Dia Mati

497 69 4
                                    

Selamat membaca, ada yang udah bisa tebak part ini isinya apa? Mohon krisarnya terimakasih ❤️

***

Upacara adalah hal yang paling tidak Sarla sukai, di mana dirinya dijemur berjam-jam di bawah teriknya matahari, belum lagi rasanya membosankan mendengar ocehan pembina upacara yang mengisi amanat, itu membuatnya lelah. Mereka bilang upacara tidak lama hanya setengah jam, tetapi nyatanya hampir satu jam upacara tidak kunjung selesai. Pembina sibuk berbicara di microfon, menasehati sebagian murid yang telat dan di hukum di barisan lain, juga menyinggung soal kebersihan sekolah. Terserah saja mau bicara panjang lebar pun Sarla yakin semua murid tidak akan menanggapi, percuma mau berbicara sampai mulut berbusa. Sarla mewakili murid-murid yang mengikuti upacara hanya ingin upacara cepat berlangsung, tidak macam-macam, pembina hanya memberi amanat sedikit namun tetap bermanfaat, jika begitu akan cepat bukan? Ini malah lama membuang-buang waktu, memakan jam pelajaran pertama yang nantinya akan berlangsung.

Sarla berdiri di barisan belakang, sengaja, karena dirinya bisa berjongkok, tubuhnya kecil memudahkan Sarla untuk berjongkok. Kakinya pegal, kepalanya panas meski tertutup topi, dirinya malas untuk berdiri. Sarla benci situasi ini. Dalam hati Sarla mengutuk pembina upacara yang tidak lain kepala sekolah, meskipun terkesan kasar tetapi siapa suruh menyiksa orang lain. Murid harus upacara setiap hari Senin, bukan cuma itu di tanggal-tanggal tertentu juga harus tetap melaksanakan upacara. Seperti saat ini.

Hari nasional membuat upacara semakin lama. Uh membosankan sekali. Sarla mengomel dengan suara pelan, tidak berhenti menyuruh Bapak kepala sekolah untuk menyudahi pidatonya. Sementara di sebelah kanan ada teman dari kelas lain, maklum Sarla hampir telat jadi Sarla berpisah dengan teman sekelasnya. Dirinya harus ikut barisan campur antar kelas yang Sarla sendiri tidak tahu.

Suara bapak kepala sekolah berhenti, Sarla bangkit dari duduknya karena tidak mendengar ucapan salam, namun tiba-tiba suara tersebut berhenti. Perempuan tersebut sedikit berjinjit menatap ke depan, di mana seorang guru menghampiri Pak kepala sekolah, mereka tengah berbincang serius, lapangan menjadi berisik, namun tidak ada yang melerai, baik guru maupun staf sibuk menatap kepala sekolah yang terlihat terkejut.

Sarla penasaran dengan apa yang terjadi. Perempuan tersebut menoleh ke belakang seorang anak perempuan dengan pakaian putih memasuki lapangan dengan wajah ketakutan.

"Ada mayat." Dua kalimat yang mampu membuat satu sekolah heboh, barisan mulai terpecah, sementara guru-guru meninggalkan lapangan, upacara belum selesai namun semua yang berada di lapangan fokusnya teralihkan. Penyaksian seorang petugas PMR yang menemukan mayat langsung membuat semuanya terkejut.

Sarla ikut terkejut, menatap ke arah belakang dengan bibir yang sedikit terbuka. Dirinya langsung keluar dari barisan menghampiri anak PMR tadi yang mulai dikepung oleh murid lainnya. Sarla menerobos barisan, dirinya berdiri tepat di samping perempuan tersebut.

"Mayat di mana Sa?" Sarla langsung bertanya. Kebetulan anak PMR tersebut Disa, salah satu teman sekelasnya.

Disa menatap Sarla. "Di rooftop, kayaknya jatuh dari rooftop, badannya tengkurap, kepalanya pecah, mukanya sama sekali gak bisa di liat karena ketutup sama darah, darahnya lumayan kering, gue rasa kejadiannya lumayan lama." Disa berucap panjang lebar, memberitahu informasi yang dilihatnya, dirinya setengah terkejut karena di tugaskan untuk mengecek beberapa kelas, barangkali ada murid yang tidak mengikuti upacara. Namun Disa malah bertemu mayat.

"Tapi pagi gak ada, kelas gue di atas, lewat tangga rooftop gue gak liat mayat."

Disa membuka mulutnya lebar. "Hah yang bener, gue barusan liat sumpah." Disa yakin dirinya melihat seorang mayat yang tergeletak di atas tanah.

Orang-orang terlihat terkejut, mereka memilih untuk pergi berjalan berbondong-bondong menuju rooftop penasaran dengan mayat tersebut, sekaligus ingin tahu siapa orang tersebut.

Sementara Sarla tetap berdiri memandangi Disa. Dirinya berpikir mengapa bisa ada mayat tiba-tiba, jika mayat tersebut dari pagi ada di sana, sudah pasti akan di temukan oleh murid yang berangkat pagi, namun mayat tersebut baru di temukan saat upacara.

Itu aneh, sementara Disa bilang mayatnya tidak terlihat seperti baru, kenapa rasanya ada yang janggal?

***

Sarla menutup mulutnya tidak percaya, menatap wajah seorang perempuan di penuhi dengan darah, dia Nadia teman sekelasnya. Sarla menggeleng pelan, terlalu mengejutkan. Rasanya baru kemarin Sarla melihat Nadia, mereka mengobrol tentang pelajaran, baru kemarin mereka tertawa bersama, tetapi hari ini Sarla melihat mayat Nadia dengan bersimbah darah.

Sarla berdiri di depan, di sampingnya ada Faqih yang berdiri sama terkejutnya dengan Sarla. Faqih menatap mayat tersebut lalu beralih menatap Sarla. "Kemarin gue piket sama Nadia, hari ini dia udah gak ada Sar." Faqih berucap pelan. Tidak menyangka, siapapun pasti akan terkejut, apalagi teman sekelas Nadia.

Sarla menatap kasihan, Nadia baik kepada siapapun perempuan tersebut dekat dengan teman sekelasnya, meski terkadang sering dengan laki-laki.

Sarla berjalan mundur, keluar dari barisan, diikuti dengan Faqih, mereka berjalan menuju kelas. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang membuka suara, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Sarla yang masih terlalu syok dengan kejadian pagi ini. Begitupun Faqih, laki-laki tersebut sama sekali tidak menyangka bahwa Nadia meninggal secara mengenaskan. Wajahnya hampir burak karena kepalanya pecah, tubuhnya merinding membayangkan mayat Nadia yang penuh dengan darah.

Dua orang murid SMA Nirwana meninggal tragis di sekolah tanpa di duga, selanjutnya apa? Kejadian demi kejadian begitu cepat terjadi sama sekali tidak di sangka.

Faqih menghentikan langkahnya, laki-laki tersebut mengangkat tangannya menyuruh Sarla untuk berhenti, mereka berhenti di depan ruang lab IPA, dua-duanya berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka.

Di dalam ada dua orang laki-laki saling bicara. Satu laki-laki asing dengan pakaian hitam, celana hitam, serta topi, sementara satu laki-laki lainnya menggunakan seragam sekolah. Itu Sagara. Siapa orang yang mengobrol dengan Sagara? Mereka tengah berbicara serius.

Faqih berdiri di depan Sarla, Sarla bersembunyi di punggung Faqih, laki-laki tersebut mengintip di celah pintu, mengamati interaksi kedua laki-laki di dalam saling berdiri berhadapan, berbicara dengan suara kecil.

Selama ini Faqih tidak tahu bahwa Sagara memiliki teman selain Faqih dan Gilang, Sagara jarang berbaur meskipun ramah tetapi sulit untuk dekat dengan orang asing, bahkan hanya Gilang dan dirinya yang bisa sedekat ini.

"Lo gak kenal siapa yang ngobrol sama Sagara?" Sarla berucap setengah berbisik.

"Gue gak tau Sar, gak pernah liat juga."

"Tapi gue kaya pernah liat orang itu." Sarla berucap tidak yakin, dari pakaian yang digunakan Sarla langsung mengingat orang asing yang mengikutinya serta yang Sarla temui di kamar mandi, pakaiannya sama serba hitam, meskipun orang yang Sarla temui memakai masker, juga pakaian mereka berbeda hanya warna yang sama.

Faqih menoleh ke belakang. "Lo pernah liat Sar?"

Sarla mengangguk cepat. "Gak lama waktu pulang sekolah gue diikutin, terus waktu gue sama Bunga di kamar mandi, gue ngeliat orang pake pakaian serba hitam."

Tanpa basa-basi Faqih meraih knop pintu tersebut ingin membukanya, dengan begitu Faqih bisa tahu siapa orang yang sedang mengobrol dengan Sagara di dalam.

***

Next

Makasih yang udah mau baca sorry kalo ada typo, jangan lupa tinggalkan jejak. Ada yang bisa tebak siapa yang ngobrol sama Sagara? Kemarin yang berhasil nebak Nadia bakal mati gimana? Tetep ngikutin alur ceritanya ya

The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang