08. Dibuang, selamat tinggal!

1.4K 277 33
                                    

Tiga tahun berlalu dalam waktu singkat. Kedua bocah yang sering bertemu di dalam mimpi pun tumbuh sedikit mendekati sosok remaja. Kebersamaan yang dilewati keduanya telah menumbuhkan rasa nyaman yang melekat satu sama lain.

Waktu yang dilalui bersama, menjadikan mereka lebih dekat. Dimana tak ada satu hal pun diantara keduanya yang menyembunyikan sesuatu. Semuanya selalu terucap dalam percakapan harian mereka.

Bukankah hal mudah bagi Khun untuk menceritakan semua hal pada seseorang. Dirinya selalu diajarkan untuk tak percaya pada siapapun oleh sang ibu. Ia sendiri mempercayai hal tersebut. Tapi, itu semua pengecualian untuk Baam.

Khun sampai saat ini memang belum begitu mengerti dan menemukan jawaban yang cocok mengenai mengapa keduanya terus bertemu di dalam mimpi. Akan tetapi, bertahun-tahun ia bersama dengan Baam. Khun tahu jika sahabat mimpinya itu adalah segalanya.

Akhir-akhir ini, Khun sempat gelisah. Wajahnya memang tak menunjukan ekspresi apapun. Namun Baam dengan mudah meraih kedua tangannya lembut sambil menatapnya lekat penuh perhatian. Tidak ada seorangpun yang bisa melihat wajah poker face-nya, kecuali Baam.

Kala itu, Khun menceritakan soal pemilihan putri Zahard serta apa yang akan terjadi padanya setelah pemilihan itu selesai.

Seperti yang Khun duga, Baam tidak menyukai berita yang dia sampaikan. Sang brunette yang sering menempel padanya, tentu saja tak ingin ia pergi untuk waktu yang lama. Dengan wajah cemberut Baam mencoba membujuk--ya, benar. Bocah cokelat yang polos itu sekarang sudah belajar untuk membujuk.

Namun Khun menggelengkan kepalanya. Jika Maria menang (dan itu sudah pasti) Khun dan keluarganya pasti akan dibuang. Setelah itu dia harus memulai memanjat menara demi tujuannya yang lain.

Memanjat menara bukanlah hal sepele, dia harus menyiagakan diri agar tidak ditusuk dari belakang oleh siapapun. Maka dari itu, sebelum kondisinya terkendali. Khun tak bisa mengunjungi Baam untuk sementara--sepertinya dalam jangka waktu lama.

Sang bluenette memandang Baam yang masih memasang raut tak setuju. Ia tersenyum kecil ketika melihat rekan mimpinya itu sedikit tumbuh. Tubuhnya tidak sekurus dulu, penampilannya juga agak rapih. Yah, kecuali tinggi badannya yang masih lebih pendek darinya.

Untuk tinggi badan Khun cukup menyukainya, Baam yang mungil lebih lucu dan imut dimatanya. Well, meskipun dia cukup penasaran juga bagaimana Baam saat dewasa nanti.

"Khun! Apakah memanjat menara itu sangat penting?" Pertanyaan Baam membuyarkan lamunan Khun.

Khun mendongkak dan mendapati Baam yang menatapnya lekat dan sedikit frustasi. Dia mengangkat tangannya untuk menyentuh kepala Baam lembut. "Kau tahu kenapa aku selalu latihan bertarung bersamamu?"

"Itu untuk persiapan memanjat menara. Semakin tinggi kau memanjat, kau akan semakin kuat. Lagipula aku sudah dipilih oleh menara sebagai reguler. Jadi aku akan mencobanya." Khun sedikit menjelaskan.

Baam mengeratkan kepalan tangannya. "Bagaimana cara memanjat menara?"

Pertanyaan yang Baam lontarkan, membuat Khun menaikan alisnya heran. Dirinya yang masih menganggap jika Baam hanyalah bagian dari mimpi tentunya menjawab. "Kami dipilih menjadi reguler dan memasuki menara."

"Selain itu?"

"Kenapa kau begitu tertarik pada menara?" Khun menunjukan ekspresi heran. Tidak biasanya Baam begitu bersikukuh untuk mengetahui sesuatu.

"Kenapa Khun begitu bersikeras untuk pergi kesana?" Baam mengembungkan pipinya lucu.

"..." Melihatnya Khun mencubitnya gemas--dan mendapat keluhan Baam yang bertambah kesal.

"Jika orang yang tidak terpilih memasuki menara itu disebut iregular. Orang yang membuka pintu menara dengan kekuatannya sendiri." Khun menjawab sambil menyandarkan punggungnya kesadaran pohon.

Karena Baam yang tak kunjung memberi pertanyaan lain, Khun melirik sang brunette yang tengah diam memikirkan sesuatu. Melirik jam yang sudah mendekati pagi hari--mengingatkan mereka bahwa saatnya untuk bangun. Khun mencubit pipi Baam (lagi) sambil tersenyum lembut.

"Pagi akan segera datang, Baam." Khun berkata sedih. Dia tidak ingin meninggalkan Baam, tapi ia memiliki kehidupan lain di luar dunia mimpi yang harus dicapainya.

Baam mendongkak, ia dengan cepat memeluk Khun erat seolah tak ingin sahabatnya itu pergi.

Khun mengangkat dagu Baam sambil menatapnya. Kening mereka menyatu disertai dengan hembusan nafas yang terasa hangat dipipi keduanya. Hidung mereka juga bersentuhan manis. Berbanding terbalik dengan pose mereka yang cukup intim. Keduanya tak memikirkan hal apapun. Hanya saling menatap lekat sambil merasakan detak jantung yang berdegup seirama.

"Khun, aku--"

"Aku tahu." Khun menyela perkataan Baam. Mereka sudah saling mengenal lama. Tanpa dibicarakan pun, Khun tahu apa yang Baam ingin katakan.

Tangan yang memeluknya mengerat, Khun berkedip saat merasa bahwa dirinya saat ini tak bisa lepas dari jeratan Baam. Sejak kapan bocah satu ini begitu kuat? Oh, berkat latihan sparta-nya.

"Baam--"

"Aku tak ingin kau pergi." Baam berbisik frustasi.

Khun memaksakan diri untuk tertawa--menyembunyikan hatinya yang berdenyut tak nyaman. "Kau tahu jika kita masih bisa bertemu jika keadaannya tak terlalu berbagai bagiku."

"Tapi itu 'kan tidak tahu kapan." Sang brunette menaikan nada suaranya. Bagi Baam dunianya hanyalah Khun, sudah cukup dia hanya bisa melihat Khun saat dia hanya tidur dan memasuki mimpi. Baam tidak ingin melepas sang bluenette terlalu lama. Itu membuat hatinya jengkel sekaligus enggan.

Baam tidak ingin berlama-lama tinggal di gua gelap tanpa siapapun yang menemaninya.

"Baam aku berjanji bahwa aku tak akan begitu lama absen."

"..."

"Baam?" Khun menangkup kedua pipi Baam yang tengah memasang wajah sedih. Mata emasnya berkaca-kaca seolah air mata akan jatuh kapan saja.

"..."

Baam meremas tangan Khun yang masih ada di pipinya. "Kau harus berjanji bahwa kau akan kembali."

"Aku janji."

"Sampai jumpa lain waktu, Baam."

TBC

Penulis : Mereka akan bertemu sesuai canon di lantai 2 di chap 10~ ditunggu ya~ >\\\<)/

24 Juli 2020

String of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang