Petak Umpet

51 20 0
                                    

Ada dua hal yang sibuk dilakukan Hagiwara Seki sejak pagi.

Satu, menghindari Kazu.

Dua, memelototi pamflet yang kemarin diberikan Kazu.

Untuk yang nomor satu, butuh usaha keras. Karena tiap Seki kelihatan dalam jangkauannya, Kazu bakal ambil ancang-ancang buat memepet. Siap menagih jawaban yang sengaja tidak langsung dijawab. Lengah sedikit, bisa tertangkap.

Untungnya Seki sudah memperhitungkan ini. Jadi sejak tiba di kampus, dia selalu pasang mode waspada.

Kalau sedang duduk, tiap dua puluh detik sekali matanya bakal mencari-cari keberadaan Kazu.

Kalau tidak kelihatan, dia lanjut duduk.

Kalau tanda-tanda keberadaan Kazu kelihatan, meski cuma ujung rambutnya, Seki langsung kabur. Sembunyi di belakang mobil dosen. Di toilet laki-laki. Di balik kolam air mancur fakultas. Ke mana saja terserah.

Bukan cuma itu. Untuk menjamin keamanannya, Seki sampai membuat status jarak aman.

Lebih dari 20 meter, aman.

Kurang dari 10 meter, awas.

Kurang dari 5 meter, mati di tempat.

Bukan berlebihan. Seki cuma menerapkan kata orang tua. Jaga-jaga sekarang lebih baik daripada menyesal kelak. Perkara orang tuanya siapa yang bilang, Seki juga tidak tahu. Yang penting dia ikuti saja.

Hasilnya? So far, so good. Berkat waspada dini, Seki jadi bisa menyelinap ke kafetaria. Meskipun dia harus duduk jauh di belakang, di dekat kelompok anak arsitektur berkantong mata mengerikan.

Tidak masalah. Yang penting, Seki dapat privasi.

Sambil minum jus apel, Seki mengamati lagi pamflet pemberian Kazu.

Mau berapa kali dilihat juga, kalimat iklan di dalamnya menyedihkan. Tetapi Seki berulang kali mengamati kertas itu bukan untuk menghina siapa pun pembuatnya—meskipun ingin. Hanya saja buat sekarang, tidak penting.

Ada yang lebih menganggu Seki. Dan itu berhubungan dengan konversasi kemarin.

A Call to JupiterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang