"Anjing!"
"NYELO!"
"Beomgyu, kecilin suara lo bisa?"
Beomgyu terdiam akibat teguran yang diberikan oleh Minju.
Denise dan Taeyoung selaku yang masuk terakhir segera kembali berjalan ke pintu tersebut, mengecek apakah pintu tersebut bisa dibuka atau tidak.
"Nggak guna kak, kita udah terkunci di ruangan ini," celetuk Ni-ki dengan suara yang sedikit dibesarkan agar semua orang dapat mendengarnya.
Ni-ki memang selalu asal berkata, tapi entah mengapa tiap ucapan yang Ia lontarkan selalu masuk akal.
"Sial, nggak ada sinyal. Tadi di luar ada!" seru Somi.
Seruannya membuat semua orang langsung putus asa. Apa yang harus mereka lakukan agar mereka bisa terbebas dari sana?
Wonjin berjalan mengitari ruangan yang luas tersebut. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah meja yang terletak tepat di dinding di depan sana.
Wonjin pun berlari ke arah meja tersebut. Terdapat lima kartu, masing-masing memiliki warna yang berbeda. Merah, kuning, biru, putih dan abu-abu. Ada tiga buah lilin juga disana, terletak diantara kartu kuning dan biru, biru dan putih, juga putih dan abu-abu.
Ini pasti sudah direncanakan matang-matang, siapapun dia yang merencanakan.
Selain itu, ada beberapa alat telah dipersiapkan juga layaknya pisau, seuntai kain berwarna merah, rantai, dan kapak.
Wonjin mengernyitkan dahinya heran.
"Guys," panggilnya pada kumpulan manusia yang berada di belakangnya. Mereka sontak menoleh.
"Gue nemu sesuatu," sambung Wonjin, membuat ke-26 orang tersebut berjalan mendekat.
"Ini ... apa?" tanya Yuri, sedikit takut.
Wonjin menggelengkan kepalanya, "Nggak tau juga, gue," jawab Wonjin, Ia juga tak tahu apa dan kenapa barang-barang tersebut berada disana.
"Mau bunuh-bunuhan kah?" tebak Jisung.
"Lo tau dari mana?" Samuel balik bertanya.
Jisung mengangkat kedua bahunya. "Nebak doang ilah. Ada alat kayak pisau, rantai, kapak gini. Apa lagi kalo bukan acara saling membunuh?"
Semua membenci pikiran mereka yang percaya begitu saja dengan penjelasan Jisung yang terdengar cukup masuk akal ditelinga mereka.
"Gue tiba-tiba keinget sama kasus yang menimpa sekolah kita," celetuk Minhee.
Mengingat sekolah membuat Hanyu sedikit bertanya-tanya. "Eh, kita angkatan ke berapa ya?" Tiba-tiba Hanyu bertanya.
"Kalian angkatan ke-13—" Ucapan Ningning terhenti kala Ia mengingat sesuatu.
"Emang ada apa dengan angka 13?" tanya Jeongwoo, benar-benar tidak mengetahui apa-apa.
"Angka sial. Menurut kepercayaan orang-orang." Somi menjawab.
Hening. Semua orang telah disibukkan kembali dengan pikiran mereka masing-masing. Hingga celetukan Daehwi mengisi keheningan.
"Oh iya Jeong," panggil Daehwi seraya menepuk pundak Jeongin.
Jeongin menoleh, yang lainnya juga ikut menoleh. "Oy?" sahut Jeongin.
"Abang lo alumni sekolah kita kan?"
Jeongin menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Dia pernah cerita pasal kasus itu nggak?" sambung Daehwi.
"Pernah. Gue yang minta. Katanya sih para pelaku melakukannya gara-gara iri, salah paham, sama karena keadaan terpaksa."
Oke, setidaknya mereka memiliki klu walau sedikit.
Tangan Win tiba-tiba bergerak hendak mengambil salah satu kartu tersebut.
Tak jadi. Tangannya segera dipukul oleh Wonyoung sebelum Ia benar-benar menyentuhnya. "Mau ngapain Lo? Jangan—"
“Wah, kalian sudah datang, ya?”
"Belum, masih di rumah," ucap Ryujin. "Ya jelas-jelas udah dateng! Gimana sih," sambungnya.
Bahu Ryujin ditepuk oleh Somi. "Apa?!" sahut Ryujin.
Somi hanya menggeleng, membuat Ryujin memutar bola matanya malas.
"Suara dari mana tuh?" celetuk Beomgyu.
Taehyun menunjuk ke arah speaker yang tergantung di ujung ruangan tersebut.
"Oalah."
Taehyun hanya mengangkat kedua bahunya sebagai respon.
“Baik. Selamat datang di Simon's
Game. Dimana kalian akan bertaruh
nyawa disini. Dimana akan ada
yang berkhianat diantara kalian.”
"Hah?"
"Bertaruh nyawa?"
"Wah."
“Iya, bertaruh nyawa. Bagaimana?
Terdengar sangat menyenangkan,
bukan?”
"Pala bapak kau menyenangkan lah," komentar Seongmin sambil melipat kedua tangannya didepan dada.
“Kuncinya hanya satu. Membunuh, atau
dibunuh.”
Semua mendengarkan kata demi kata yang diucapkan dengan seksama.
"Kalo nggak mau dua-duanya gimana?" celetuk Chaerin.
“Akan ada dua macam permainan yang
akan kita mainkan. Yang pertama Simon
Says, dan yang terakhir adalah Catch
Simon."
Terdengar decakan dari mulut Chaerin, "Jawab dulu kek, dih."
"Siapa itu Simon?" tanya Taeyoung.
"Nggak tau, gue bego soalnya," jawab Wonjin.
"Korelasinya dimana sih, jing?" Chenle memijat keningnya.
“Peraturan yang pertama adalah: dilarang bekerja sama, dilarang meminta pertolongan, dilarang mengintip. Melanggar? Nyawa kalian yang akan menjadi taruhannya.”
"Ya kali nggak boleh kerja sama?! Peraturan macam apaan?!" protes Zoa.
"Kan bener kata gue. Itulah kenapa nggak semua anak diundang ke sini."
“So, are you guys ready for having fun with me?”
"Never. Ini beneran nggak ada jalan keluar lagi gitu?" ucap Samuel.
Semua menggeleng. Ada yang menjawab tidak ada dan tidak tahu.
"Fine. Ayo hadapi bersama."
"Tapi di peraturan dibilang untuk tidak boleh bekerja sama, Sam," kata Ningning.
"Peraturan ada untuk dilanggar, kan?" Sahut Minhee, membuat semua orang yang berada di ruangan tersebut terkaget.
###
TBC
apaan makin ga jelas, mana chap ini isinya random parah
anw dah berapa lama ga up? wkwk
maap deh, kemaren lagi fokus di work sebelah, hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
[#2] Simon Says • 01-05L [✔]
Fanfiction[SELESAI/REVISI] "jangan sampe keulang lagi, plis!" note. You need to read "Play With Me" first to get know about their problem before this. ©moonchaey, 2020
![[#2] Simon Says • 01-05L [✔]](https://img.wattpad.com/cover/226351845-64-k128327.jpg)