BUBUR

17.1K 1K 95
                                    

Assalamualaikum. Iya, vote dan komennya jangan lupa.

📌

📌

📌

Audrey menaruh nampan makanan di atas nakas samping kasur. Ekspresi wajah Audrey nampak kebingungan memikirkan cara membangunkan lelaki yang terbaring sakit di depannya. Audrey duduk di ujung kasur sambil menatap Ardan dengan iba. Pelan-pelan Audrey meraih kain yang mengompresi jidat Ardan, mengecek kembali suhu tubuh Ardan menggunakan telapak tangannya. Sepertinya kondisi Ardan sudah mulai membaik. Ardan tidak perlu lagi dikompres. Kini tangan kanan Audrey pelan menggoyang-goyangngkan bahu Ardan sambil sesekali memanggil nama lelaki itu dengan suara yang kecil.

Perlahan Ardan mengangkat kelopak matanya. Pandangannya langsung tertuju pada gadis yang memanggilnya. Lalu berbicara dengan deru napas yang hangat.

"Hm, napa?" tanya Ardan lesu.

"Gue dah selesai buatin bubur buat lo. Lo makan dulu, ya?" pinta Audrey mengembangkan senyum manisnya.

Ardan menggelengkan kepala bak anak kecil berkali-kali. Menandakan, Ardan tidak ingin mencicipi sesuatu saat ini. Nafsu makan Ardan masih rendah sekali. Hal itu tentu membuat kekecewaan tersisip di hati Audrey.

"Okey, gue cape-cape buatin bubur dan sikap lo kek gini? Gue gak buatin lo racun, kok. Gue masih waras, belum gila. Otak gue juga masih lurus, belum miring. Belum ada niat juga buat ngebunuh lo, tapi kalo lo minta sekarang, gue bisa kabulin," kesal Audrey pura-pura. Mungkin dengan begini Ardan mau makan.

Ardan terdiam tidak berkutik sambil menatap kosong Audrey yang mengomel. Membuat Audrey berdecak kasar, helaan napasnya terdengar pasrah. Butuh kesabaran ekstra menghadapi Ardan. Dengan terpaksa, Audrey kembali menarik kedua sudut bibirnya.

"Lo makan, ya," mohon Audrey selanjutnya dengan melembutkan suaranya. Namun, seorang Ardan tetaplah seorang Ardan. Kukuh pada pendirian. Ia kembali menggeleng cepat lalu menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Gak ada akhlak! Hina Audrey dalam hati. Sebal menghadapi orang sakit yang kekanak-kanakkan.

"Ardan, kalo lo seperti ini terus, malam ini gue mau tidur di rumah Fyra," ancam Audrey tidak sungguh-sungguh. Menyilangkan kedua tangan di depan dada, tatapan tajamnya tertuju ke arah Ardan.

Ardan berpikir sejenak di dalam selimut, mempertimbangkan perkataan Audrey tadi. Alhasil, Ardan tetap pada pendiriannya. Bagi Ardan, itu hanyalah sebuah taktik Audrey untuk membujuknya segera makan. Hingga Audrey mengelus-elus dadanya karena Ardan tak kunjung membuka selimut yang menghalangi wajahnya. Audrey tidak mengerti lagi harus berbuat apa. Ia memutar bola matanya malas. Kemudian beranjak dari kasur untuk pergi.

"Bebas dah lo mau ngapain. Sudah gak ada urusannya sama gue. Lagi pula bermalam di rumah Fyra gak ada ruginya. Malah menyenangkan. Bye, Ardan!" pamit Audrey sengaja mengeraskan suaranya, lalu menutup rapat pintu kamar Ardan.

Mata Ardan membulat sempurna ketika mendengar suara pintu tertutup. Kedua tangan Ardan cepat membuka diri dari dalam selimut. Jemari Ardan meraih ponsel yang berada di samping bantal. Mungkin dugaannya kali ini memang salah. Audrey tidak bermain-main dengan ucapannya. Pertama kalinya Ardan dibuat seperti ini. Gesit, Ardan mengetik pesan yang akan dikirim ke nomor Audrey.

***

Audrey merebahkan badan di atas kasur. Pandangannya tepat di langit kamar. Audrey menunggu sesuatu, berharap rencananya berhasil. Tidak cukup lima menit, ponsel Audrey berbunyi menandakan ada pesan yang masuk.

POSESIFNYA KETUA OSIS (REPUBLISH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang