Selamat membaca mohon krisarnya terimakasih ❤️
***
Hari ini, hari yang cukup melelahkan, latihan basket dari jam istirahat siang sampai pulang sekolah. Itu semua karena persiapan lomba basket persahabatan antar sekolah lainnya. Semua anggota basket diminta untuk selalu bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing.
Aku duduk di dalam ruang basket menatap puluhan kardus yang tidak tersusun rapih, malam ini ruangan tersebut harus sudah rapih. Sebagai kapten basket aku juga bertanggung jawab membersihkan ruangan, bergilir dengan anggota eskulku yang lain. Aku mulai merapihkan satu persatu barang yang tidak sesuai dengan tempatnya.
Sore ini kami latihan lebih dari hari kemarin, jadi pukul 05.30 baru selesai, mau tak mau malam ini aku pulang telat. Di koridor sepi, lampunya sengaja tidak dinyalakan, hanya lampu ruangan ini yang aku nyalakan, sementara langit menggelap karena sebentar lagi Maghrib.
Krek
Aku terlonjak kaget karena sebuah suara. Suara seperti ranting pohon yang diinjak, aku menatap ke sekitar. Namun tidak ada apa-apa, semua murid pasti sudah pulang. Aku mengabaikan suara tersebut, barangkali salah dengar. Jadi aku memutuskan kembali melanjutkan pekerjaanku.
Kali ini tidak ada suara aneh lagi, ruangannya benar-benar sepi, hanya ada suara benda yang coba ku susun di atas meja. Posisinya aku berdiri di sudut ruangan.
Aku menghentikan pekerjaanku begitu indera pendengaranku menangkap sesuatu, suara langkah kaki seperti sedang menuruni atau menaiki anak tangga. Kebetulan di samping kiri ruang basket terdapat tangga menuju lantai tiga di mana kelas untuk murid kelas XII.
Aku semakin bisa mendengar jelas langkah tersebut, bulu kudukku merinding, perasaanku tidak enak. Aku mulai berpikir hal-hal buruk.
Aku memutuskan keluar dari ruang basket dan berdiri di ambang pintu. Aku melihat sekeliling koridor tetapi tetap sepi tidak ada siapa-siapa, tidak mungkin aku salah dengar karena aku bisa mendengarnya dengan jelas.
"Siapa di sana?" Aku bertanya dengan suara keras, tidak ada jawaban.
"Siapapun itu tolong keluar." Aku sedikit merasa kesal karena suara-suara aneh tersebut, aku merasa ada orang yang dengan sengaja menakut-nakuti. Kurang kerjaan sekali.
Aku menghela nafas pasrah, sepertinya memang ada orang yang iseng menjahili, aku kembali masuk ke dalam ruang basket dengan pintu yang terbuka seperti awal aku memasuki ruangan ini. Pekerjaanku masih sedikit lagi, aku harus memindahkan kardus-kardus hingga rapih.
Aku larut dalam pekerjaanku hingga akhirnya aku bisa bernafas lega, aku tersenyum simpul melihat ruangan yang tadinya tidak rapih kembali menjadi rapih, dengan begitu aku bisa cepat-cepat pulang.
Waktu menunjukan semakin sore. Langit menggelap sementara adzan Maghrib telah berkumandang beberapa waktu lama. Aku duduk di atas sebuah meja. Menunggu sebentar baru aku pulang, mengingat kata-kata orang tuaku yang mengatakan bahwa saat Maghrib tidak boleh keluar dari rumah.
Aku menyibukkan diri dengan ponsel, membuka sosial media milikku hanya sebentar karena tidak ada hal penting, alhasil aku memasukan kembali ponselnya ke dalam saku. Lama aku menunggu sampai langit benar-benar gelap.
Aku merasa waktu di sini berputar sangat lama. Keadaan koridor benar-benar gelap karena lampu-lampu belum dinyalakan, ada perasaan takut karena aku menyadari di sini hanya sendirian. Siapa juga orang yang ingin berlama-lama di area sekolah seperti ini. Jika bukan karena jadwal piket membersihkan ruangan aku juga tidak ingin berlama-lama di sini.
Tuk tuk tuk
Aku kembali terkejut dengan suara ketukan samar-samar, suaranya begitu kecil namun aku bisa dengar. Suara seperti seseorang yang sedang mengetukkan jarinya di tembok. Jantungku berdegup cepat, aku merasa tubuhku merinding.
Perlahan aku melangkah menuju pintu, suara tersebut masih terdengar seiiring dengan suara langkahku. Aku berdiri di ambang pintu, dengan gerakan pelan aku menolehkan kepalaku ke kanan-kiri, aku terkejut tepat tak jauh di samping kanan ada seseorang yang berdiri.
Tubuhnya dilapisi pakaian warna hitam, di kepalanya terdapat sebuah topi, sementara sebagian wajahnya tertutup masker. Aku mengernyit bingung menatap orang tersebut.
"Siapa kamu?" Dengan pelan aku mendekatinya lalu bertanya.
***
"Fajar meninggal bunuh diri."
Pagi ini ketika Sarla baru saja memasuki sekolah, yang dia dengar adalah gosip pagi yang mengejutkan. Dimana Fajar kapten basket teladan meninggal bunuh diri.
Sarla memang pernah dekat dengan Fajar, bahkan pernah digosipkan pacaran. Namun yang Sarla lihat, Fajar tidak mempunyai masalah dalam hidupnya. Keluarga Fajar termasuk ke dalam keluarga harmonis, bahkan saat sekolah Fajar adalah salah satu murid yang menjadi kebanggan guru dan tidak pernah mendapat masalah. Jika ada sesuatu yang terjadi, pasti Sarla orang pertama yang akan Fajar beritahu. Lalu apa motif Fajar untuk melakukan tindakan tersebut.
Sarla berjalan pelan, sengaja ingin tahu apa yang terjadi. Perempuan tersebut terus menunduk. Sebisa mungkin terlihat tidak seperti orang yang sedang menguping.
"Sedih banget sih tau kabar kayak gini, meskipun gak terlalu kenal, tapi Fajar orangnya baik, gak pernah nyari masalah juga."
Sarla semakin tertarik dengan obrolan dua siswi di dekatnya. Mencoba semakin mencari tahu lebih dalam. Sarla berhenti tak jauh dari dua orang siswi yang sibuk mengobrol, Sarla mengeluarkan ponselnya, pura-pura sibuk bermain ponsel. Sementara telinganya menangkap pembicaraan dua orang tersebut.
"Sar." Sarla mendongak, menatap Tasya yang terlihat panik, Tasya menatap Sarla dengan sorot mata khawatir.
"Lo udah denger kabar kalo Fajar bunuh diri?" tanya Tasya.
Sarla mengangguk, menarik lengan Tasya pelan, mulai menjauh dari koridor yang sedikit ramai. Tempat tujuannya sekarang adalah koridor yang sepi. Sarla ingin berbicara leluasa dengan Tasya.
"Emang bener Sya, Fajar bunuh diri."
"Bener, mayatnya ada di ruang basket. Ada polisi juga di sana."
Sarla menghela nafas panjang, baru saja kemarin Sarla bertemu, baru saja kemarin Fajar menyatakan perasaannya di lapangan, dan baru saja kemarin Sarla menolak Fajar. Sekarang Sarla malah mendapatkan kabar mengejutkan.
Bagaimana Sarla tidak khawatir tentang Fajar?
"Gue gak nyangka Fajar bisa bunuh diri Sya, sebenernya dia ada masalah apa? sampai mau ngakhirin hidupnya kaya gini?"
"Gue juga gak ngerti, mending lo ke TKP sekarang, lo liat sendiri keadaanya gimana."
Sarla mengangguk, berjalan cepat meninggalkan Tasya menuju ruangan basket. Sarla menggeleng kuat, hari ini benar-benar mendapatkan 'kejutan' yang luar biasa. Otaknya bahkan tak sempat mencerna. Terlalu mengejutkan hal yang mengawali pagi ini.
Sarla merinding, takut, khawatir, perasaannya campur aduk, Sarla merasakan semuannya.
Di hadapannya sebuah ruangan dikerumuni oleh banyak orang, ruangan yang dibatasi oleh police line yang melintang di depan pintu. Sarla bergerak maju, menerobos kerumunan tersebut. Untung saja tubuhnya kecil. Sarla berhenti di depan pintu yang di jaga oleh dua orang Polisi.
Di dalam ruang basket ada Fajar yang sudah tidak bernyawa. Lehernya terdapat seutas tali. Wajahnya membiru dengan bola mata yang terbuka. Sarla membekap mulutnya tak percaya.
Sarla menggeleng kuat, tak sanggup lagi untuk melihat, dengan cepat Sarla mundur, segera menjauh dari sana. Biar bagaimanapun Sarla mengenal baik Fajar. Orang yang pernah mengisi hari-hari Sarla sebelumnya.
Sarla bersandar di dinding, tubuhnya lemas. Kakinya serasa tak bisa berdiri tegak. Masih tak percaya dengan apa yang terjadi hari ini. Mungkinkah ini hanya mimpi? Sarla menepuk pipinya kasar. Sakit, jelas ini bukan mimpi, ini nyata. Tapi mengapa Sarla masih tak bisa menerima kenyataan ini?
Sungguh jika ini mimpi Sarla ingin segera bangun, menyudahi hal buruk yang membuatnya takut. Namun sayangnya ini kenyataan dan Sarla harus menerima itu.
***
Next
Aku update lagi, ketemu lagi sama Blacklist, ini untuk awal, gimana perasaan kalian saat baca part ini.
Menurutmu orang yang Fajar temui siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret
Mystery / Thriller[CERITA SEDANG DI REVISI UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Jangan mudah percaya kepada siapapun." Tidak ada alasan spesial untuk murid biasa seperti Sagara Rafardhan melakukan penyelidikan di sekolahnya, kematian Fajar-sang ketua basket membuatnya pena...