"Jika bersama tidak bisa saling menghargai, mungkin berpisah bisa menyadarkan."
........
Salwa masih berbaring di tempat tidur, namun Indra pendengaran nya bisa menangkap dengan jelas suara tawa Anggun dari luar sana, dengan manja menyebut nama Azzam.
Salwa tidak ingin mendengarnya, dengan sekuat tenaga Salwa menutup telinga menggunakan bantal, tapi tetap saja suara itu menghujam telinganya.
Sekuat tenaga, Salwa berusaha bangun dan mengenakan jilbabnya yang sudah lusuh karna tidak ganti sejak kemarin. Dia benar-benar tidak membawa apapun ke tempat ini.
Tau Anggun dan Azzam di dapur, maka Salwa memutuskan untuk ke pekarangan depan, dia mendapati oma dan Mba Narti tengah menggelar tikar di bawah pohon jambu.
"Loh Mba Salwa udah bangun?" Sapa Narti.
Salwa tersenyum dengan bibir pucat itu."Gimana kondisi mu?" Tanya oma.
"Sudah lebih baik, Oma." Lagi-lagi Salwa memamerkan senyum manisnya.
Mata Salwa berbinar saat melihat Mbak Narti mencolek jambu ke cobek yang berisi bumbu rujak, dia sampai menelan ludah, ingin minta tapi tidak enak hati dengan Mba Narti dan Oma.
"Mba Salwa mau?" Tawar Mbak Narti.
"Eh e emang boleh, mba?"
"Ya boleh, ini loh jambu banyak banget. Kalau untuk Mba Salwa mah sebatang-batangnya juga boleh. Iya kan, Oma?" Canda Mba Narti yang membuat mereka bertiga tertawa.
"Boleh, tapi jangan terlalu banyak. Kamu kan masih sakit, ini pedas sekali, Mba Narti tidak pakai perkiraan memberi cabainya." Omel Oma. Salwa mengangguk antusias, dia meletakkan sandal lalu mengambil tempat duduk di atas tikar.
"Pelan-pelan atuh, mba. Jambunya masih banyak banget ini loh," Canda Mba Narti yang melihat Salwa terlalu bersangat.
"Hehe..." Salwa tertawa malu.
"Mba Salwa, kok bisa santai gitu sih liat Mas Azzam sama Mba Anggun?" Pertanyaan Narti merubah raut wajah Salwa, diletakkannya irisan jambu ditangan kembali ke baskom.
"Gak apa-apa, mba mereka kan sahabat sejak kecil." Kalimat penuh toleransi itu keluar mulus dari bibir yang memaksakan senyum.
"Mba, gak ada persahabatan yang original antara laki-laki dan perempuan. Pasti ada rasa-rasa yang dipendam. Entah keduanya, entah salah satunya."
Ucapan Mba Narti membuat Salwa menerawang jauh, tentang masa depan Yang akan dia hadapi, entah berakhir diceraikan atau berujung dimadu. Tidak, keduanya bukanlah pilihan.
Salwa masih diam, Oma menyentuh bahunya dengan penuh kasih sayang.
"Nduk... Sikap acuh kamu ini tidak tepat. Jangan menyerah dengan keadaan, perjuangkan apa yang harus diperjuangkan. Pernikahan itu bukan permainan, meski usia kamu masih sangat muda kamu harus sudah mulai memahami tugasmu sebagai seorang istri. Istri itu tiangnya rumah tangga, sementara suami adalah atap yang akan menaungi, melindungi. Mungkin sekarang atap rumah tanggamu sedang bocor, tapi kamu sebagai tiang harus tetap kuat. Kamu memang tidak bisa memperbaikinya, tapi kamu bisa minta sama Allah, agar semuanya jadi baik-baik saja. Gak ada yang mustahil bagi Allah, karna itu kita harus benar-benar bergantung dan memasrahkan hidup padaNya." Nasihat Oma membuat Salwa kian tertunduk dalam. Dia hampir saja menyerah atas sikap Azzam, dia menginginkan perpisahan padahal dia yang mengajak Azzam untuk menikah. Jika benar istri adalah tiang, maka Salwa merasa seperti tiang bambu yang ringkih."Salwa... Salwa... Gak berani menghadapi Kak Azzam, dia terlalu membenci Salwa, Oma."
"Bagaimana dengan kamu? Apa yang kamu rasakan pada Azzam?" Pertanyaan Oma bagai peluru, menembus dadanya. Sesak. Rasanya Salwa ingin lenyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
InsyaAllah Kamu Jodohku [SELESAI]
Romance[SELESAI] Azzam adalah lelaki dengan kisah masalalu yang kelam, tak pernah ada cinta dalam hidupnya yang ada hanya nafsu dunia dan keegoisan. Bertemu dengan Salwa adalah anugrah dalam hidupnya, perempuan manis itu masuk dalam kehidupan Azzam yang ta...