Junghwa terbangun dari dunia mimpinya karena sinar matahari menyapa pandangannya. Gadis itu menyesuaikan pandangannya terlebih dahulu sebelum bangkit dari tidurnya. Rasa berat yang terasa pada bagian pinggangnya membuatnya mengurungkan niatnya untuk beranjak. Mengalihkan pandangannya kearah belakang tubuhnya, wajah Han Dongbin menyapa pandangannya. Bolehkah ia merasa beruntung saat ini? Disaat gadis diluar sana sangat mendambakan seorang Han Dongbin, entah itu bisa mengakrabkan diri dengan laki laki itu atau hanya sekedar berada didekatnya. Junghwa, gadis itu bahkan sekarang berada sangat dekat dengan laki laki itu. Tidur diranjang yang sama dan saling membagi pelukan hangat.
Dipandangnya wajahnya Dongbin yang sedang tertidur itu. Junghwa lebih suka memandang wajah Dongbin saat tertidur seperti ini, terlihat sangat polos walau masih saja keningnya itu berkerut entah sebesar apa masalah yang sedang ia pikirkan. Dongbin sulit untuk ditebak. Terkadang ia bersifat menyebalkan, manis dan mengerikan disaat bersamaan.
"Sudah puas memandangi wajahku, Nona Son? " celetuk Dongbin tiba tiba. Mata laki laki itu masih terpejam. Junghwa terkejut dibuatnya. Ia pikir Dongbin masih tertidur dengan lelap.
"Sejak kapan kau bangun?"
"Saat aku menyadari seorang gadis sedang menatap wajahku tanpa berkedip sedikit, sepertinya ia snagat menikmati pemandangan wajahku saat bangun tidur dipagi hari." Jawab Dongbin sambil tersenyum. Ya, tersenyum.
Junghwa tertegun dengan senyuman yang terpatri diwajah Dongbin. Andai saja laki laki itu terus saja bersikap ramah dan sering tersenyum seperti tadi, mungkin saja Junghwa sudah jatuh hati pada laki laki ini. Junghwa akui kalau ia berdebar saat melihat senyuman Dongbin.
"Bisa kau lepaskan pelukanmu Tuan Han?"
"Berikan aku tanda selamat pagi terlebih dulu baru aku akan melepaskannya." Jawab Dongbin masih dengan matanya yang terpejam.
Junghwa berpikir sejenak, ucapan selamat pagi kan maksudnya?
"Selamat pagi, Han Dongbin-ssi." Sapa Junghwa yang membuat Dongbin membuka matanya.
"Apa apaan itu?" tanya Dongbin sembari menatap wajah Junghwa dengan datar.
"Kau memintaku menyapamu kan? Sudah ku lakukan, jadi sekarang tolong kau lepasakan pelukan ini Dongbin-ssi."
Dongbin yang merasa tidak puas dengan yang ia dapaatkan langsung saja ia semakin mengeratkan pelukannya pada Junghwa. Baru saja gadis itu ingin berontak dan protes, tapi hal itu terhentikan karena Dongbin tiba tiba saja menciumnya dengan singkat. Memang singkat tapi berkali kali.
"Itu yang aku inginkan." Ujar Dongbin. Sementara Junghwa mematung karena perlakuan Dongbin. Jujur saja, bisa dibilang Dongbin adalah laki laki pertama yang menciumnya dan berprilaku manis seperti tadi. Kalau Jaewoon itu sudah biasa, karena dia kakak laki laki Junghwa.
"YAK!! APA APAAN KAU INI!!" teriak Junghwa dengan wajahnya yang sudah memerah seperti tomat.
"Terima kasih." Sementara Dongbin bersikap seperti biasa saja. Junghwa yang merasa kesal dengan laki laki itu langsung saja memukul Dongbin dengan bantal secara brutal. Dongbin hanya tertawa mendapat pukulan dari gadis itu yang sebenarnya tidak berpengaruh apapun pada Dongbin. Junghwa sama halnya dengan Dongbin, gadis itu memang merasa kesal, tapi ia tidak bisa berbohong bahwa ia menyukai perlakuan Dongbin.
"Jika kalian sudah selesai cepatlah keluar. Sarapannya sudah aku siapkan." Jaewoon yang sedari tadi hanya berada didepan pintu kamar Junghwa akhirnya bersuara. Setelahnya ia hanya mengelengan kepalanya menanggapi sepasang remaja tersebut. Junghwa yang mendengar suara Jaewoon langsung saja beranjak dari ranjang.
"Kau idak ikut sarapan?" tanya Junghwa.
"Kalian duluan saja. Aku masih mengantuk." Mendengar jawaban Dongbin, Junghwa meninggalkan kamarnya dan membiarkan Dongbin untuk tertidur kembali. Ia melangkahkan kakinya menuju meja makan untuk ikut sarapan bersama Jaewoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE : lies and revenge
Mystery / ThrillerDunia kejam? Ya, bahkan sangat kejam. Dunia ini seperti panggung sandiwara. Dimana pun, kapan pun, kemana pun kita pergi, pasti ada sandiwara yang akan disuguhkan didepan mata. Sandiwara yang sangat kejam. Bahkan lebih kejam daripada takdir. Takdir...