Menyedihkan jika memang yang diceritakan Bian dan Jean tentang Bihan. Kalau terus-menerus kondisi Bihan seperti itu bisa jadi berujung di rumah sakit jiwa. Tanpa sadar Sena memikirkan Bihan dan berniat ingin membantunya. Dering ponselnya menyadarkan dari lamunan.
"Sen. Ini gue Bian. Save ya," ucap Bian dari seberang sambungan telepon. Sena hanya bergumam.
"Lo udah pulang dari kerja, kan?" tanya Bian dibalas gumam lagi oleh Sena. "Besok gue jemput, motor gue dah ada bensinnya nih. Si Pandu masih marah," lanjutnya kemudian memutus sambungan sepihak.
🌙🌙🌙
Sena sudah siap dengan seragam dan tas yang bertengger di punggung, padahal masih jam 06.15 . Berinisiatif agar Bian tak perlu repot-repot masuk gang sempit menuju rumahnya Sena berjalan lebih dulu menuju jalan besar. Lagian belum ada chat dari Bian.
Saat sudah sampai di jalan besar Bian menelpon. "Lo dimana?" Terdengar suara angin saat Bian bicara, kemungkinan Bian menelepon dengan berkendara.
"Di jalan besar jadi Lo enggak usah masuk gang," jawab Sena sedikit teriak takut tak terdengar. Kemudian sambungan telepon terputus dari Bian.
Beberapa menit kemudian Bian datang bersama motor metik merahnya. "Lama lo," protes Sena. "Langsung aja, bentar lagi masuk," lanjutnya.
"Bentar, itu bukannya Jean?" Sena mengikuti pandangan Bian, melihat wanita yang sedang berlari seperti dikejar sesuatu.
"Jean! Sini!" Benar saja teriakan Bian membuat wanita berseragam sama dengan mereka menoleh. "Lo bisa nyetir motor?" tanya Bian cepat pada Sena, refleks Sena mengangguk.
Bian dengan cepat duduk membungkuk pada jok depan memegang penyangga spion, Sena beralih sedikit maju memegang stir motor. Dan disusul Jean duduk dibelakang memeluk Sena. Posisi mereka seperti cabe-cabean, duduk bertiga. Sedangkan ada dua orang lelaki yang berlari mengejar mereka terlihat terpogoh-pogoh dan tak mungkin bisa mengejar lagi. Sena mengemudi dengan cepat.
Bian memberi arahan, karena Sena tak sepenuhnya melihat jalan terhalang dengan kepala Bian. Sedangkan Jean terlihat ketakutan dengan kecepatan mengemudi Sena yang di atas rata-rata membuatnya mengeratkan pegangan pada pinggang Sena.
"Sena lo jangan goyang-goyang, awas di depan ada polisi tidur!"
"Geli! Jean lo jangan ngelitikin gue!"
"Kamu nyetirnya jangan cepet-cepet!"
Begitulah mereka, beruntung jalanan sedikit sepi. Membuat Sena lebih leluasa menguasai jalan.
"WOI MINGGIR! KITA MAU LEWAT!" teriakan Bian membelah siswa-siswi yang sedang memasuki gerbang, mereka bertiga menjadi perhatian. Sena masih tetap fokus. Jean yang merasa menjadi salah satu sorotan bersembunyi di balik punggung Sena.
"Depan Sena depan!" teriak Bian lagi saat sampai di area parkir. Helaan nafas keluar dari mulut mereka secara serempak. Bian turun disusul Sena, Jean yang masih ketakutan tetap diam di atas motor.
"Seru!" kata Bian berhasil membuat Sena menonyor kepalanya.
"Sepuluh menit lagi masuk," sahut Jean, mereka segera beranjak dari area parkir kemudian menuju kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVENOIR [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[Untuk dibaca bukan disalin] [Astrophilia ganti judul jadi Avenoir] Senaya Lamanda yang hidup dengan identitas palsu, berpindah nasib ke kota dimana kedua orang tuanya ditembak mati. Menjadi anak dari anggota BIN terbaik membuatnya hidup dengan memb...