Siapa Dafa?

376 61 3
                                    

Selamat membaca mohon krisarnya terimakasih ❤️

Sarla Archandra Naomy

Sarla Archandra Naomy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

Keadaan kelas semakin tidak terkendali, murid kelas mulai heboh saat mengetahui isi hadiah yang Bunga dapatkan, bagian jari manusia. Semua murid menatap Bunga yang masih duduk dengan lemas. Di samping Bunga. Faqih mengusap bahu Bunga untuk menenangkan.

Bunga langsung panik dan terkejut, di tambah Sarla yang pingsan secara mendadak. Perempuan tersebut masih terlihat syok.

"Bunga siapa yang ngasih kotak ini." Sagara berdiri di hadapan Bunga, memaksa Bunga untuk berbicara, sejak tadi Sagara sudah menanyakan siapa pemberi kotak tersebut. Namun Bunga tetap diam. Sagara kesal.

"Bunga kasih tau gue siapa yang ngasih lo ini."

Lagi, Bunga tidak menjawab, pandangannya kosong, menatap ke depan. Sementara kedua tangannya saling bertautan.

"Bunga lo denger gak sih!"

Sagara mengguncang bahu Bunga dengan pelan, dengan setengah berteriak Sagara kembali menanyakan hal yang sama.

"Gar lo gak liat Bunga masih syok, berhenti nanya ke Bunga, liat kondisi dia." Faqih langsung berdiri di hadapan Sagara, mendorong pelan dada Sagara dengan telunjuknya.

"Gue cuma nanya, apa susahnya sih jawab." Wajah Sagara memerah. Laki-laki tersebut berbicara dengan nada tinggi, menatap Faqih dengan sorot mata tajam. Semua tau saat ini Sagara sedang tersulut emosi.

"Kalo mau nanya liat kondisi dulu, Bunga juga gak tau siapa yang ngasih kotak itu."

Sagara tidak menjawab saat ini matanya menatap ke arah Tasya. "Sya lo tadi liat kan siapa yang ngasih kado ke Bunga?"

Tasya menelan salivanya menatap ke arah Sagara lalu mengangguk kecil. Wajah Tasya langsung pucat, lebih ke arah takut karena perubahan Sagara. Tidak biasanya Sagara terlihat seperti ini. Tiga tahun sekelas dengan Sagara, pertama kalinya Tasya melihat Sagara marah.

"Jelasin ciri-cirinya!"

"Laki-laki, tinggi, kulitnya tan, pake jaket marun." Perlahan Tasya mengingat kembali orang yang mencari Bunga.

"Apa lagi yang lo inget." Sagara mendesak Tasya, mencoba menggali informasi tentang laki-laki tersebut.

Tasya kembali berpikir, mata perempuan tersebut terpejam. "Namanya Dafa." Tasya berseru pelan. Laki-laki tadi bernama Dafa, Tasya mengingat name tag yang laki-laki tadi gunakan.

Sagara langsung berlari keluar kelas, di belakangnya ada Gilang yang mencoba mengejar Sagara. Gilang tau Sagara sedang marah. Gilang takut Sagara hilang kontrol.

Sagara berjalan keluar kelas, menyusuri koridor yang sedang ramai karena kebetulan jam istirahat pertama. Secepat mungkin Sagara mencoba melangkah. Matanya tidak henti menatap ke sekeliling, mencari laki-laki dengan ciri-ciri yang Tasya sebutkan.

Laki-laki tersebut langsung bergerak ke kantin, istirahat adalah waktu dimana semua murid pergi ke kantin. Di sekolahnya terdapat tiga kantin, masing-masing kelas memiliki kantin sendiri. Kelas dua belas, sebelas, atau sepuluh, mereka mempunyai kantin sendiri.

Sementara kelas dua belas berada di lantai tiga. Kelas sebelas berada di lantai dua, dan kelas sepuluh berada di lantai satu. Tidak sulit bagi Sagara menemukan laki-laki tersebut. Laki-laki yang menemui Bunga bukan dari angkatan kelas dua belas, jika satu angkatan dengannya sudah pasti Bunga dapat mengenalinya. Sementara sekarang Sagara menyimpulkan bahwa laki-laki tersebut anak kelas sebelas atau mungkin kelas sepuluh.

Tak mau buang waktu, Sagara turun dari tangga menuju lantai dua. Laki-laki tersebut menyusuri koridor, masuk ke dalam kantin yang ramai.

Sagara berhenti melangkah, berdiri menatap seisi kantin, matanya menyipit, senyum kecil terbit di bibirnya, dengan cepat Sagara berjalan memasuki kantin lalu berdiri tepat di hadapan seorang laki-laki dengan jaket marun.

"Lo anak yang tadi ngasih Bunga kotak kan?" Tanpa basa-basi Sagara langsung menanyakan hal tersebut. Sementara jelas anak laki-laki di hadapannya terlihat terkejut karena kedatangan Sagara.

"Jawab! Maksud lo apa ngasih kotak ke Bunga?" Sagara mendorong dada Dafa hingga punggung Dafa menabrak dinding.

Kondisi kantin yang ramai membuat mereka menjadi pusat perhatian, namun tidak ada yang mau melerai atau ikut campur, mereka lebih memilih menyimak. Takut jika mereka melerai akan kena masalah.

"Lo bisu? Lo tau isi kotak itu apa! Apa maksudnya." Sagara geram, Dafa tidak menjawab pertanyaannya. Laki-laki tersebut hanya diam sambil menundukkan kepalanya. Sagara mengacak rambutnya frustasi. Tangannya terkepal ingin melayangkan bogeman ke wajah Dafa. Namun secepat kilat Gilang menahan tangan Sagara.

"Gar lo bisa masuk BK kalo kaya gini."

Sagara menoleh ke arah Gilang. "Gue gak peduli, gue udah tanya baik-baik dia gak jawab, sedikit pukulan di wajahnya gak akan bikin dia sekarat."

"Lo masih bisajawab kenapa lo ngasih kotak ke Bunga, lo punya hubungan apa!" Sagara berteriak, suaranya terdengar frustasi. Wajahnya semakin memerah. Urat-urat lehernya menonjol. Mata Sagara menatap tajam. Tapi tetap Dafa diam tidak menjawab, sejak tadi tidak menatap Sagara.

"Gar udah, lo bisa di amuk Bu Silvi." Gilang menarik seragam Sagara. Mereka sudah menjadi tontonan, Gilang takut ada yang melaporkan kejadian ini kepada guru.

"Lang lo tau kan isi kotaknya apa? Lo gila kalo gue diem aja." Sagara berucap dengan pelan.

"Gue tau tapi gak harus kayak gini, percuma lo desak sampai kapanpun, pake otak lo jangan cuma pake emosi."

Sagara mengatur nafasnya, menghembuskan nafasnya beberapa kali untuk mengontrol emosinya. Sagara jelas marah. Kasus kemarin membuat Sagara frustasi. Sagara tetap mencari siapa pelaku yang membunuh tiga orang dari murid di sekolahnya.

Sagara tidak akan membiarkan orang tersebut bebas berkeliaran, sementara sebagian siswi masih ketakutan, kini salah satu teman sekelasnya mendapatkan kiriman kotak dengan isi jari manusia. Bagaimana bisa Sagara mengabaikannya. Jelas ini harus Sagara selesaikan.

Sagara menatap Dafa dengan tatapan kesal. Tangannya mendorong kasar tubuh Dafa hingga laki-laki tersebut kehilangan keseimbangan dan jatuh di atas lantai. Sagara beranjak pergi meninggalkan kantin yang masih ramai. Sementara Gilang tetap mengikuti Sagara dari belakang. Gilang mengejar langkah Sagara berusaha menyeimbangkan langkah mereka, hingga Gilang berhasil berdiri di samping Sagara.

Sagara memainkan ponselnya, jari-jarinya dengan cepat mengetik di atas keyboard menekan digit angka.

"Lang lo ke kelas duluan." Sagara berhenti melangkah. Gilang mau tak mau mengikuti Sagara. Mereka berdiri di koridor saling berhadapan.

"Lo mau kemana?"

"Pulang." Sagara langsung berjalan kembali menuju tangga. Di belakangnya Gilang meneriaki namanya memanggil nama Sagara, Sagara sama sekali tidak peduli, tetap melanjutkan langkahnya menuruni anak tangga.

"Gar lo jangan gila."

"Sagara."

"Sagara."

Gilang terus berteriak, hingga Sagara benar-benar turun dari anak tangga berjalan menuju parkiran. Laki-laki tersebut mengabaikan guru piket yang sedang berjaga.

Bu Vio menegur Sagara mengejar Sagara di belakang, Sagara tetap berjalan menuju motornya. Dengan cepat Sagara menaiki motor tersebut, tak butuh waktu lama motor tersebut melesat meninggalkan area sekolah. Di gerbang sekolah ada Pak satpam dan Bu Vio yang meneriaki namanya.

***

Next

Makasih yang udah mau baca, sorry kalo ada typo. Jangan lupa tinggalkan jejak. Petunjuk baru nih, Sagara dapet pencerahan. Nanti kita bakal ngepoin Dafa. Ups spoiler dikit gapapa kan?

The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang