Tawaran

78 23 0
                                    

"Kelompok musik?"

"Misalnya seperti paduan suara ... atau mungkin," mata Kazu memicing waktu menyebutkan, "... band?"

Seki membayangkan dua rombongan di kepala. Yang satunya anggun melantunkan kidung, malaikatwi. Satunya lagi lebih lepas tapi menawan dengan caranya sendiri.

Dari dulu, semenjak semua orang meragukan kapasitas jantungnya, Seki tidak berani bermimpi menjadi salah satu dari mereka.


"Belum." Suara Seki lugas sekali. "Kenapa?"

Disodorkan pertanyaan begitu, Kazu justru merapatkan senyum. Seki merasa mereka mulai masuk inti pembicaraan.

"Kau tahu, Secchan," begitu Kazu mengawalinya. "Aku dan Succhan sebetulnya ada dalam band."

Seki mengingat kembali percakapan singkatnya dengan Shuu kemarin.

"Oh, ya. Aku juga diberitahu Shuu soal itu. Kau dan Shuu ada dalam band yang sama. Lalu suka pergi karaoke kalau sedang tidak latihan."

Kazu memberikan afirmasi dengan jentikan jari.

"Ya. Band kami sudah jalan lumayan lama dan kami cukup serius."

"Berapa lama?"

"Beberapa tahun."

Sebuah band berisi anak muda yang sanggup bertahan sekian tahun. Seki membayangkan serekat apa hubungan tiap personelnya.

"Sayangnya, saat ini aktivitas kami tidak berjalan baik. Vokalisnya tidak ada. Kosong. Padahal kau tahu kan, vokalis itu bagian penting dari satu band."

Betul. Di band mana pun, vokalis selalu yang dilihat paling pertama. Paling istimewa.


Kadang-kadang bisa jadi penulis lagu utama.


Kadang-kadang karena suaranya bagus luar biasa.


Kadang-kadang karena penampilannya.


Kadang-kadang juga karena personalitinya.


"Lalu?"


"Kau mau jadi vokalis kami?"


Bersama dengan tawaran yang keluar, di meja tersodor kertas mirip pamflet. Di atasnya ada tulisan: MAN!FEST-O Darurat Vokalis!

Seki menatap Kazu. Skeptis. Tulisan di sana tidak punya nilai jual sama sekali. Siapa juga yang bertanggung jawab dengan pamflet menyedihkan ini? 

Namun sayangnya, Kazu tidak menangkap raut protes dari muka Seki. Karena pemuda itu nyengir lebar sekali dan malah bilang:


.


.


.


"Ayo, kita main musik sama-sama, Secchan!"

A Call to JupiterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang