8. HOLD ME TIGHT (OR DON'T)

40 3 0
                                    

Senja saat itu sudah mulai tenggelam, terdengar sayup-sayup bunyi klakson kendaraan bersahutan diluar sana, bertepatan dengan jam pulang kantor.

"Genaro?"

Masih dengan kemeja kerjanya yang berbalut jaket hitam, Genaro melangkah masuk.

"Hai, sorry banget baru kesini lagi. Biasa.." Tanpa berbasa-basi Genaro langsung merebahkan badan disofa empuk yang tersedia untuk para penjenguk pasien.

"Eeeeh Tunggu! lo harus cuci tangan cuci kaki cuci muka dan pake hand sanitizer sebelum mendekat ya Genaro, biar gue ga sawan!" dari atas ranjangnya Phoenix memerintah kawannya tersebut dengan suara melengking.

"Yaampun, Nix gue rebahan dulu sebentar. Gue capek banget ini sumpah" Genaro memelas.

Phoenix diam, bukan diam biasa melainkan diam sambil mengerucutkan bibir serta memicingkan matanya dengan sinis kearah Genaro yang sudah berbaring pada sofa didepan ranjangnya.

Genaro berdecak kesal seraya bangun dari rebahan 3 detiknya "Iyaaa iyaaaa ah"

"Nah gitu" Phoenix tersenyum jahil.

Tidak lama berselang, datanglah seorang suster  mengantarkan makan malam. Sedangkan Genaro memesan makanan secara online untuk makan malamnya. Dia memang berniat untuk menemani Phoenix agak lama malam ini, berhubung besok weekend.

Setelah mereka selesai makan, Genaro mulai mengeluarkan laptopnya. Lagi-lagi laptop. Phoenix yang melihatnya langsung mengengus kesal.

"Lo ya Gen, ngatain gue workaholic, gila kerja, tapi sendirinya malah lebih parah!"

"Iya deh iya sorry, yaudah ga jadi" Genaro memasukkan kembali laptop tersebut kedalam tas ranselnya. "Kita ngobrol aja deh ya? gimana kondisi lo? Belum tau kapan pulang?"

Phoenix menghela nafas dan menggeleng pelan, "belum, nunggu hasil MRI dan tes lab yang lain keluar katanya"

Genaro mengangguk, "tapi kondisi lo sendiri gimana? maksud gue apa yang lagi lo rasain sekarang?"

Tidak ada jawaban. Gadis dihadapannya melamun, dengan selang oksigen dihidungnya yang mungil serta jarum infus yang tertancap cantik dipunggung tangan kirinya, membuat Phoenix terlihat seperti orang sakit sungguhan. Ya memangnya?

"Gen?" dengan pandangan lurus ke tembok kosong, Phoenix buka suara.

"Yap?"

"Gue pengin punya pacar deh"

Genaro yang semula sibuk gonta-ganti channel televisi langsung menoleh dengan mendadak.

"Ha? kok random banget sih tiba-tiba pengin punya pacar?" tanya Genaro, kedua alisnya terpaut.

"Ya baru sadar aja kalau gue udah lama banget jomblo. Salah gak sih menurut lo?"

"Ya gak salah sih, cuma yaa gimana? Lo katanya mau lanjutin sekolah S2 makanya sibuk kerja kan?"

"Itu emang bener sih, Gen" Bagai sedang ada pertunjukkan sulap, Phoenix menatap selimutnya dengan serius.

Diusapnya puncak kepala Phoenix dengan lembut oleh Genaro, "Nanti kalau lo udah kesampaian sama cita-cita lo itu, pasti bakalan ada cowok yang serius sayang sama lo kok, tunggu aja.."

Phoenix kemudian menatap kearah Genaro, manik mata mereka bertemu. Tanpa sadar tangan mereka menggenggam erat satu sama lain.

-----

"Sus, jam besuk belum habis kan ya?" tanya seorang pemuda berkacamata dengan sebuket bunga Lili dan sekotak donat ditangannya.

"Oh belum kok mas, sebentar lagi. Mas kalau mau masuk sekarang aja" Sahut suster jaga dimeja resepsionis.

Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum dan langsung melangkah mantap menuju kamar 301. "Akhirnya gue bisa jenguk si Phoenix sendirian, tanpa Sabilla dan si jutek Lele". Benar, pemuda itu adalah Xherdan.

Sesampainya didepan ruangan yang dituju, Xherdan melihat pintu kamar tersebut dalam keadaan sedikit terbuka. Lalu ia mendorongnya pelan, takut-takut kalau si pasien sedang tidur.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Xherdan melangkah masuk dengan sangat pelan seakan ada lava panas dilantai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Xherdan melangkah masuk dengan sangat pelan seakan ada lava panas dilantai. Namun, seketika langkahnya terhenti dan senyum diwajahnya memudar. Terlihat sang pasien yang ingin ia kunjungi tidak dalam keadaan tertidur, dan bahkan tidak sendirian.

MY PRETTY MELODYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang