23

24 4 2
                                    

Natsuko hanya duduk tenang membaca salah satu novel miliknya yang ia bawa ke sekolah. Rasanya sedikit menyenangkan saat tidak ada yang mengusik ketenangannya. Meskipun begitu, ia tetap ingin berteman. Jujur saja, ia tidak terlalu dekat dengan temannya yang lain di kelasnya. Ia hanya dekat dengan satu orang saja sejak ia masih di kelas dua.

Sunaga Ren, sang pangeran sekolah. Satu-satunya teman yang paling mengetahui hal tentangnya. Termasuk dengan tentang dirinya yang mempunyai saudari kembar yang berbeda sekolah. Memang tidak ada orang lain lagi yang mengetahui hal itu selain Ren. Dan sepertinya Harumi juga seperti itu. Seingatnya, teman Harumi yang mengetahui bahwa dirinya adalah saudari kembar Harumi hanyalah Kairi.

Ah! Kembali ke pembicaraan tentang Ren! Terkadang Natsuko sedikit bingung dengan pemuda itu. Mengapa Ren bisa disebut sebagai pangeran sekolah? Padahal sikapnya saja sudah seperti es batu. Ah, bukan! Bahkan bisa dikatakan lebih dingin dibandingkan salju di Hokkaido. Walaupun memang harus diakui bahwa pemuda itu memiliki wajah yang tampan.

Yang terpenting, ia tidak tahu mengapa dirinya masih tetap berteman dengan Ren hingga saat ini. Padahal, hubungan pertemanan itulah yang menjadi akar masalah dari semua hal menyulitkan yang dialami Natsuko. Meskipun begitu, ia tetap tidak bisa menjauhi Ren.

Pemuda itu pun menghampirinya dan duduk di bangku tepat di depannya. Meskipun tanpa melihatnya secara langsung, Natsuko bisa mengetahui bahwa pemuda itu sedang menatapnya dengan tatapan yang lucu. Namun gadis itu tetap memilih untuk tetap fokus pada buku novelnya.

“Kenapa kau menatapku seperti itu, Ren?” tanya Natsuko.

Natsu-chan wa omoushiroi ne?” ucap Ren dengan memasang wajah imutnya.

“Bicara apa sih?” protes Natsuko dengan wajah cueknya.

Meskipun begitu, Natsuko hanya bercanda. Dan Ren pun tahu itu, karena sekarang pemuda itu masih tetap mempertahankan wajahnya itu. Dan semakin lama, pertahanan Natsuko berkurang hingga akhirnya ia tertawa melihat wajah sahabatnya itu. Ia bahkan sampai memukul lengan Ren dengan buku novelnya. Pemuda itu memang mengeluh, tetapi ekspresinya berlainan dengan perkataannya.

Semua tawa itu tidak berlangsung lama. Tawa Natsuko langsung menghilang begitu saja saat matanya melihat ke sembarang arah. Ada tiga pasang mata yang kini menatapnya dengan sangat tajam. Ren yang menyadarinya pun menatap arah yang sama dengan yang ditatap Natsuko.

“Mereka masih mengganggumu?” tanya Ren.

“Tidak juga,”

Dan tentu saja itu adalah sebuah kebohongan.

****************

Ren merapikan barang-barangnya ke dalam tas dan langsung bangkit menuju meja Natsuko setelahnya. Gadis itu tampak terdiam sejak jam pelajaran terakhir. Meskipun begitu, Ren tetap menganggap itu sebagai hal yang wajar karena memang pada dasarnya, Natsuko adalah anak yang pendiam.

“Mau pulang bersama?” tawar Ren.

“Kau duluan saja. Aku mau mengembalikan buku dulu di perpustakaan,”

Pemuda itu mengangguk paham. Ucapan selamat tinggal pun Ren ucapkan pada sang sahabat sebelum akhirnya ia melangkah keluar dari kelas. Koridor sekolah sudah mulai sepi. Bahkan bisa dikatakan murid kelas lain sudah lebih dahulu meninggalkan koridor itu. Dengan perlahan, Ren menikmati perjalanannya yang terasa kosong.

Ia pun melihat seorang gadis dengan seragam sekolah lain tampak menunggu di dekat pagar sekolahnya. Beberapa orang terlihat menatap bingung gadis itu, tetapi pada akhirnya berlalu begitu saja. Sontak saja ia memutuskan untuk menemui gadis itu.

A Kind of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang