Keresahan Nata

732 94 5
                                    

Pukul delapan malam Nata menyusuri jalanan ibukota. Sepulang dari rumah Ilana, sepanjang jalan Nata hanya berdiam diri tanpa niat untuk membuka mulut. Hanya menikmati desiran angin yang menerpa wajahnya yang terlindungi oleh helm tanpa kaca pelindung. Mata Nata terus menatap kosong ke arah jalanan yang banyak kendaraan berlalu lalang. Hingga sampai di tempat tujuan Nata tetap betah menutup mulutnya tanpa ada niat untuk memulai obrolan pada lawan bicaranya.

Ya gimana ya, Nata kan sedang naik ojol, Nata juga bingung mau ngajak ngobrolnya gimana, yang ada nanti mereka teriak-teriak di tengah jalan karena suara terbawa angin.

Tak lama setelah Nata berhenti dan turun dari motor yang ditumpanginya, ada ojol lain yang sedang membawa Bian. Kenapa mereka berakhir naik ojol? Ya karena mereka berdua tidak punya tumpangan lain selain ojol. Galen masih ingin berlama-lama di rumah Ilana, karena si Alvaro belum juga menunjukkan tanda-tanda kepulangannya. Ansell sudah jelas berdua bersama Sylvi, dia juga bilang mau jalan-jalan terlebih dahulu. Eza juga katanya langsung mengantar Zoya ke lokasi pemotretan, dan itu tidak searah. Jangan tanyakan sisanya, mereka juga sama seperti Ansell. MAU JALAN-JALAN DULU.

Dasar loverbird. Begitu kata Bian.

Kenapa tidak naik takol saja? Jawabannya cuma satu. Tidak ada yang mau mengambil pesanan mereka. Mereka juga bingung kenapa bisa begitu, mungkin mereka punya jam malam kali ya.

Maka, berakhirlah mereka dengan para ojol yang gagah berani ini.

"Lu naik ke kamar aja langsung Nat, gua mau ke dapur dulu bentar." ujar Bian sesaat setelah mereka masuk ke dalam rumah Bian.

Nata benar-benar menunaikan niatnya untuk menginap di rumah Bian. Mungkin dia butuh teman bicara malam ini. Entah apa yang akan dia curahkan pada Bian, yang ada di kepalanya saat ini adalah dia ingin bercerita sepanjang malam bersama Bian.

Nata langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur milik Bian yang berlapis seprai berwarna abu-abu gelap. Nata menghirup dan menghembuskan napasnya.

Entah mengapa mood Nata hari ini benar-benar buruk, padahal seingatnya tidak ada hal yang merusak moodnya. Semua berjalan seperti biasa, bertukar pesan dengan perempuan-perempuan yang menjadi gebetannya, uang bulanan dari ayahnya pun sudah masuk. Lalu, apa yang membuat rusak suasana hatinya hari ini? Nata pun tidak mengerti.

"Lu mau cerita sekarang atau nanti?" pertanyaan Bian membuyarkan lamunan Nata. Ia bergerak bangkit dari posisinya, duduk bersila di atas ranjang.

"Gua juga bingung Bi, mau cerita apaan haha.."

"Lah, gimana sih?" Bian menatap heran pada Nata. "Terus, kenapa mood lu jelek banget hari ini? Bawaannya pengen nabok orang, apa jangan-jangan bener lagi kata Aksa tadi, lu pms?"

"Lu murtad kalo percaya omongan sampahnya si Aksa, njing." Bian tertawa mendengar umpatan Nata.

"Kalem bro. Jadi, kenapa mood lu jelek hari ini?" Bian mendudukkan dirinya di tengah ranjang besarnya.

"Gua juga nggak tau, tiba-tiba aja gua jadi nggak mood banget hari ini. Gua kayak ngerasa, hampa?" tanyanya lebih pada dirinya sendiri. Nata sendiri juga tidak yakin dengan apa yang dirasakannya.

"Lu? Hampa? Serius?" tanya Bian memastikan apa yang didengarnya benar. Pasalnya, yang sedang bicara dihadapannya ini seorang Nata. Yaa you know lah, Nata gitu loh...

Serius nih anak ngerasa hampa? Para cewek tadi masak pake bumbu apaan dah, sampe bisa buat Nata ngerasa hampa? Batin Bian.

"Iya, mungkin? Gua juga nggak ngerti apa tepatnya. Gua kayak ngerasa kosong, hidup gua kayak ada yang salah."

"Lu nggak ada masalahkan sama ortu lu?"

Nata menggeleng pelan. Dia memang tak punya masalah apa-apa dengan orang tuanya. Bahkan kemarin malam dia sempat bertukar kabar dengan kedua orang tuanya yang tinggal jauh darinya via telepon.

"Mungkin nggak sih lu lagi jenuh, Nat? Maksud gua, lu butuh refreshing, butuh hal-hal baru yang bisa membuat hidup lu jadi lebih baik? Selama ini kan lu cuma main-main sama cewek, gonta ganti cewek dalam waktu seminggu."

Nata tertawa mendengar ucapan Bian, membuat Bian menaikkan sebelah alisnya. Heran.

Nih anak kagak kesurupan kan ya? Pikir Bian.

"Gua udah kayak penjahat kelamin tau nggak, lu ngomongin gua kayak gitu?" ucap Nata.

Bian ikut tertawa mendengar ucapan Nata. "Hahaha iya juga ya."

"Tapi maksud gua, lu butuh cinta yang beneran? Mungkin lu butuh perempuan yang bisa buat lu bener-bener jatuh cinta sama dia. Kayak misalnya si Abel sama Irina, Galen sama Ilana, Ansell sama Sylvi, atau Aksa sama Yuri. Lu butuh seseorang yang bener-bener ada buat lu, yang bener-bener buat lu jatuh cinta sama dia, bukan cuma sekedar buat main-main doang." sambung Bian. Nata terdiam, mencoba mencerna dengan baik apa yang diucapkan oleh Bian.

Apa iya Nata butuh seseorang yang benar-benar ia cintai? Seseorang yang benar-benar ia sayang, seseorang yang akan menjadi prioritas utama setelah orang tuanya.

"Apa gua harus mulai cari orang yang benar-benar bisa buat gua jatuh cinta ya Bi?" Bian hanya mengedikkan kedua bahunya.

"Maybe? Lu yang tau banyak tentang apa yang lu butuhin buat diri lu sendiri bro. Gua cuma bisa ngarahin lu."

Nata terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "lu tau nggak, Bi?"

"Kagak."

"Babi, gua belum selesai ngomong ya setan!"

"Ya lu ngomong setengah-setengah."

"Ya makanya jangan dipotong dulu."

"Yaudah apaan, buru. Spill jangan setengah-setengah ntar pantat lu kelap kelip macem kunang-kunang."

Tawa Nata pecah mendengar ucapan Bian.

"Anjing beneran lo. Dah lah males gua ngomong sama lu." 

"Eh babi, gua lebih tua dari lu ya setan! Jaga cocot lu njing!"

"Dih males, cuma setahun ini. Bodo." balas Nata sambil menggulung tubuhnya dengan selimut milik Bian. Bian hanya mencibir melihat kelakuan Nata.

"Nonton aja yok Bi, lu punya film baru kan?" sambung Nata.

"Ah iya, gua baru download semalem cuk. Kuy lah nonton kita."


[]

Barudak Tampan Squad ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang