Kecurigaan

642 97 3
                                        

Selamat membaca mohon krisarnya makasih ❤️

Gilang Pramudiasnyah

***

Kenapa Fajar bisa bunuh diri, sebenarnya ada masalah apa? Bukankah bunuh diri itu perbuatan dosa? Tidak seharusnya Fajar melakukan hal tersebut. Jika memang Fajar memiliki masalah, seharusnya bisa diselesaikan terlebih dahulu.

Pertanyaan demi pertanyaan terus terngiang-ngiang di otak Sarla. Sarla duduk termenung di kelas. Menatap kosong buku catatan di hadapannya, ini memang bukan masalahnya, namun banyak anak yang berasumsi bahwa Fajar bunuh diri karena Sarla menolaknya. Bukan hanya kebetulan, tapi memang kejadiannya bisa dibilang seperti itu.

"Sar, lo mau ke kantin? Ada menu baru hari ini." Bunga menatap Sarla, alisnya terangkat, Sarla sama sekali tidak menggubrisnya.

"Sarla."

"Sarla." Baru ketika Bunga menepuk keras bahu Sarla, Sarla menoleh ke arah Bunga. "Kenapa?"

"Lo kenapa sih? Dari tadi ngelamun terus?"

Sarla menggeleng. "Nggak kenapa-kenapa, lo kalo mau ke kantin duluan aja sama Tasya, gue mau di sini."

"Lo yakin? Mau nitip gak?"

"Nggak makasih, gue lagi males makan."

Bunga mengangguk, segera beranjak dari duduknya, meninggalkan Sarla sendiri di dalam kelas. Sepeninggalannya Bunga, Sarla kembali melamun, memikirkan semua asumsi-asumsi yang terus tertuju kepadanya, seakan memang benar bahwa alasan Fajar mengakhiri hidupnya karena memang Sarla.

"Lo gak ke kantin?" Sarla menoleh, Faqih duduk di sampingnya, menatap Sarla seperti biasanya.

"Males."

"Tumben"

"Gue gak mood."

Faqih mengangguk, memilih melipat kedua tangannya di atas meja, menyembunyikan kepalanya di atas lipatan tangannya. Memejamkan mata, sembari menikmati keadaan kelas yang menurutnya begitu damai, sepi, begitu menenangkan.

"Faqih, soal kejadian Fajar kemarin, menurut lo gimana?"

Faqih menoleh ke arah Sarla. Masih pada posisinya. Menatap Sarla dengan satu alis terangkat. "Maksud lo?" tanyanya tak mengerti.

"Anak-anak bilang Fajar bunuh diri karena gue?"

Seketika hening, namun detik kemudian Faqih tertawa kencang, Sarla mengerutkan keningnya, menatap Faqih tak mengerti Memangnya ada yang lucu?

"Lo terlalu percaya diri, sampe bilang kayak gitu."

"Bukan gue yang bilang, tapi anak-anak."

"Lo percaya? Lo kenal Fajar kan? Memangnya secantik apa sih lo, sampe cuma gara-gara ditolak Fajar sampe bunuh diri. Dia bukan laki-laki bodoh."

Benar yang dikatakan Faqih, Fajar bukan laki-laki seperti itu, ukuran laki-laki pintar tidak memikirkan hal dangkal tersebut. Apalagi Fajar termasuk laki-laki yang berpikiran dewasa. Mengambil keputusan dengan matang. Tidak mungkin hanya karena Sarla Fajar melakukan semuanya.

"Anak kelas ngomongin gue, padahal gue gak tau apa-apa, lo tau kan gue juga ngerasa bersalah karena kemarin nolak Fajar." Sarla menunduk lesu, namanya langsung heboh karena murid Sma Nirwana membicarakannya. Bukan tanpa sebab, kematian Fajar yang aneh, di tambah soal kemarin saat Fajar menembaknya di lapangan, belum lagi popularitas Fajar, kapten basket sekolah, sebagian merasa terpukul karena kematian Fajar.

"Gak usah lo tanggepin, kadang orang emang suka ngambil kesimpulan tanpa tau yang sebenernya. Tapi kalo kemarin lo nerima Fajar, sekarang lo bisa jomblo lagi, padahal belum satu hari jadian."

Sarla memukul kepala Faqih dengan buku yang dilipat. "Bisa-bisanya lo mikir kayak gitu, lo tau kan Fajar udah meninggal, gak baik gosipin orang yang udah meninggal, arwahnya gentayangan terus datengin lo, mampus."

"Lo dulu yang mulai."

Sarla menghembuskan nafas lega, setelah menceritakan apa yang mengganjal di hatinya, sedikit beban yang Sarla rasakan bisa terangkat, apalagi jika menceritakannya kepada Faqih. Satu-satunya murid laki-laki di kelas yang sangat dekat dengannya.

Karena mereka sudah lama saling mengenal, rumah mereka juga berdekatan, dan karena Faqih berpacaran dengan Bunga. Sarla lebih dekat dengan laki-laki tersebut.

Sarla merasa percaya jika menceritakan masalahnya. Lagipula Sarla merasa sangat nyaman saat berada di samping Faqih.

***

"Sar lo udah baca grup kelas?" Sarla menghentikan gerakan tangannya, semula tangannya fokus membasuh wajahnya kini teralihkan. Wajahnya menatap ke samping di mana seorang perempuan berambut hitam lurus menatapnya cemas.

"Kenapa emangnya?" tanya Sarla sedikit penasaran, hari ini dia terlalu sibuk mengikuti pelajaran di kelas sampai tidak membuka ponsel sama sekali.

"Anak IPA ngomongin lo, khususnya angkatan kelas dua belas. Mereka ngira Fajar bunuh diri karena lo." Bunga menatap Sarla. Kejadian hari ini bukan cuma Sarla yang terkejut tetapi satu sekolah.

"Udah gue duga, kejadiannya persis setelah gue nolak Fajar, gue jadi ngerasa bersalah."

"Tapi tetep aja Fajar bunuh diri gak ada yang tau apa penyebabnya, sekarang kita cuma bisa berdoa."

Sarla mengangguk, kembali menatap cermin di depan, memoles sedikit lipstik di bibirnya yang pucat. Mata Sarla melotot menatap cermin. Perempuan tersebut berdiri kaku bagaikan patung.

Bunga menatap Sarla aneh. Sarla seperti ketakutan, matanya tidak lepas dari cermin. Bibirnya sedikit terbuka. Wajahnya memucat.

"Ada orang di sini," bisik Sarla sekecil mungkin. Dirinya melihat pantulan orang lain di dalam cermin, orang tersebut berada tepat di belakangnya, menatapnya, semua tubuhnya di lapisi kain berwarna hitam. Baju hitam hingga lutut, celana hitam ketat, topi hitam dilapisi tudung serta masker, hanya sepasang mata yang bisa Sarla lihat.

"Maksud lo?" Bunga tidak mengerti apa yang Sarla ucapkan.

Sarla menolehkan kepalanya ke belakang memastikan kembali penglihatannya. "Kita gak berdua di sini, ada orang lain." Suara Sarla gemetar. Dirinya begitu takut apalagi sejak saat Sarla tahu bahwa ada yang mengikutinya di sekolah.

"Jangan bercanda Sar. Ini gak lucu." Bunga juga sedikit terkejut, wajah Sarla benar-benar ketakutan, tetapi Bunga tetap menganggapnya sebagai candaan. Dirinya tak mau panik.

"Gue gak bercanda, ada orang lain di sini, dia,-" Suara Sarla berhenti. Bunga menarik lengan perempuan tersebut untuk segera keluar dari toilet. Keduanya berjalan cepat meninggalkan toilet tersebut.

Jantung Sarla berdegup cepat, samar-samar bayangan orang berbaju hitam tersebut memenuhi otaknya. Membuat Sarla semakin ketakutan.

Sarla menoleh ke belakang, tidak ada apa-apa, hanya ada bilik-bilik toilet yang sepi. Tetapi tadi tidak mungkin salah lihat, jelas ada orang lain selain mereka berdua. Sarla tidak tahu jelas siapa orang itu, perempuan atau laki-laki, perawakannya tidak dapat Sarla kenali.

Bunga melepaskan cengkraman di tangan Sarla. Perempuan berambut panjang tersebut menundukkan tubuhnya. Mengatur nafasnya yang tersengal.

"Kita aman," ucapnya sambil menatap ke sekeliling dimana sudah banyak orang karena mereka berada di lapangan basket.

"Gue takut," ucap Sarla kembali melirik kebelakang.

"Ada gue lo tenang aja."

"Kemarin ada orang yang ngikutin gue pas pulang sekolah, sekarang gue ngeliat orang aneh di kamar mandi. Bunga gue ngerasa .... seperti diawasi."

"Lo kebanyakan nonton film horor Sar. Mungkin yang tadi lo salah liat."

Sarla tidak menghiraukan ucapan Bunga, dua kejadian yang saling berhubungan terjadi berturut-turut dalam dua hari. Sarla tidak mungkin salah lihat.

***

Next

Makasih yang udah baca, jangan lupa tinggalkan jejak, bisa kalian tebak siapa yang ngikutin Sarla dari kemarin?

The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang