29 - Epilog

43 4 7
                                    

Song :

Choutokkyuu (超特急) - Keyword

*********

10 tahun kemudian.

Seorang pria tengah menikmati perjalanan dengan shinkansen seraya membaca sebuah buku novel fiksi. Ada kalanya ia tersenyum saat membaca setiap kata yang terdapat dalam buku itu. Meskipun buku itu berjenis fiksi, pada nyatanya isinya tidak se-'fiksi' seperti yang biasa ditulis oleh penulis lainnya. Dan karena itulah, ia sedikit terbawa suasana oleh bahan bacaannya itu.

Usianya mungkin sudah berada di pertengahan dua puluhan. Tetapi harus ia akui, ada sisi dari dirinya yang di mana ia sama seperti saat sepuluh tahun lalu. Semua kenangan menyakitkan dan menyenangkan itu masih tergambar dengan jelas di benaknya. Bahkan dirinya tidak menyangka bahwa ia akan bertahan selama ini. Di tengah kesulitan waktu itu, ia belajar tentang kehidupan. Dan itu berguna hingga saat ini.

Ponsel yang berada di saku jasnya kini bergetar menandakan sebuah panggilan masuk telah diterima. Sontak saja pria itu meletakkan buku yang sedari tadi ia baca di sampingnya. Ia mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol hijau sebelum akhirnya ia dekatkan pada telinga kanannya.

"Moshi-moshi?"

"Ah, Nishizaki-sensei! Data hasil pemeriksaan pasien Yokoyama-san dari ruang 265 sudah saya kirimkan melalui email."

"Baiklah, akan saya periksa nanti. Oh ya! Tolong sampaikan pada Kurosaki-sensei, laporan kesehatan pasien Tomoya-san sudah saya kirim lewat email. Saya sudah mengirimkan pesan padanya, tapi sepertinya dia sedang ada jadwal operasi."

"Baiklah, akan saya sampaikan."

Sambungan telepon itu terputus begitu saja. Pria itu mengalihkan pandangannya keluar jendela. Suasana pedesaan sudah mulai terlihat sejauh matanya mengedar. Sepertinya, tidak lama lagi ia akan sampai ke tempat yang selalu ia rindukan selama tiga tahun ini. Ia kembali meraih buku novelnya dan membacanya. Buku itu sangat menarik perhatiannya, sama seperti sang penulis. Buku itu, 'Ano Kisetsu ni Monogatari' karya Ishiyama Harumi.

*****************

Suasana daerah pemakaman memang selalu sepi. Hanya ada beberapa orang saja setiap harinya yang mengunjungi tempat itu. Begitu pula dengan Harumi. Entah sudah berapa lama ia tidak kembali ke tempat itu. Meskipun begitu, ia selalu menantikan saat di mana ia bisa datang mengunjungi seseorang yang ia sayang.

Dengan cekatan tangannya bergerak merapikan batu nisan tersebut dari dedaunan yang terbang terbawa angin hingga akhirnya jatuh di atas nisan tersebut. Ia juga menyiram tanah di sekitarnya. Pusara itu tampak lebih rapi dari sebelumnya. Terlebih lagi, ia juga menghiasnya dengan foto dan juga sebuah buku novel fiksi yang ia tulis sendiri.

Matanya mulai terpejam bersamaan dengan doa yang ia ucapkan di dalam hatinya. Semua harapan itu ia ucapkan dengan kesungguhan. Ia merindukan seseorang yang kini terkubur bersama dengan kenangan masa lalunya. Namun, setelah ia berteman dengan rasa sakit selama bertahun-tahun, ia pun bisa mengucapkan kata rindu itu tanpa harus kembali menangis.

Perlahan, ia membuka matanya dan tersenyum. Pandangannya langsung teralihkan begitu ia mendengar suara langkah kaki yang mendekat kepadanya. Seorang pria berjas biru tua yang membawa sebuket bunga benar-benar berhasil membuat Harumi tidak berhenti menatap. Ia juga merindukan pria itu, setidaknya untuk beberapa lama ini.

Pria itu meletakan bunga yang ia bawa di atas pusara tersebut dan kemudian berdoa. Harumi benar-benar tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah pria di sampingnya. Perlahan, sebuah senyuman terlukis di wajah Harumi saat pria itu membuka mata dan menatapnya.

A Kind of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang