Orang Asing

548 75 2
                                    

Selamat membaca mohon krisarnya terimakasih ❤️

Faqih Haslan

***

Hari ini kelas XII IPA 2 tidak ada guru yang mengisi pelajaran, alhasil kelas bebas. Menunggu pengumuman karena kelas akan dipulangkan lebih awal lagi. Sarla duduk di meja, menopang wajahnya dengan satu tangannya, menatap teman sekelasnya yang berisik karena sibuk mengobrol.

Suasana kelas memang ramai sekali, saling mengobrol, bermain game, bahkan ada pula yang tidur.

Sarla bernafas lega karena suara dari guru piket mengisi microfon sekolah, buru-buru perempuan tersebut mengambil tasnya, pulang sekolah Sarla akan pergi ke rumah Bunga bukan hanya berdua tetapi dengan Tasya juga. Mengingat Sarla sedang ketakutan, Sarla tidak ingin sendiri di rumah, Bundanya belum pulang mengajar, sementara Ayahnya memang belum pulang dari bisnis luar kota.

Semua anak berbondong-bondong keluar dari kelas. Tetapi lima orang memilih tetap berada di kelas karena jadwal piket. Ardi, Faqih, Nadia, Disa, Ratna, dan Dito. Mereka berlima terpaksa tetap berada di sekolah. Peraturannya memang sebelum pulang petugas piket harus terlebih dahulu membersihkan ruang kelas. Agar besok pagi kelas bersih dan bisa langsung dipakai untuk belajar.

Nadia duduk di kursi guru. "Kalian nyapu sama bersihin papan tulis, gue yang bagian ngepel, karena Minggu kemaren gue udah lap papan tulis," ucap Nadia sambil memainkan penghapus papan tulis.

Semua mengangguk setuju, mengambil sapu di pojok ruangan, sementara Faqih memilih mengambil penghapus, dirinya terlalu malas untuk menyapu, lebih gampang menghapus papan tulis.

"Gue temenin lo Ngepel Nad, lo bagian kanan gue kiri." Nadia mengangguk setuju. Sementara yang lain fokus menyapu. Faqih sendiri tidak butuh waktu lama untuk membersihkan papan tulis, karena papan tulis tersebut sudah bersih. Tidak perlu menunggu teman-temannya, laki-laki dengan jaket abu-abu tersebut langsung pergi keluar kelas.

Disa, Barga, dan Ratna selesai menyapu, mereka memilih pulang terlebih dahulu, siapa juga yang ingin berlama-lama di sekolah.

"Nad lo dulu yang ngepel." Ardi sang ketua kelas mengalah, menyodorkan lap pel di tangannya, Nadia memalingkan wajahnya dari ponsel menatap Ardi. "Lo dulu, gue terakhir, lagipula lo pulang dijemput 'kan?"

Ardi mengangguk mengikuti saran Nadia, memang setiap hari dirinya dijemput oleh sang Kakak, sebentar lagi juga Kakak Ardi akan ke sekolah, buru-buru Ardi menyelesaikan pekerjaannya, tidak mau membuat Sang Kakak menunggu terlalu lama.

Sementara Nadia fokus memainkan ponsel, di kelas mereka terdapat Wi-Fi alhasil Nadia betah duduk berjam-jam memandangi ponsel, membuka media sosial. Tangannya menscrolling beranda Instagram.

Hari ini sekolah sepi, karena memang polisi tidak ke sekolah, tetapi police line masih terpampang di ruang futsal sehingga ekskul tersebut harus berhenti untuk sementara waktu, bukan hanya eskul futsal tetapi semua eskul. Nadia sama sekali tidak memusingkan hak tersebut. Dirinya tidak mengikuti ekskul apapun jadi aman-aman saja. Lagipula Nadia bukan tipe perempuan yang memusingkan hal yang tidak penting, dirinya terlalu santai.

"Selesai Nad, nih gantian."

Nadia bangkit dari duduknya, menaruh ponsel di atas meja, mendekati Ardi dan mengambil lap pel di tangan laki-laki tersebut.

"Kalo mau balik duluan, balik gih, gue bisa sendiri." Nadia menatap Ardi, tahu betul bahwa Ardi akan menunggunya karena laki-laki tersebut berjalan ke meja guru untuk duduk.

"Gak papa gue tinggal?" Ardi bertanya tidak yakin meninggalkan Nadia sendiri.

"Santai aja, gue ngepel gak akan lama."

"Oke gue balik duluan, kalo ada apa-apa, lo bisa chat gue."

Nadia mengangguk, sepeninggalannya Ardi perempuan tersebut memilih mengambil ponsel, menyalakan musik dengan keras. Ruangan ini terlalu sepi. Mungkin di isi sedikit suara musik tidak begitu buruk.

Nadia berjalan ke belakang, mulai mengepal lantai di temani dengan suara musik, dirinya sesekali bernyanyi dan menari, tidak peduli dengan langit yang mulai sore, serta sekolah yang sepi tak berpenghuni.

***

Sial aku menyesal menyuruh Ardi pulang terlebih dahulu, alhasil aku di sini sendirian. Sekolah benar-benar sepi, langit juga menggelap, cuacanya mendung, sebentar lagi pasti akan turun hujan.

Aku duduk di meja guru, rupanya melelahkan juga mengepel lantai, memang tidak begitu luas ruangannya, namun karena tidak terbiasa melakukan pekerjaan seperti itu membuat tubuh menjadi lelah.

Aku duduk bersandar. Mematikan musik di ponsel, mengambil air di atas meja dan meneguknya. Menoleh ke depan. Jam 04.00 cukup sore. Buru-buru aku mengambil tas lalu pergi ke luar kelas. Mengingat cuaca yang mendung, tak mau jika terjebak hujan di sini.

Ruang kelasku memang cukup jauh karena letaknya paling ujung, perlu menuruni dua lantai hingga sampai di parkiran. Hari ini aku tidak membawa kendaraan, aku akan pulang naik bus mungkin.

Sepanjang perjalanan hanya diisi suara sepatuku yang menggema karena memang sunyi, kenapa saat seperti ini sekolah terlihat sangat menyeramkan, Bulu kudukku berdiri, aku sedikit ketakutan saat melihat sekitar. Di tambah mengingat kematian Fajar, aku semakin takut.

Jantungku tidak berdetak normal, aku terus melangkah secepat mungkin, kenapa rasanya dari sini menuju gerbang begitu jauh? Aku menoleh ke belakang bergantian menoleh ke depan,

Langkahku terhenti begitu mendengar suara langkah kaki lain, suaranya pelan, aku mendengarnya samar-samar, apa mungkin ada orang lain di sini? Aku menoleh ke sekeliling mencari asal suara tersebut, tetapi sialnya aku tidak menemukan apapun. Aku semakin ketakutan karena perlahan suara tersebut terdengar jelas dan semakin mendekat.

Aku membulatkan mata begitu melihat seseorang dengan pakaian serba hitam berjalan dari arah koridor samping kanan, kepalanya menunduk aku tidak dapat melihat jelas siapa orang itu karena wajahnya juga tertutup masker. Aku menatap orang tersebut, mulutku terbuka karena aku melihat dia membawa sesuatu, sebuah benda tajam berupa pisau, jantungku berdegup semakin cepat, oh ada orang lain di sini berjalan ke arahku sambil membawa benda mengerikan, buru-buru aku berlari keluar. Otakku rasanya tidak berjalan normal, yang ada di pikiranku hanya bagaimana caranya untuk menghindar. Aku berlari tidak tentu arah, masuk ke setiap lorong yang aku temui. Dan sialnya aku malah terjebak karena bukannya pergi menuju gerbang, aku kembali masuk ke dalam lapangan.

Jantungku berdetak tak karuan, aku menoleh ke belakang, orang tersebut berjalan santai tepat di belakangku dengan jarak yang lumayan jauh.

Aku menggeleng, demi apapun aku takut, aku semakin berlari cepat, bersembunyi di lorong, berhenti sebentar untuk mengatur nafas. Aku menoleh kembali ke belakang, sialnya orang tersebut masih berjalan menghampiriku, segera mungkin aku berlari. Aku paksakan kakiku untuk berlari cepat, aku sungguh takut, bagaimana bisa aku berpikir positif sementara orang tersebut berkeliaran dengan membawa sebuah pisau.

Di depanku hanya ada sebuah tangga, aku terjebak di dalam lorong ini, tangga tersebut satu-satunya penghubung antara ruang kelas IPS dan rooftop, tak mau ambil pusing aku berjalan menaiki tangga tersebut, aku harus bersembunyi semoga dia tidak menemukanku.

Semoga dia segera pergi, aku ketakutan, dan sialnya aku terjebak di sini tanpa tahu bagaiman caranya untuk keluar.

***

Next

Makasih yang udah mau baca sorry kalo ada typo. Sengaja pake point of view orang pertama, karena awalnya aku mau buat pake point of view orang ketiga ternyata hasilnya gak begitu bagus. Jadi yaudah deh begini akhirnya. Semoga kalian suka.

The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang