08

30 4 0
                                    

Suara rantai sepeda kembali bergema seiring dikayuhnya pedal sepeda. Angin berhembus cukup terasa dari arah yang berlawanan. Tidak perlu waktu lama lagi, sepeda itu pun berhenti melaju tepat di depan sebuah rumah dengan nama keluarga yang sama dengan si pengendara sepeda.

Pintu pagar itu terbuka hingga ia bisa memasukkan sepedanya ke dalam halaman. Ah! Rumah dengan gaya tradisional. Terasa sangat menyenangkan di sini. Dan untuk sementara memang dirinya akan tinggal di rumah itu.

"Tadaima!" ucap sang pengendara sepeda saat memasuki rumah tersebut.

"Okaerinasai! Akhirnya kamu datang juga, Harumi," ucap seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan tamunya.

Gadis itu tersenyum lebar hingga menampilkan deretan giginya di depan sang nenek. Ia pun memasukki ruang kamar yang akan ia tempati dan merapikan barangnya. Sudah ada satu koper di ruangan itu. Ya! orang tuanya memang mengantar barangnya sebelum ia datang. Harumi sementara akan tinggal di tempat neneknya karena kedua orang tuanya harus pergi ke Hiroshima untuk mengunjungi keluarga sang ibu.

Ah! Entah mengapa rasanya seperti sudah lama sekali tidak datang ke rumah neneknya ini. Padahal hampir setiap bulan ia sering ke sini. Walaupun memang dua bulan ini ia belum mengunjungi sang nenek karena sibuk dengan sekolahnya.

Ia pun keluar dari kamarnya dan menuju ruang keluarga di mana neneknya berada. Wanita paruh baya tersebut seperti sedang menulis daftar barang. Dan itu tentu saja menarik perhatian Harumi untuk saat ini.

"Nenek, itu untuk apa?"

"Ah, ini barang yang harus kubeli di kota. Nenek menitip barang-barang ini pada tetangga sebelah rumah,"

"Sebelah rumah? Memangnya rumah itu sudah ada penghuninya?"

"Sudah, kurang lebih sebulan yang lalu. Dia seusia denganmu, tapi dia tinggal sendiri di sini,"

"Heh? Maksud nenek?"

"Entahlah, sepertinya dia kabur ke sini karena masalah keluarga,"

Harumi mengangguk dengan pelan. Namun tidak lama kemudian, ia menawarkan diri untuk mengantarkan pesanan neneknya pada tetangga sebelah. Tentu saja dengan dalih mencoba berteman dengan tetangga sebelah. Sang nenek pun setuju dengan hal itu dan mengizinkan Harumi jika memang gadis itu ingin ikut pergi dengan tetangga sebelah. Secarik kertas itu pun diserahkan kepada Harumi. Gadis itu tersenyum seraya mempersiapkan dirinya dengan mengambil tas kecil miliknya.

"Gomen ne, Harumi. Kau pasti lelah," ucap sang nenek.

"Iiyo, ini 'kan aku yang meminta. Itte kimasu!" ucap Harumi pamit.

Ia kembali melepaskan kunci sepedanya dan menuntunnya hingga ke depan pagar rumah tetangga yang dimaksud. Tombol bel itu ia tekan dan terdengar suara beberapa saat kemudian. Pandangannya menerawang ke sembarang arah hingga akhirnya terhenti pada papan myoujin yang ada di sisi tembok pagar. Harumi membaca myoujin itu dan merasa seperti tidak asing.

"Ni-shi-za-ki -" ucap Harumi dengan sedikit kebingungan. Namun tidak lama kemudian seorang pemuda keluar dari pagar dan tampil di hadapannya. "Nishizaki-san?!" ucap Harumi dengan tidak percaya.

"Ishiyama-san? Sedang apa kau di sini?"

"Aku menghampiri tetangga sebelah untuk ke kota bersama karena nenekku menitipkan beberapa barang. Tidak kusangka tetangga sebelahnya adalah kau,"

Akira mengedarkan sebentar pandangannya ke rumah tepat di sebelah rumahnya. Nafasnya terhembus dengan sedikit kasar. Entah seperti orang frustasi atau apalah. "Aku lupa kalau myoujin Nenek Kyoko itu adalah Ishiyama -"

A Kind of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang