Selamat membaca mohon krisarnya terimakasih ❤️
Tasya Adijaya Malinda
***
Sepulang sekolah semua murid langsung buru-buru keluar dari gerbang, akibat kematian Fajar. Tidak ada lagi murid yang betah berlama-lama di sekolah. Tidak ada eskul untuk sementara waktu karena polisi yang sibuk mengurus kasus kematian Fajar.
Sekolah tidak seperti sebelumnya. Tidak sedikit murid yang takut dengan kematian Fajar. Mereka lebih berpikir bahwa kematian Fajar yang tidak wajar akan menjadi roh gentayangan yang menghantui sekolah.
Sangat klasik tetapi memang banyak yang meyakini hal itu. Terlebih Fajar Meninggal di sekolah dengan mengenaskan. Bukan cuma Sma Nirwana tetapi sekolah lain sudah mengetahui berita yang tersebar di banyaknya media sosial. Semua koran, berita, menyangkut kematian tragis Fajar.
Jika itu terjadi di sekolah kalian? Apa yang kalian rasakan? 90% akan menjawab takut namun sisanya berkata lain. Begitupun dengan Sagara. Satu-satunya laki-laki yang masih tersisa di ruang kelas. Laki-laki tersebut duduk di bangkunya, menatap buku catatan penuh coretan. Tangan satunya menggenggam sebuah ponsel yang di dekatkan ke telinga.
Sagara berbincang melalui via telepon, tetapi pembicaraannya menarik perhatian. Bukan seperti hal biasa. Sagara membahas kematian Fajar dengan sang penelepon. Siapapun yang mendengarnya pasti penasaran.
Bukan pembicaraan seperti informasi, Fajar meninggal di sekolah karena bunuh diri, tetapi lebih rinci seperti kapan Fajar meninggal, bagaimana keadaan saat meninggal, alat yang digunakan Fajar untuk bunuh diri, bahkan informasi lain yang banyak tidak di mengerti.
Sagara memutuskan sambungan teleponnya begitu langkah kaki terdengar mendekat, dua orang perempuan memasuki kelas, satu diantara wajahnya memucat, sementara satu lagi nafasnya tersenggal.
"Belum pulang?" tanya Sagara sekenanya.
Bunga mengangguk, mengambil kunci motor yang tertinggal di kolong meja. Untung tidak ada yang mengambil kunci tersebut.
"Lo sendiri belum pulang?" Tanya Bunga sedikit berbasa-basi.
Sagara diam sebentar. "Masih ngerjain tugas?" ucapnya seperti tidak yakin.
"Tugas?" Ulang Bunga menatap Sagara.
"Iya tugas, emangnya kenapa?"
"Tumben murid kayak lo ngerjain tugas."
Sagara tidak menjawab, matanya menatap gerak-gerik dua perempuan tersebut, Bunga yang mencengkram lengan Sarla, sementara Sarla yang bergerak tidak nyaman, matanya menoleh ke sekeliling seperti mencari sesuatu.
"Gue pulang duluan Gar. Jangan sore-sore di sekolah, gerbang gak lama lagi ditutup."
Sagara mengangguk, kembali fokus pada buku catatannya. Sementara kedua perempuan tersebut berjalan cepat keluar dari kelas menuju gerbang.
"Lo denger Sagara nelpon sama orang lain?" tanya Bunga menatap Sarla.
Sarla mengangguk cepat, dirinya mendengar jelas apa isi pembicaraan Sagara dengan sang penelepon.
"Gue sedikit curiga," ucap Bunga pelan.
"Jangan ambil kesimpulan, lo mikir apa Bunga? Mungkin aja Sagara nelpon sama temennya terus mereka bicarain kasusnya Fajar, itu gak aneh, sekarang berita itu bukan hal tabu, di mana-mana orang terang-terangan bahas mayatnya Fajar."
"Gue tau tapi gak aneh bahas orang yang meninggal, bukan gitu, ini bukan cuma sekedar pembahasan biasa. Lo denger 'kan Sagara ngejelasinnya rinci banget, seolah emang dia tau tentang kematian Fajar. Gue aja pas liat Fajar terakhir kali di ruang futsal, sama sekali gak nampak Sagara."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret
غموض / إثارة[CERITA SEDANG DI REVISI UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Jangan mudah percaya kepada siapapun." Tidak ada alasan spesial untuk murid biasa seperti Sagara Rafardhan melakukan penyelidikan di sekolahnya, kematian Fajar-sang ketua basket membuatnya pena...