Trans: mentira = kebohongan.
•••
"Kak Faza?"
"Ah mm, aku bukan Faza. Aku Ezra. Lezran Mahendra Akasia."
Gue cuma diem ngeliatin kak Faza or Bang Ezra.
"Raina, maafin bunda. Maafin bunda yang dulu selalu takut."
"Raina maafin ayah."
"Maafin Abang Na."
"Apa masih ada yang harus dikasih tau ke Raina?" Tanya gue ke paman Xu.
"Ada satu lagi, Mino itu Minghao. Dulu, sewaktu paman dan bibi tau perbuatan adik paman, kami langsung menjauh dari keluarga Raina karena malu atas yang sudah adik paman lakukan. Paman tau kata maaf saja ngga akan cukup, jadi, paman akan melakukan apapun untuk nak Raina asalkan itu bisa menembus kesalahan adik paman."kata paman Xu sambil sujud di depan gue. Gue langsung minta paman Xu buat berdiri.
"Ga usah paman, Raina gapapa kok. Cuma ya, begitu lah. Raina udah berusaha sekeras mungkin buat nerima ini semua. Raina maafin kok. Paman berdiri ya, jangan kayak gitu. Raina jadi ga enak sama paman."kata gue.
"Paman mohon, bilang apa saja yang nak Raina mau. Paman pasti akan mengabulkan nya untuk menebus kesalahan adik paman."
"Soal itu, nanti aja ya. Kalau Raina sewaktu waktu butuh pasti Raina bilang kok." Paman Xu langsung berdiri terus nyalamin gue.
"Terimakasih, kamu anak baik."
"Sama sama paman."
"Kalau begitu paman pamit dulu. Maaf dan sekali lagi terimakasih." Gue cuma ngangguk. Paman Xu pun pergi.
Sekarang cuma ada gue, ayah, bunda sama bang Ezra.
"Jadi, kenapa kalian bohongin Raina sampe bertahun tahun? Apa kalian tau apa dampak dari kebohongan yang kalian buat ke Raina? Raina benci kalian."kata gue. Gue berusaha keras nahan tangis, tapi tetep aja keluar.
Gue tadi niat nya mau nangis, cuma ada paman Xu jadi gue tahan.
"Kalian tau? Raina harus bolak balik pergi ke psikolog, psikiater sama rumah sakit setiap bulan karena kalian. Kalau kalian jelasin ini semua dari dulu mungkin Raina ngga bakal kayak gini."
"Dan sekarang? Setelah 11 tahun skenario kebohongan kalian, kalian datang dan minta maaf gitu aja? Segampang itu ya? Hahahaha iya, ada yang bilang masalah akan cepat selesai kalau minta maaf. Tapi kenyataannya? Secepat dan segampang itu kah?"
"Kalian, kalian benar benar aktor dan aktris yang hebat. Menyimpan semuanya dengan rapat, membohongi anak dan adik nya sendiri. Sampai dia begitu percaya dan akhirnya dikecewakan."
"Inilah kenapa aku benci percaya manusia. Hahahaha betapa bodohnya aku. Bodoh, bodoh, bodoh."
"Sekarang apa rencana kalian? Apa masih ada kebohongan yang belum kalian beritahu ke Raina?"
"Sudahlah, tolong keluarkan aku dari kartu keluarga. Aku ngga mau jadi keluarga kalian lagi. Lebih baik aku hidup menggelandang diluar sana daripada harus menjadi bagian dari keluarga kalian. Dasar pembohong ulung."kata gue sebelum keluar dari ruang meeting.
"Apa kalian lihat lihat?"kata gue judes ke karyawan yang ngeliatin gue.
"Raina!" Ayah ngejar gue. Gue buru buru lari. Tapi tetep aja ketangkep.
"Apa? Saya bukan putri anda lagi."kata gue sambil liat ke arah lain.
"Raina jangan kayak gini. Ayah tau kamu kecewa banget tapi please, kasih kesempatan satu kali lagi."
"Kesempatan? Udah berapa kali Raina kasih kesempatan sama ayah hah? Lupain soal yang Raina bilang waktu itu. Raina ga mau tambah menderita."kata gue sambil berusaha ngelepasin tangan ayah.
"Raina, ayah mohon."kata ayah sambil meluk gue. Gue nangis lagi.
"Appa jebal jom (ayah ku mohon)! Kalau Raina ada di sini malah jadi perusak, lebih baik Raina pergi. Raina pengen bebas."kata gue sambil sesenggukan.
"Ngga! Ayah ga bakal biarin kamu pergi."
"Berapa lama lagi Raina harus menderita ayah? Raina udah ga sanggup."
"Bertahanlah sedikit lagi."
"Ngga, Raina ga mau."
(Ya Allah drama banget ya, cringe sendiri astaga:'))
"Raina."
Tiba tiba si Rafa dateng. Ayah langsung lepasin pelukan nya.
"Ikut gue." Rafa narik tangan gue kenceng banget. Merah ni pasti. Rafa narik gue sampe ke taman di belakang kantor.
"Lo pikir Lo yang paling menderita?"
"Lo tau apa soal gue hah?"kata gue.
"Gue tau semua. Gue tau Lo sering konsul ke cowok yang tadi pagi. Gue tau Rai, jangan anggap gue bukan kakak yang baik. Gue tau semua hal tentang Lo, tentang sindrom putri tidur Lo, tentang anxiety Lo."
"Terus? Kalau Lo tau semua nya kenapa Lo ikutan bohongin gue?"
"Gue terpaksa Rai, sebenarnya gue mau ngasih tau Lo pas di villa waktu itu. Tapi Lo nya pergi."
"Asal Lo tau Rai, ayah juga kayak Lo. Depresi. Ayah nyembunyiin tentang ini karena dia tau kalau Lo dikasih tau soal ini pasti bakal nambah beban pikiran Lo. Coba kalau waktu itu juga Lo dikasih tau hal yang sebenarnya, mungkin Lo ga bakal ada di sini sekarang. Lo dulu masih kecil Rai buat ngerti ini semua, apalagi waktu itu Lo lagi masa penyembuhan dari gegar otak karena kecelakaan kan."
"Setelah tau ini, gue kira Lo bakal senang karena Abang yang paling Lo sayang itu masih hidup. Tapi ternyata kayak gini. Mungkin Lo ngga nyadar kalau selama ini Lo itu kekanak-kanakan. Lo ga pernah mikirin konsekuensi dari apa yang Lo lakuin."
"Lo pikir Lo mikirin konsekuensi nya kalau Lo bohongin gue?"kata gue.
"Oke, disini kita sama, sama sama ga pikirin konsekuensi nya. Tapi Raina, ga bisa kah Lo bersikap sewajarnya? Jangan melebih lebihkan kayak gini. Iya si Lo kecewa, gue tau. Tapi gue mohon, kali ini, Lo harus berubah. Terima semua nya, Lo ngga bakal bisa terus terusan menghindar dari masalah."
"Gue mohon Rai, kita mulai dari awal lagi. Sebagai satu keluarga yang utuh kayak dulu."
"Percuma kalau kita balik jadi keluarga yang utuh. Semua nya bakal beda, ngga ada lagi perasaan yang sama."kata gue.
"Tapi kita bisa mewujudkan itu lagi kan? Gue tau, Lo kangen masakan bunda. Gue tau Lo kangen main sama gue, sama bang Ezra juga."
"Lo masih ingat sama permainan 'Kebaikan Peri Hujan' yang kita mainin dulu kan? Gue masih punya satu permohonan yang belum gue minta waktu itu. Jadi, gue minta Raina si peri hujan buat ngabulin satu permintaan terakhir. Gue minta Lo buat nerima semua ini dan bersatu jadi sebuah keluarga kayak dulu."
"G—gue ga bisa."
"Lo udah janji buat ngabulin semua yang gue minta kan? Lo punya prinsip kalau janji itu harus ditepati kan? Jadi gue mohon Rai."
Tiba tiba gue punya ide.
"Yaudah."
"Lo beneran mau balik lagi? Ngga bercanda kan?"
"Lo liat muka gue bercanda ga?"kata gue judes.
"Ngga."
"Itu tau."
"Makasih Rai, gue senang Lo mau balik." Kata Rafa sambil meluk gue. Gue cuma ngangguk.
"Rafa? Gimana?" Tiba tiba ayah dateng bareng bunda sama Bang Ezra.
"Dia bilang dia mau."
"Akhirnya." Ayah langsung meluk gue. Disusul Rafa sama bang Ezra.
"Bunda sini."kata bang Ezra. Mereka berempat langsung ngeliatin gue. Gue cuma ngangguk gengsi. Akhirnya bunda ikut pelukan.
Ya, keluarga gue balik lagi. Walau suasana nya ga kayak dulu.
TBC.
•
VOTE NYA JUSEYOO 👉👈
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Ending || Ryujin
Fanfiction"Hidup itu kayak film, selalu ada akhir bahagia." -Raina. Since: July 2019