7

143 20 0
                                    

Bihan terdiam di dalam kamar, merebahkan tubuh di atas kasur, matanya terbuka lebar melihat langit-langit kamar. Ini hari ke lima ia menjadi babu, dan hari ini ia merasa lelah, belum sempat mengganti seragamnya. Setelah menghantar si cabe-manusia hijau (Sena) dirinya pulang dengan perasaan berkecamuk. Entah mengapa ia jadi lebih memikirkan Sena agar terhindar dari Aidar.

Dari saat hari itu, Bihan dan Aidar bertemu di halte untuk menghantarkan Sena. Ada rasa khawatir menyelimuti hati Bihan. Ia takut Aidar akan melakukan hal yang sama menyedihkan yang pernah Xena-nya alami atas perbuatan Aidar saat itu kepada Sena. Bihan harus berhati-hati, mungkin saja Sena adalah korban selanjutnya Aidar.

Jika mengingat tentang Aidar ia juga jadi teringat menderitanya Xena saat itu, atas kelalaiannya tak menjaga sang pacar, atas kebodohannya yang membuat kehancuran bagi Xena. Ah sial! Rasa bersalah menghampiri dirinya lagi. Bihan menjambak rambutnya frustasi. Argh!

Ponselnya bergetar, mengalihkan dari rasa kesalahan.

08****
Besok Jan lupa jemput gue:)

Bihan menggeram keras, dasar cabe! Baru saja ia menghantarkan dia pulang, dan sekarang ia meminta jemputan untuk besok. Sungguh cewek menyebalkan. Bihan belum menyimpan nomer Sena, bahkan tak ada niatan untuk menyimpannya. Tak penting, pikirnya. Sedangkan Sena terkikik setelah mengirimkan pesan ke Bihan, pasti saat ini cowok sok cakep itu sedang emosi membaca pesan yang ia kirimkan. Senang sekali rasanya membuat cowok itu marah.

🌙🌙🌙

"Cepetan! Lelet!" Bentak Sena karna pergerakan Bihan memasukkan alat tulis ke dalam ransel bisa dibilang lamban.

"Sana duluan." Jawab Bihan santai.

Dengan emosi Sena berjalan keluar kelas, ini hari jumat. Masih banyak siswi yang berlalu-lalang karna setiap hari Jum'at diadakan latihan rutin bagi anak organisasi. Sena melewati lorong yang berhadapan dengan lapangan voli, di sana banyak anak organisasi voli yang sedang melakukan pemanasan.

"Sena!" Spontan mendengar namanya, Sena menengok. Ada Aidar menghampiri nya dengan kunci motor yang dimainkan tangan kirinya. Sena baru melihat Aidar lagi, entah kenapa akhir-akhir ini ia jarang bertemu dengan Aidar mungkin kelas 12 sedang sibuk, pikirnya.

"Sendiri?" Sena mengangguk. "Lu belum sempet ngobatin luka gue nih. Kapan mau ngobatinnya?" Sena tersentak, melihat wajah Aidar lekat-lekat. Sepertinya luka memar di wajah Aidar sudah sembuh.

"Emang masih sakit kak?" Tanya Sena polos, tangannya menyentuh wajah Aidar. Aidar terpana dengan sentuhan Sena, sungguh memabukkan.

"Masih.. dikit." Jawab Aidar melemas, air wajahnya berubah memelas. Berharap Sena bisa ikut pulang dengannya.

"Ya udah deh, Sena obatin." Seloroh Sena begitu saja. Aidar menggandeng tangan Sena melewati lapangan voli, karna dari situ lebih dekat untuk menuju parkiran sekolah.

"Sena!" Teriakkan Bihan membuat perhatian anak organisasi voli tertuju kepadanya, tak sedikit juga ada murid yang masih berlalu-lalang. Bihan berjalan ke arah Sena dan Aidar yang berhenti di tengah lapangan. Menghempaskan pegangan tangan mereka.

"Ya ampun. Gue lupa lagi, bentar ya kak." Tatapan Sena ke arah Aidar beralih ke Bihan. "Pulang gue sama kak Aidar dulu. Tapi lu jangan seneng, lu masih jadi babu gue ya... Besok---."

"SENAYA LAMANDA PACAR GUE, BIHANDRA SADEWA." Teriakkan itu keluar dari mulut Bihan dengan lancar. Semua tercengang karena penuturan Bihan jangan lupakan mulut Sena yang ternganga lebar.

"Hahaha... Becanda kok kak, bocah ini emang gini, kurang minum obat." Kata Sena diiringi tawaan remah.

"INI SERIUS. GUE UDAH MINUM OBAT. LO PACAR GUE." Teriak Bihan lagi, menekankan di kalimat terakhir.

AVENOIR [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang