9

127 18 0
                                    

Sena membaringkan tubuhnya di atas kasur. Barangnya sudah diantar, tapi belum sempat ia tata ulang. Sejam yang lalu Bihan pergi, katanya sih ada urusan. Apa semenyedihkan itu Sena di mata Bihan, hingga Bihan harus menolongnya menyembunyikan identitasnya ini. Dari lahir ia sudah terbiasa menggunakan identitas palsu, hanya orang tua kandung dan orang tua angkat yang mengetahui itu. Namun sekarang, Bihan, lelaki yang baru ia kenal sudah mengetahui semuanya.

Hatinya begitu lega saat menceritakan kehidupannya kepada Bihan, entah dorongan dari mana seakan yakin bahwa Bihan bisa tutup mulut. Jika dipikir Sena menerima begitu saja pertolongan Bihan, padahal selama ini ia bisa melindungi diri sendiri.

"Terimakasih Tuhan sudah memberikan pelindung bagi hamba." Ucap Sena secara tidak langsung menganggap kehadiran Bihan adalah seorang malaikat yang akan menjaganya.

🌙🌙🌙

Bihan mondar-mandir di balkon kamarnya. Pikirannya kacau setelah mendengarkan semua cerita Sena, cabe dengan wajah ceria ternyata menyimpan beban berat sendiri. Bahkan sekarang ini cewek itu sebatang kara. Tanpa sadar Bihan ingin cabe itu aman berada di dekatnya.

"Apa gue harus minta bantuan mama?" Tanya Bihan pada dirinya sendiri. "Engga. Mama engga akan bantu gue. Kasus Xena aja dia engga peduli apalagi kasus berat ini." Lanjutnya.

Bihan menjambak rambutnya frustasi, Bihan harus menyelesaikan masalah Sena sendiri. Jika ia meminta bantuan orang lain, informasi mengenai Sena akan menyebar dan bisa membuat nyawa Sena terancam. Ia harus segera kembali ke apartemen, harus lebih ekstra di dekat Sena. Bihan keluar dari kamar, menuruni tangga.

"Bihan." Panggil Aleta-mama Bihan membawa secangkir teh hangat.

"Kamu banyak pikiran? Engga mau cerita sama mama? Siapa tau mama bisa bantu." Ucapnya meletakkan cangkir tersebut di meja, kemudian menghampiri Bihan yang sudah di ambang pintu.

Bihan memutar bola matanya malas, "masalah ini lebih berat dari masalah Xena dulu, mama pasti ga akan bantu." Sarkas Bihan keluar dari rumah dan pergi dengan motornya menuju apartemen.

Setelah perjalanan sedikit jauh, Bihan menenteng bingkisan berisi makanan untuk Sena yang ia beli di tengah perjalanan tadi. Bihan menekan beberapa angka dan terbuka pintu apartemen.

Alis Bihan terangkat, Sena berjalan terpogoh-pogoh. Pakaian cewek itu sedikit terbuka, hanya menggunakan celana pendek dan kaos tipis pendek. "Dih.. gue kira kurir makanan." Sena dengan santai kembali masuk ke kamar setelah melihat orang yang masuk adalah Bihan.

Ting...

Bihan ingin berdiri membuka pintu namun langkahnya terhenti ketika Sena keluar dari kamar sedikit berlari, pakaiannya masih sama. Tak lama, Sena kembali dan bergabung di ruang santai bersama Bihan, tangannya membawa kresek sedang.

"Ini makanan sapa?" Tanya Sena polos, membuka bingkisan milik Bihan.

"Niatnya buat lo." Jawab Bihan. Membuka bingkisan milik Sena. Bihan membuka seblak, warna merah cabe dan aromanya membuat ia ingin mencicipi. Satu suap sendok besar masuk di mulutnya, dan...

"Bihan! Itu pedes banget!" Teriak Sena, wajah Bihan merah padam. Lidah Bihan terjulur keluar, tangannya mengode meminta minum. Sena panik, berlari ke arah dapur dan kembali dengan air bening dalam gelas. Menyodorkan ke arah Bihan, dengan cepat Bihan meneguk hingga habis.

AVENOIR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang