10. Jiwa bergetar, tanda pertemuan 💕

1.5K 274 50
                                    

Baam memperhatikan lapangan penuh rumput kuning sepanjang mata memandang. Ia duduk di atas tanah seraya berkedip, tangannya terulur untuk mengambil sebagian rumput, mencabutnya dan merasakan teksturnya.

Ternyata rasanya sama dengan yang dia rasakan di mimpi.

Membuang rumput itu asal, remaja cokelat itu memperhatikan pakaian barunya dengan seksama. Baju hitam, celana kuning kecokelatan dengan syal hitam. Ia mengingat cercaan Yuri yang memarahi Evan saat pria mungil itu mencari pakaian yang cocok. Entah kenapa, Baam merasa tak nyaman karenanya.

Yuri bahkan sempat merapihkan rambutnya dan mengikatnya dalam gaya ekor kuda. Sama seperti gaya Khun saat pertama mereka bertemu. Saat putri Zahard itu mengikat rambutnya ia selalu tertawa gemas dan mencubit pipinya hingga memerah. Inginnya Baam protes, tapi dia tak bisa melakukan hal itu pada orang yang telah menolongnya.

Baam terkejut saat mendengar pengumuman dari atas langit.

"Tes mik, tes mik, A! A!" Suara asing terdengar. "Halo semua! Semua 'Peserta Reguler' yang berhasil sampai di menara ini! Dengan tulus kami menyambut kedatangan kalian semua di lantai 2. Lantainya Evenkhell!"

Setelah jeda sesaat suara itu kembali berkata. "Ini adalah lantainya Evenkhell yang disebut juga sebagai 'Lantai Ujian'. Disini kami adakan ujian akhir untuk melihat apakah kalian pantas naik ke menara."

"Peraturan ujian pertama adalah sebagai berikut. Ada 400 reguler disini, dari 400 akan disaring menjadi 200. Lakukan apa yang kalian bisa. Ujian akan berkahir jika peserta hanya tertinggal 200 orang. Bersiaplah! Mulai~"

Baam memperhatikan sekelilingnya dengan gugup, ia masih perlu beradaptasi dengan perubahan di sekitarnya. Berkat latihan yang sering ia lakukan dengan Khun, sang brunette memiliki insting yang cukup untuk mencari tempat bersembunyi.

Ia tidak begitu bodoh, Baam tahu penyaringan itu artinya banyak orang akan bertarung--bahkan membunuh. Tujuannya datang ke menara hanyalah Khun, dia tak perlu melakukan apapun selain bertahan.

Menyembunyikan diri di semak-semak, ia melihat peserta lain telah jatuh dengan darah merah yang terciprat di depan matanya. Baam menutup mata, mengalihkan tatapannya dan segera berjalan menjauh. Jika dia tidak hati-hati, dirinya akan mengalami nasib yang naas.

Saat ia menemukan sebuah batu besar, Baam berjongkok sambil memperhatikan keadaan. Matanya menelusuri setiap tempat, berharap menemukan sosok familiar yang ia rindukan. Dari instingnya, Baam yakin jika Khun berada di dekat sini.

Memegang erat pedang Black March, tanah di bawahnya tiba-tiba bergetar diikuti dengan sosok besar yang membawa tombak muncul di depannya.

Oh! Tidak! Baam ditemukan!

Saat Baam hendak membela diri, ia melirik ke arah samping. Matanya melebar tak percaya. Tubuhnya bergerak cepat hingga ia menabrak sosok biru yang tengah menyembunyikan diri di balik rumput.

"Ouch!" Khun meringis saat punggungnya mendarat di tanah. Ia merutuk karena tak sempat membaca gerakan orang asing yang menyerangnya tiba-tiba. Saat ia mempersiapkan diri untuk menyerang sang penabrak, Khun membatu.

Azure-nya membola kaget, helaian cokelat familiar; suhu hangat nyaman dan aroma khas yang sering dia hirup. Hanya satu orang yang memiliki ciri-ciri ini. Tapi itu mustahil, bukankah Baam hanyalah bagian dari mimpinya?

"Khun!" Baam menggumam manis. Ia mendongkak dan menatap Khun dengan senyum cerah. "Aku senang bisa bertemu denganmu di dunia nyata!"

"..." Khun yang dianggap jenius memproses data di otaknya sesaat.

"Ha? Baam?!" Sang bluenette menaikan nada suaranya sambil mencengkram pundak Baam. Ia memperhatikan sosok di depannya dengan lekat. "Kau, kenapa kau ada disini? Kau bukan mimpi?!"

Mengedipkan matanya lugu, Baam memiringkan wajahnya imut. Ia melingkarkan tangannya di tengkuk Khun sambil tersenyum manis. "Aku ingin bertemu denganmu, jadi aku berharap bisa memasuki menara. Aku lulus ujian dan tiba di tempat ini, mencarimu dan akhirnya menemukanmu!"

Khun dipeluk oleh Baam dengan erat. "Aku sangat senang, kali ini kita akan bersama meski tidak dalam mimpi kan?"

Wajah Baam yang polos dan manis, membuat hati Khun meleleh. Ia berdehem sambil memalingkan wajahnya yang memanas.

Sayangnya momen itu tak bertahan lama karena sosok asing yang berteriak.

"Kura-kura bodoh! Beraninya kalian mengabaikanku!"

Khun yang masih memeluk Baam dipangkuannya, menatap sang brunette. "Peliharaanmu?"

Baam menggeleng polos. "Bukan, aku tidak tahu siapa dia."

"Siapa yang peliharaan! Hei kura-kura hitam! Ayo bertarung! Aku menantangmu!"

Baam mengerutkan kening, ia sama sekali tidak ingin bertarung. Tapi jika makhluk aneh itu menyerang Khun, Baam memastikan untuk melawan.

Seolah tahu apa yang ada dipikiran Baam, Khun menarik Baam untuk berlari. Ia butuh tempat sepi, banyak pertanyaan yang belum terjawab di benaknya. Anehnya, meski ia tak yakin akan keberadaan Baam yang tiba-tiba berada di menara. Hatinya tak bisa berbohong, jika dia sangat senang karena Baam ada disini bersamanya.

Apalagi fakta bahwa Baam itu nyata, bukan bagian dari mimpinya. Oh, God! Sudah berapa kali Khun berandai jika Baam nyata? Dia janji tak akan melepaskan sosok brunette itu dari pandangannya.

Saat mereka menemukan tempat sepi lain yang dikelilingi gunung bebatuan. Keduanya duduk di atas batu, saling menatap diam.

"Baam kenapa kau tidak pernah bilang kalau kau itu nyata?"

Melihat wajah Baam yang berubah pucat, Khun kelabakan. Ia segera membawa Baam kepelukannya sambil mengecup pucuk kepala sang brunette. "Maaf, aku hanya tidak percaya jika kamu nyata. Aku selalu berpikir jika kau hanyalah bagian dari mimpi anehku."

"Uhm, tidak apa-apa. Aku juga tidak percaya bahwa aku bisa menemukanmu di dunia nyata." Baam menjawab lembut.

Khun memperhatikan pakaian Baam lalu matanya jatuh pada pedang hitam di pinggirnya. Seketika matanya melebar horor.

"Baam?! Darimana kau mendapatkan pedang itu?!"

Baam membawa pedang itu ke tangan Khun. "Yuri-san meminjamkannya padaku saat aku bertemu dengannya di lantai 1."

"Yuri-san bilang aku tak boleh menceritakannya pada siapapun. Tapi karena itu Khun aku akan menceritakannya. Kau tahu? Yuri-san sangat baik! Dia memberikan aku pakaian dan mengikat rambutku!" Baam menyentuh rambut panjangnya dengan senyum sumringah. Membuat Khun ikut tersenyum sambil ikut mengelus rambut cokelat milik Baam.

Baam memeluk pinggang Khun seraya membenamkan wajahnya di bahu sahabatnya. "Evan-san juga memberikan aku pocket untuk berkomunikasi! Aku beruntung bertemu dengan mereka."

Khun mendengarkan cerita Baam dengan penuh minat, ia tak menyangka Baam bisa dipercayakan pedang Black March! Pedang yang hanya ada 13 buah dan dimiliki oleh putri Zahard. Apalagi Yuri sepertinya sangat menyukai Baam karena tak berhenti untuk mengusap rambut atau mencubit pipinya--entah kenapa dia merasa sedikit dongkol mendengarnya.

Baam memang seorang yang luar biasa.

Yah meski Khun cukup penasaran kenapa Yuri datang ke lantai satu, pasti ada alasan yang jelas.

"Mereka bilang aku seorang Iregular."

"..." Pertanyaan Khun sebelumnya pun terjawab hingga ia tertegun seraya menatap Baam yang bergelayut manis di pangkuannya.

TBC

06 Agustus 2020

String of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang