27

42 3 2
                                    

Song :

Matsuo Takashi - Sorrow

*******

Suasana lain menyelimuti Harumi yang kini duduk di salah satu dari deretan bangku di tempat tunggu. Perjalanan selama sekitar tiga jam lebih dengan shinkansen harus diakui sedikit membuatnya sedikit kelelahan. Bukan, berarti ia menyesali keputusannya. Ia hanya sedikit tidak terbiasa untuk berpergian jauh. Bahkan terakhir kali ia berpergian jauh itu saat karyawisata kelas dua SMP. Dan setelahnya, ia tidak pernah ikut karyawisata karena dirinya selalu jatuh sakit sehari sebelum karyawisata. Harus Harumi akui, dirinya cukup aneh untuk hal itu.

Pandangannya mengarah pada seorang pemuda yang kini berdiri di tempat pelayanan informasi. Ada beberapa polisi yang berlalu lalang. Bahkan jika beruntung, kalian juga bisa melihat beberapa detektif negeri di sana. Gadis itu bangkit dan mendekati pemuda itu. Pemuda itulah yang menjadi alasannya berada di sini. Punggung itu terlihat lebih tegar dibanding sebelumnya. Dan itu adalah salah satu hal yang Harumi syukuri.

"Kau sudah memberitahu mereka?" tanya Harumi.

"Sudah," balas pemuda itu singkat.

Salah seorang petugas kepolisian menghampiri mereka dan mengantarkan mereka ke sebuah ruangan khusus. Ruangan itu terdapat bilik-bilik dengan sekat kaca yang memisahkan dua daerah yang berbeda. Keduanya pun duduk di tempat yang mereka pilih untuk bertemu dengan seseorang yang menjadi tujuan utama Akira.

"Sumimasen, tadi kau ingin bertemu dengan siapa ya?" tanya polisi yang mengantarkan mereka.

"Goutou Masamune."

Polisi itu mengangguk paham dan mulai berjalan keluar dari ruangan. Namun pasang mata keduanya sempat melihat polisi tersebut menggunakan walkie-talkie miliknya untuk menyampaikan info pada rekannya yang lain. Keduanya kembali terdiam setelah polisi itu menghilang di balik pintu. Walaupun mata Harumi kini menatap Akira dengan lekat.

"Kenapa kau bisa tahu nama lengkap pelakunya? Bukankah identitasnya tidak diungkapkan di berita?" tanya Harumi penasaran.

"Karena aku mengenalnya. Goutou-san... Dia teman ayahku sejak masa sekolah," jelas Akira dengan lemah.

Sontak saja Harumi tidak tahu harus bereaksi apa. Ia hanya bisa terdiam dan larut dalam rasa terkejutnya. Dadanya kembali sesak. Dan seketika juga ia membuang pandangannya dari pemuda itu. Namun tidak lama kemudian, pintu ruangan di balik sekat itu terbuka dan menampilkan seorang polisi bersama sedang seorang pria berpakaian khusus tahanan. Harumi bisa melihat sorot mata Akira. Menyakitkan.

Pria itu mematung sejenak saat matanya menatap kedua remaja yang berada di balik sekat kaca tersebut. Biar Harumi tebak, pasti pria itu tidak kalah terkejutnya. Dengan sedikit gemetar, pria itu duduk dan sesaat kemudian, menundukkan kepala tanpa berani menegakkannya kembali. Harumi bertanya pada dirinya, apakah semua itu sebuah hal yang memang disengaja?

Akira terus menatap pria di hadapannya dengan datar. Keheningan menghampiri mereka berdua. Untuk saat ini, Harumi memilih untuk diam. Ia ingat benar apa tujuan dirinya kesini. Menemani Akira, itu saja. Ia tidak punya hak untuk bersuara sekarang, terlebih ini bukanlah masalahnya. Meskipun memang ia mencoba membantu Akira untuk menyelesaikan masa lalunya.

"Kenapa paman melakukan itu pada keluargaku?"

"Gomen!!! Hontou ni gomen!!! Hontou ni gomen!!!" ucap pria itu berulang kali dengan suara yang sedikit bergetar.

Harus diakui, Harumi tidak mampu menebak sikap seseorang sehebat Ginzo. Tapi rasanya pemuda itu akan setuju jika Harumi bilang, kalau pria di hadapannya sekarang sedang menyesali semua perbuatannya. Tidak hanya suaranya saja, tetapi bahu pria itu juga gemetar. Bahkan sampai detik ini pun ia masih tidak menegakkan pandangannya menatap Akira. Melihat pemandangan itu, benar-benar menyakitkan bagi Harumi.

A Kind of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang