masih berusaha mencerna ucapan atasannya barusan, "cuti panjang bu? berapa lama?"

"Management memberikan waktu satu tahun, Jika dirasa sudah pulih kamu bisa kembali ke kantor kapanpun, Phoenix"

"Ta-tapi bu, saya rasa itu belum perlu. Saya sudah sehat bu, nih ibu bisa lihat sendiri kan?" Dengan menyungkingkan senyum Phoenix berusaha meyakinkan atasannya. Namun Bu Laras menggeleng pelan.

"Phoenix, jika kamu memaksa tetap bekerja, kamu tidak akan fokus ke pemulihan kamu. Kamu akan terus menerus kelelahan dan itu bisa membawa kamu ke kondisi yang lebih parah dari ini"

Flashback

"Eh, kalian berdua itu udah pada tahu ya Phoenix sebenernya sakit apa?" tanya Xherdan dibelakang kemudi mobil milik Sabilla.

Lalu kedua rekannya mengangguk bersamaan.

"Autoimun Xher, Lupus. Kenapa gitu?" jawab Alesha dari kursi belakang

Xherdan terdiam sejenak sebelum akhirnya bersuara, "Tadi pas gue angkat dia dari lantai, gue ga sengaja liat kulitnya Phoenix lebam-lebam gitu. Di kaki ada, tangan juga. Kuku jarinya juga liat ga? warnanya ga pink, tapi ungu. Dia ga abis disiksa siapa-siapa kan?"

Sabilla yang sedari tadi sibuk mengamati jalanan, bergumam pelan "Gue udah tau".

Xherdan menoleh cepat, "Lo tau apa Bill? kalau Phoenix disiksa?"

"Hih bukan! Tau kalau dia suka lebam-lebam gitu, cuma setiap ditanya dia jawabnya kepentak kepentok doang. Dia tertutup banget emang"

"Kayanya lo harus bilang deh Bill sama Bu Laras soal kondisi Phoenix yang lo tau, dia lagi pegang banyak proyek kan di tempat lo? kalau dia tetap maksa masuk, bukannya malah bahaya ya buat kesehatan dia?" Alesha memberi saran. Sabilla kembali terdiam.

Sesampainya di ruangan kerja, Sabilla merasa beruntung melihat Bu Laras ada di mejanya. Perfect timing, pikirnya.

End of flashback

MY PRETTY MELODYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang