"Sudah tenang aja, Mar, " ucap Nia.
"Iya, aku titip ya. Aku pamit," pamitku dan mulai menggoes sepedaku untuk kembali ke kantorku.
.
.
.Saat Aku kembali ke kantor, aku melihat pak Johan keluar dan masuk mobilnya. Aku bergegas menuju dapur untuk mengambil peralatannya. Karena ini siang jadi Jihan tak ada, sudah kubilang bahwa ia kuliah siang. Aku pun bergegas melanjutkan pekerjaanku kembali.
Maria pov end
🍃🍃🍃
Johan pov
Sekarang aku berada dalam perjalanan menuju toko bunga langgananku. Ah ... ngomong-ngomong aku ini akan menuju makam alm. Istriku.
"Permisi!" panggilku saat sudah didepan toko bunga El's.
"Loh, pak Johan!!" kaget pemilik toko itu.
"Sudah saya bilang Dan, jangan panggil saya, PAK!! " protes Johan.
"Iya-iya, JOHAN." Sambil menekankan namaku.
"Udah dong, jangan ngambek," goda ku.
"Udah ah, jadi seperti biasa?" yang diangguki olehku.
"Tante Nia!!" panggil seorang anak perempuan.
"Loh, Inka sudah bangun?" yang diangguki lemah oleh anak itu.
"Ya udah, Inka duduk dulu, yah." Anak itu hanya menurut. Lucu sekali tingkahnya.
"Siapa, Dan?"
"Oh, anak temenku karena dia sedang kerja dan nggak adayang jagain jadi gue sebagai temannya batuinlah," jelas Dania.
"Oh gitu ya, memang suaminya nggak ada?" Ucapku tetapi Dania hanya terdiam.
"Oh, nggak papa kok kalo kamu nggak mau menjawab" ucapku tak enak.
"Bukan gitu Han, tapi bukan kehendak aku buat jawab, maaf banget, ya," sesal Dania.
"Nggak papa kok, udah kan nih uangnya. Makasih ya, Dan," ucapku lalu berlalu dari sana.
Johan pov end
🍃🍃🍃
Nia pov
Saat Johan mengatakan itu sungguh membuatku tak bisa mengatakan apa apa. Bukannya apa aku merasa tak berhak untuk menjawab pertanyaan itu. Aku merasa Maria lah yang harus mengatakan itu sendiri. Apalagi selama ini Vanka, aku ataupun Maria belum mengetahui siapa ayah kandung Inka walaupun begitu aku akan tetap sayang padanya.
Walaupun usianya baru 4 tahun ia sudah sangat lancar berbicara, menulis, membaca, dan sudah mulai berbicara bahasa inggris. Apalagi dulu Maria sangat pintar mungkin kepintaran diturunkan dari Maria. Belum lagi wajahnya yang putih, pipinya yang tembem, imut, memiliki rambut yang pirang, memiliki mata yang sama seperti Maria yaitu Cokelat terang membuat kesan cantik semakin terlihat bahkan banyak yang mengira Inka adalah blasteran.
"Tante!!" panggil Inka.
"Hah ... iya, ada apa sayang?" tanyaku setelah sadar dengan lamunanku.
"Ishh ... tadi suruh nunggu!!" cemberut Inka.
"Oh, iya, mau susu ya?" yang diangguki antusias oleh Inka. Memang sudah menjadi kebiasaan Inka meminum susu setelah bangun tidur.
"Sebentar, ya," ucapku dan berlalu ke dapur. Setelah beberapa menit aku kembali ke depan dan melihat Inka sedang menggambar.
"Wah ... Inka gambar apa, nih?" tanyaku sambil menaruh susu di samping Inka.
"Itu tante tadi disekolah bu guru suruh gambar seluruh anggota keluarga seperti, ayah, ibu dan anak, " jelas Inka.
"Ohh, jadi Inka gambar siapa aja nih?" kepoku.
"Gambar ayah, bunda, dan Inka," ucap Inka sambil menunjukkan hasil gambarnya.
"Coba dong sebutin?"
"Ini yang di kanan Ayah, yang di kiri Bunda, dan yang di tengah Inka" tunjuknya. Melihat itu membuat hatiku tercubit. Bagaimana tidak seharusnya usia Inka ia harusnya mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya. Tapi apa yang dia dapat hanya kasih sayang ibu tanpa ayah, itupun tak sering karena ibunya harus bekerja untuk menghidupi keduanya.
"Tan, sekarang jam berapa?" tanyanya.
"Oh ... jam 17.30, sayang," jawabku.
"Berarti, bunda bentar lagi pulang, dong?" antusiasnya.
"Iya." Memang Maria pulang jam 6 dan berlanjut bekerja di tempatku. Karena toko bungaku tutup jam 10 malam. Ya cukup malam untuk sebuah toko bunga. Umumnya toko bunga tutup jam 6 sore. Tapi karena di daerah sini masih ramai jadi aku tutup agak malam.
Nia pov end
Hai Arissa dah up lagi nih, sapa nih yang nungguin? Pasti ndak ada.
Maaf kalo banyak typo dan kesalahan penulisan.
Jangan lupa Vote N komen dan baca cerita Arissa yang lain.
Thanks yang udah mau baca Bab ini.
Gimana?
👇👇👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Where Is My Daddy, Mom? (COMPLETED) [TERBIT]
ChickLit(TELAH TERBIT DI CANDRAMAWA PUBLISHER) Kenapa aku harus melewati ini sendirian di saat gadis seumuranku butuh pembimbing sedangkan aku berjalan berjuang sendiri?. Aku tidak iri tetapi kenapa aku yang harus menerima ini semua. Yang aku inginkan hanya...