01

55 6 0
                                    

Pandangan mata Akira tidak berhenti menatap berkas-berkas miliknya yang kini berada di tangan sang kepala sekolah. Berkali-kali berkas itu dibalik dan dibaca dengan teliti. Namun rasanya benar-benar tidak nyaman. Tidak bisakah ia pindah ke tempat ini dengan mudah? Rasanya benar-benar muak.

"Kadobayashi-san? Jadi mengapa keponakanmu pindah ke kota ini?"

"Ah! Orang tuanya sudah pindah ke luar negeri. Namun anak ini meminta untuk tetap di Jepang sampai ia menamatkan sekolahnya. Jadi orang tuanya menitipkan padaku,"

"Sou ka?"

Lagi-lagi, sang kepala sekolah membaca berkas milik Akira dengan teliti. Pemuda itu hanya bisa menatap lirih saat sudut matanya menangkap bayangan pria di sampingnya yang sedang mengatur nafas seraya mengusapkan tangannya ke pahanya. Sepertinya pria itu juga merasa tegang sama sepertinya.

Lima belas menit berlalu. Akhirnya suasana mencekamkan itu baru saja terlewati. Pria yang menjadi wali Akira menutup pintu itu seraya membungkukkan tubuhnya. Dan kini, hanya ada mereka berdua di koridor daerah itu. Kadobayashi-san menatap Akira dengan sedikit tegas.

"Belajar yang benar! Jangan buat masalah! Jika kau hendak melakukan kesalahan, ingatlah bahwa aku juga bisa kena masalah!"

"Ha'i,"

Pria paruh baya itu tertawa ringan melihat tingkah Akira yang cukup tegang itu. Akira bisa merasakan bahwa pria itu adalah pria yang baik. Meskipun memang dari segi fisik, pria itu mempunyai wajah yang cukup garang. Tapi rasanya Akira bisa memahami hal itu sekarang, Kadobayashi-san pun menepuk pundak Akira sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Akira yang akan mulai bersekolah hari ini.

Perjalanannya sangat melelahkan. Sudah lama Kadobayashi­-san tidak mendaftarkan seseorang ke sekolah. Anak-anaknya sudah menikah dan dia hanya tinggal sendiri setelah istrinya meninggal. Ya, Akira sudah tahu itu semua.

***********

Satu orang gadis dengan enam orang pemuda kini sedang asik tertawa di tengah-tengah perjalanan mereka menuju gedung sekolah. Seperti pagi hari biasanya, hanya ada perbincangan acak yang mengawali hari mereka. Tentu saja ditemani dengan sebuah permen dari salah satunya.

Mata Harumi menangkap sosok yang ia kenal dengan cukup baik. Tubuhnya yang mematung secara tiba-tiba berhasil menjadi pusat hipnotis bagi yang lainnya. Karena sekarang, yang lainnya pun mengarahkan pandangannya pada seorang pria paruh baya yang baru saja keluar dari gedung sekolah.

"Paman Kadobayashi!!" panggil Harumi dari kejauhan.

Ketujuh remaja itu pun langsung menghampiri begitu pria itu menghentikan langkahnya. Mereka pun memberi hormat. Bukankah cukup aneh jika pria itu berada di sekolah? Seingat Harumi dan yang lainnya, anak-anak dari Kadobayashi-san sudah lama menyelesaikan pendidikan SMA mereka bahkan sekarang sudah menikah.

"Paman? Kenapa paman ada di sini?" tanya Ginzo.

"Ah! Aku mengantar keponakanku. Dia pindah ke sekolah ini dan baru mulai masuk hari ini,"

Semuanya pun mengangguk pelan sebagai tanda bahwa mereka semua paham dengan apa yang dikatakan. Pria itu pun pamit karena harus mengurus tokonya. Ketujuh remaja itu pun memasuki gedung sekolah dan berpisah menuju kelas masing-masing.

Hari ini cukup aneh untuk Harumi. Tidak ada gadis lain yang mencaci dirinya. Entah karena dirinya sedang berjalan di samping Ren, atau ada hal lain yang menarik perhatiannya. Dan sepertinya jawabannya adalah yang kedua.

Ia bisa mendengar dengan jelas hampir seluruh siswi di kelasnya membicarakan tentang murid baru. Ya ampun! Harumi tidak benar-benar bisa memahami seberapa cepat gosip itu menyebar. Karena sekarang ia bisa mendengar dengan jelas semua gosip tentang anak baru yang berada di tahun kedua. Dan kemungkinan besar akan masuk dalam kelas ini. Ya! ada satu bangku kosong di kelas mereka. Bangku paling pojok ruangan dekat jendela. Yang berarti adalah bangku di belakang bangku Harumi.

A Kind of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang