26

31 4 2
                                    

Lorong sekolah tetap saja ramai oleh siswa-siswi yang berkumpul walau hanya sekadar bergosip. Waktu istirahat memang menjadi ajang eksistensi mereka di hadapan anak kelas lain. Terkecuali Harumi. Tanpa menunjukkannya sekalipun, eksistensinya sudah diketahui oleh hampir seluruh warga sekolah. Guru-guru juga termasuk. Walau hanya sebagian saja.

Namun diantara semua eksistensinya, label negatif yang melekat padanya lah saat dirinya berhadapan dengan para gadis sekolah. Bosan? Tentu saja! Bahkan entah berapa banyak cerita yang sudah ia ungkapkan pada teman-teman, sang pangeran sekolah. Namun ia sendiri tidak menyangka bahwa ia akan bertahan selama ini. Dan mulai saat ini, ia bukanlah Harumi yang dulu. Ia menjadi lebih kuat untuk tetap bertahan. Misalnya sekarang.

Baru saja ia kembali dari kamar kecil saat sekelompok gadis kelasnya kembali menghadangnya di salah satu koridor dekat ruang kelas mereka. Sontak bola matanya langsung berputar malas saat melihat pemandangan itu. Namun ia tahu bahwa ini tidak akan berhenti dengan mudahnya. Kakinya pun kembali melangkah setelah mematung selama beberapa saat. Benar saja apa yang ia pikirkan, salah satu gadis itu menahannya dengan meraih pundaknya.

"Oh! Lihat pemandangan ini! Berpura-pura bersikap pasif dengan harapan akan ditolong salah satu pangeran? Benar-benar bermuka dua," sindir salah satu gadis.

Harumi yang sedari tadi menatap datar ke depan, akhirnya menoleh dengan tatapan tajam tepat di hadapan gadis yang berbicara. Senyuman miring itu benar-benar membuatnya muak. Terkadang Harumi berpikir, kenapa ada orang yang sampai bersikap sok hebat hanya untuk menunjukkan eksistensinya?

Diantara banyaknya orang yang ada di koridor itu, ada satu pemuda yang tertarik akan pemandangan itu. Niat kembali ke kelas pun ia urungkan dan menghentikan langkahnya kurang lebih sepuluh meter dari para gadis yang sedang berdebat itu. Namun wajah pemuda itu justru menunjukkan rasa penasaran yang aneh.

"Kau pikir aku akan peduli dengan apa yang kau ucapkan? Kau tahu? Terkadang aku kasihan melihatmu. Selalu menggertak orang lain hanya untuk mencari perhatian. Tanpa sadar kau membuka sisi lemahmu sendiri," balas Harumi dengan sarkas.

"Apa maksudmu?"

"Ah benar! Kau pasti tidak akan mengerti apa yang kuucapkan. Biar ku permudah! Kau! Tidak lebih dari seorang pecundang!"

"Kau!"

Emosi gadis pengganggu itu terpantik oleh perkataan Harumi. Dan kali ini tidak seperti sebelum-sebelumnya. Ia sangat marah. Beraninya gadis di hadapannya mengatakan bahwa dirinya seorang pecundang? Ia pun mengangkat tangan dan mengayunkannya dengan pipi Harumi sebagai sasaran dari telapak tangannya.

Namun baru juga sampai di pertengahan, Harumi sudah meraih tangan itu dan menghentikan pergerakannya. Bukan hanya itu, bahkan Harumi juga meraih kerah seragam sang gadis pengganggu dengan tangan lainnya yang bebas. Sebuah dorongan diberikan hingga gadis itu merasa terpojok karena posisinya yang kini terapit diantara tembok dan juga Harumi. Bahkan sekarang Harumi bisa melihat ekspresi terkejut di wajah gadis di hadapannya.

"Akan kuberitahu satu cerita! Aku mengenal seseorang yang sepertimu. Dia selalu menggertak orang lain, bahkan sampai melakukan hal-hal yang mengganggu. Sama sepertimu. Hingga akhirnya orang yang dia gertak memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya dengan cara yang salah,"

"Kau ini bicara apa?" potong gadis itu.

"Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya? Orang-orang mengetahui kabar tentangnya. Dan seberapa keras ia mencoba untuk kabur, ia tidak bisa. Dia mendapatkan perilaku yang sama dari orang sekitarnya hingga membuatnya pernah berpikir untuk menyelesaikan dengan cara yang sama seperti orang yang pernah ia gertak. Bisakah kau membayangkan kalau itu terjadi padamu? -"

A Kind of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang