12. Shock

2.2K 127 9
                                    

“Katherine. Kamu di minta untuk mengantarkan kopi ke ruangan Tuan.”

Suara seorang wanita yang juga bekerja sepertinya, membuat Kathe yang tadinya mencuci gelas, meletakkan gelas itu di tempatnya.

“Aku? Kenapa harus aku? Aku ‘kan masih karyawan baru,” jawab Katherine.

“Entah. Tapi begitu yang aku dengar. Karyawan bernama Katherine lah, yang harus membuatkannya minum.”

Katherine diam sejenak. Aneh juga, di hari pertamanya bekerja sebagai karyawan, bos besarnya sudah order minuman dan hafal namanya.

Wanita itu menghembuskan napasnya pelan. “Kamu masih ingat ‘kan aturannya? Jika salah satu dari kita membuat masalah, maka semua akan terkena imbasnya. Jadi tolong. Jangan banyak bertanya, dan lakukan saja apa-apa yang sudah menjadi tugasmu. Pekerjaanmu Katherine. Paham?”

Kathe mengangguk. Ya. Dia ingat aturan penting itu. Seharusnya dia tidak banyak bertanya. Ibaratnya, semua nasib karyawan yang satu bergantung dengan karyawan yang lainnya. Dan tidak bisa dia pungkiri, jika dia juga termasuk dalam penentu nasib pekerjaan karyawan yang lainnya.

Kathe segera membuat kopi yang di pesan. Memastikan takaran dan rasanya pas. Dia tidak mau membuat kesalahan di hari pertamanya bekerja. Setelah selesai, Kathe segera menaiki lift khusus karyawan. Dan sampailah dia di depan pintu sebuah ruangan yang katanya angker karena penghuni di dalamnya menyeramkan bagai—setan.

Kathe menarik hembuskan napasnya beberapa kali. Mencoba mengenyahkan pikiran-pikiran negatif yang berlomba memenuhi otaknya. Apa dia takut? Tentu saja tidak. Se menakutkan apa pun orang yang akan ditemuinya di dalam sana, dia tetaplah orang dan tidak mungkin memakannya hidup-hidup. Lalu apa yang Kathe khawatirkan? Entahlah—Kathe merasa ada aura permusuhan di dalam sana yang akan membuatnya menyesal karena sudah memilih langkah ini.

Katherine meyakinkan dirinya. Tangannya terulur untuk mengetuk pintu. Tapi, belum sampai tangan Kathe  menyentuh pintu, pintu itu sudah lebih dulu terbuka, dan muncullah seorang pria yang dikenalinya.

“Dia?” lirih Kathe—pelan.
Dia Edlise. Pria yang selalu setia mendampingi sang king ke mana pun pergi.

Edlise yang baru keluar dari ruangan tuannya, tentu saja merasa senang bertemu dengan Kathe di sana.

“Anda?” suara Kathe menggantung. Belum bisa memahami kenapa pria itu berada di sini.

Edlise menetralkan wajahnya se datar mungkin. “Cepat masuk! Tuan sudah menunggu pesanannya. Ingat! Jangan buat kesalahan jika kamu tidak mau teman-temanmu kehilangan pekerjaan.”

Edlise melihat Kathe mengangguk dan segera masuk. Setelahnya, sebuah senyuman lebar terbit di bibirnya. Sepertinya, tantangan kali ini, akan dia menangkan. Edlise yakin. Kathe tidak akan mau mengorbankan nasib orang lain. Wanita itu sudah terbiasa berkorban sendiri untuk membuat orang lain bahagia dan baik-baik saja.

Dan tuannya? Mungkin, bersiap-siap lah untuk kalah dan menuruti 3 permintaan sebagai hukumannya.

**
Dengan langkah pasti, Kathe masuk ke sebuah ruangan yang sunyi senyap bagai tak berpenghuni. Namun, bisa dia lihat jelas. Di depannya kini, berdiri seorang pria dengan setelan jas mahal yang sedang menatap ke luar jendela besar yang ada di sana.
Tubuhnya yang tegap, dengan rambut yang tersisir rapi, membuat Kathe penasaran dengan rupa atasannya yang terkenal dingin dan menakutkan.

“Tuan, ini pesanan Anda,” ucap Kathe dengan sopan setelah mengumpulkan banyak keberanian. Dia pun meletakkan kopi yang dia bawa ke atas meja, dan mundur 2 langkah setelahnya.

Suasana sangat hening. Belum adanya respons dari tuannya yang masih setia menatap keluar jendela itu, membuat Kathe gugup dengan jantung berdebar. Ingin rasanya dia segera pergi dari sana. Tapi, bagaimana bisa jika tuannya belum memberikan titah?

Pria itu memutar tubuhnya. Dan entah disengaja atau tidak? Tatapan mereka bertemu.

Kathe tercengang. Mendadak tenggorokannya seperti tercekat sesuatu. Seolah, disiram dengan air es berjuta-juta liter dengan suhu min derajat celsius, tubuh Kathe membatu dengan raut wajah pucat pasi.

Astaga, kenapa dia berusaha keluar dari sarang buaya, tapi justru masuk ke kandang singa?

“Senang bertemu kau—wanita pembangkang, pemberontak dan—menyebalkan!” sambut Maxime dengan senyuman lebar. Akhirnya, wanita yang menolak tawarannya mentah-mentah, kini berdiri di depannya, tentunya dengan seragam karyawan perusahaannya.

“Menjilat ludah sendiri huh?!”
Jantung Katherine berpadu cepat. Semoga saja, perkiraannya jika pria songong itu adalah atasannya, 100% salah. Jika iya? Entah, apa yang harus dia lakukan?

Malu? Tentu saja. Jika benar tempat bekerjanya ini adalah perusahaan pria itu, mau ditaruh di mana muka cantiknya ini? Kathe masih ingat, beberapa hari yang lalu dia pernah menolak mentah-mentah tawaran pria itu lengkap dengan sumpah serapahnya.

“Kamu? Bagaimana kamu bisa berada di sini? Jangan-jangan kamu adalah—“

“Bos besar, pemilik perusahaan ini. Atasan yang menggaji kamu, dan harus kamu hormati. Jadi, jaga sikap kamu jika tidak ingin aku tendang keluar!”

Max menyeringai licik—penuh kepuasan yang terselip di dalamnya. Akhirnya, dia bisa mengunci mulut wanita pembangkang di depannya.

Katherine menelan salivanya kasar. Yang dia takutkan, menjadi kenyataan. Tapi, mau bagaimana lagi? Dia tidak mungkin keluar dari pekerjaan ini dan mengorbankan nasib karyawan lain. Dia menjadi serba salah sekarang. Bertahan di sini, sama saja dia mempermalukan dirinya. Tapi, pergi dari tempat ini, akan membuat orang lain kehilangan pekerjaan seperti kata Edlise tadi.

“Bekal apa yang kamu miliki sampai nekat bekerja di perusahaan ini?” ujar Maxime sambil duduk di meja kekuasaannya dengan tangannya yang masuk ke dalam saku celana. Matanya menyorot tajam. Tak mau lepas dari sosok wanita yang saat ini berdiri kaku dengan kepala tertunduk. Max tau, wanita itu merasa dirinya di tipu. Katherine pasti sedang merangkai kata-kata untuk keluar dari kantornya. Dan dengan senang hati, Max akan membuat Kathe benar-benar angkat kaki dari kantornya saat ini juga. Seperti kesepakatannya dengan Edlise. Dia tidak akan pernah dalam memenangkan pertandingan.

“Sepertinya, kamu merasa sudah di tipu. Hahaha ... “ Max tertawa pelan. Tawa yang membuat Kathe ingin menghampiri pria songong itu, dan melemparnya ke luar jendela. Jika bukan karena memikirkan nasib teman-temannya, Kathe tidak akan menebalkan kulit mukanya dengan tetap berada di sana.

“Oke. Aku akan memberikan dua opsi yang harus kamu pilih sekarang,” ucap Max sambil lalu bangkit dan mendekati Katherine yang masih terdiam di tempat. “Pertama, kamu bisa angkat kaki dari sini sekarang. Atau, memilih bertahan dengan segala duka menjadi karyawan di kantorku? Bagaimana?” lanjut Max dengan Seringaian penuh kepuasan. Jangankan beberapa jam, satu jam dari sekarang dia bisa membuat wanita di depannya keluar dengan berpakaian rasa malu. Dan Edlise? Edlise harus siap-siap menerima kekalahannya dan menuruti 3 permintaan yang sudah mereka sepakati sebelumnya.

Katherine memegang nampan dengan tangan berkeringat. Pria di depannya mengatakan, dia harus bertahan dengan segala duka menjadi karyawan. Apa hanya duka? Tidak adakah rasa suka yang menantinya? Tapi, mau bagaimana lagi? Dia sudah terlanjur menjadi salah satu bagian yang memegang garis nasib karyawan lainnya. Jadi, sebanyak apa pun duka yang pasti pria itu berikan untuk membalasnya, dia akan bertahan sebanyak itu juga. Lagi pula, dia sudah terbiasa berjuang sendiri, dan memilih jalan ini, mungkin lebih baik dari pada merelakan dirinya di jual ke tempat pelacuran itu.

“Saya memilih opsi ke dua. Silakan Anda memberikan saya banyak kesusahan. Tak apa, asalkan Anda memberikan saya gaji seperti biasa.”

Jawaban tegas Katherine, membuat Maxime berdecih pelan. Prediksinya salah, dan sepertinya untuk tantangan kali ini, dia harus bersiap-siap untuk menerima kekalahan dan menuruti permintaan Edlise nantinya.

“Kamu yakin?” tanya Max—memastikan.

Katherine mengangguk penuh keyakinan. “Ya, tentu saja.”

“Baiklah. Kita lihat! Seberapa lama, kamu akan bertahan bekerja di sini.”

Bersamaan dengan berakhirnya percakapan itu, Katherine keluar dari ruangan itu dengan wajah panas dingin. Entah, kesialan apa yang menantinya setiap detik di perusahaan ini. Yang pasti, pria itu akan menyiksanya lahir dan batin.

****

Silakan komenn.....  😘😘

King Bastard For Beauty Slut (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang