-Cemburu

508 38 3
                                    

Cp'Selasa 21 juli 2020'
___________

Hawa panas menjalar pada wajahku saat mengingat pertemuan singkat dengan Nabil.

"Rizal? Cemburu? Kalaupun tidak, wajahnya sudah cukup menjelaskan," batinku.

Sangking merasa senang sekaligus, malu? Aku menggeliat seperti cacing yang disiram air panas diatas karpet berbulu itu.

"Qillah? Kamu kenapa? dari tadi nggak bisa diam. Mau tidur nih, ngantuk." Gumam Naila setengah sadar menarikku kembali kedunia nyata yang penuh sandiwara ini.

"Hehe, nggak papa." Jawabku dengan cengiran.

Aku tak ingin tidur siang, akhirnya ku putuskan meninggalkan aula asrama putri atau tongkrongan santriwati itu.

Belakang asrama adalah keputusan yang tepat. Sembari membawa diary, aku menuruni tangga menuju tempat semedi.

...
Hay diary,
Melalui pena biru ini aku ingin bercerita pada selembar kertas.
Biarkan kebun sekaligus jemuran pondok ini menjadi saksi.
Aku menyukai Rizal Nurhan.
Pasti kamu bertanya 'apakah aku masih memiliki rasa pada kak Dzull?' Jawabanya 'tidak.'

'Lantas? Terimalah dia?'

Aku berhenti sejenak "terima Rizal?" Gumamku.

Bukan aku tak ingin terima,
Tapi niatku masuk pondok adalah menuntut ilmu. Apalagi Ummi dengan tegas mengatakan jangan pacaran? Biarlah cerita ini berjalan dengan semestinya.

Syaqillah Humairah

*****

"Bang? Kamu kenapa?" Tanya seorang wanita berumur 30an itu meski masih terlihat elok.

"Mikirin Syaqillah Bun." Jawab anak lelaki itu.

"Kamu udah ketemu juga kemarin," wanita itu mengelus kepala putra sulungnya sayang.

"Bun? Nabil mau pindah sekolah sama Syaqillah. Nggak mau dia ada yang rebut." Ucap Nabil menatap memohon.

"Kamu barusan pindah sayang. Nggak bisa kamu pindah semaumu kayak gitu." Nasehat wanita itu lagi.

"Tapi bun.." Nabil memelas, seketika matanya berbinar seolah mendapat ide. "Syaqillah aja yang pindah dengan aku bunda? Gimana?"

"Dia juga belum lama pindah, kemarin Bunda dari rumah orang tuanya."

"Kelas 3?! Iya kelas 3 bunda bujuk Ummi Raidah buat pindahin Syaqillah, yah bunda? Yah? Pliase.." ucap Nabil seraya menangkup kedua tangannya.

Bunda Nabil hanya menghela nafas panjang. "Boleh, dengan Syarat kamu harus dapat pringkat 1 untuk kelas 2 ini. Imbalan yang setimpal buat Syaqillah pindah, karna kamu tau 'kan gimana susahnya bujuk Ummi Raidah?" Serius Bunda Nabil.

"Demi Syaqillah, siapa takut!" Semangatnya.

Nabil langsung menuju kamarnya. Mengambil buku pelajaran dan mempelajari kembali. Tekadnya sudah bulat, entah mengapa dia merasa bahwa Syaqillah akan direbut oleh cowok yang mengenakan baju kokoh maroon kemarin.

"Dari cara pandang cowok itu melihat Syaqillah dan menatap tajam diriku, sudah menjelaskan bahwa dia punya rasa. Entah siapa namanya. Aku tak akan kalah!" Batin Nabil menatap buku-buku didepannya.

Awi menggelengkan kepala melihat Nabil.

"Yah, putramu sedang puber. Dia selalu antusias mengenai Syaqillah dari masih dibangku SD. Awalnya aku mengira Nabil seperti itu karna menganggap Syaqillah sepupunya. Ternyata putramu itu menyukai anak Raidah. Andai kamu disini, kamu hanya geleng kepala sepertiku. Mereka sudah cinta-cinta'an padahal masih mengenakan seragam putih biru." Batin Awi, air itu menetes dari ujung matanya. Segera ia meninggalkan kamar Nabil.

CINTA DI LANGIT PESANTREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang