13. Hidupmu, hidupku

1.4K 241 54
                                    

Insting Khun mulai bereaksi saat tiga sosok berjubah hitam memasuki arena. Ia mengeratkan pisau yang dia genggam sambil menatap mereka waspada. Ketika yang lain menyerangnya. Ia terpaksa mengalihkan fokusnya untuk bertarung. Dia mendecak sebal saat dirinya terpaksa bergerak menjauh demi menahan beberapa orang yang menyerangnya.

Sesekali, iris biru tuanya melirik ke arah kursi singgasana. Memeriksa keadaan Baam yang membuatnya sedikit khawatir. Ia sedikit lega saat tak ada musuh yang mendekati Baam--sibuk melawannya atau si Buaya yang tengah asyik mengacau.

Namun, perasaan lega itu tak bertahan lama. Khun merasakan denyutan lain di dadanya. Sontak ia menoleh dan menemukan Baam yang tengah berusaha menghindar dari serangan lawan di singgasana.

Sang brunette nampak kesulitan bergerak karena ruang lingkup yang sempit. Ia agak penasaran dengan sosok lain yang tengah tak sadarkan diri di atas lantai. Akan tetapi, jantungnya terasa berhenti ketika Baam di serang secara tiba-tiba oleh peserta berbadan besar yang mengeluarkan shinsu dan mengarahkannya pada Baam.

Pandangannya menggelap sesaat, mulutnya meneriaki nama Baam seraya menahan sesuatu yang sakit di bagian dadanya. Nafasnya memburu diiringi keringat dingin yang mulai membasahi keningnya.

Khun tidak tahu kapan dia memeluk Baam yang berdarah dan tak sadarkan diri. Ia bahkan tidak mendengar orang-orang disekelilingnya yang menyuruhnya untuk melepas Baam dan membiarkannya segera di rawat.

Otaknya terasa blank. Dunianya berubah menjadi warna keabuan. Mulutnya menggumamkan sesuatu yang tak dapat ia dengar. Sementara benaknya terus mengingatkan jika Baam masih bernapas. Masih hangat. Tidak mati.

Semburan rasa bersalah kemudian mendatanginya satu per satu. Dimulai dari analisa lain yang memungkinkan kejadian ini tak terulang, dirinya yang tidak terbawa gerakan musuh sehingga tak menjauh dari tempat Baam atau hal 'jika saja' lain yang terus berputar di otak jeniusnya.

Khun tahu jika Baam adalah orang yang paling penting bagi dirinya saat ini. Tapi saat ini dia sadar, bahwa pikirannya itu salah.

Baam adalah hidupnya. Jika terjadi sesuatu pada sang brunette mungkin dia tak akan bisa hidup normal. Khun tidak bisa membayangkan dirinya hidup tanpa Baam. Tidak, itu terlalu menyakitkan.

Ia lebih memilih untuk bunuh diri jika Baam mati sebelum dirinya.

Di dunia ini tidak ada yang lebih penting dari Baam bahkan nyawanya sendiri.

Melihatnya pingsan, terluka dengan darah mengucur dari pelipis kepalanya. Tubuh Khun bergetar dengan rasa takut, sakit dan rasa bersalah. Benaknya yang kelebihan muatan akibat terlalu banyak berpikir, sempat menggelap. Menandakan dirinya yang tak kuat menahan emosi dan jatuh pingsan.

Samar-samar, ia mendengar suara Buaya yang berteriak untuk melepaskan Baam atau tetap sadar.

Ha, mana mungkin dia bisa melepaskan Baam?

Baam adalah sumber hidupnya, ia tak akan melepasnya. Bahkan dalam pingsan sekalipun.

Tentunya pikiran keras kepala Khun ada benarnya.

Ketika Khun membuka matanya, ia melihat langit-langit ruangan putih. Tangannya menggenggam lengan hangat yang familiar. Kepalanya menoleh, mendapati Baam yang masih tertidur dengan perban di kepalanya.

Seketika, rasa sakit kembali menyerang dadanya. Khun menggigit bibir bawahnya menahan rasa penyesalan. Jika saja--

Tidak Khun! Berhenti memikirkan hal yang sudah berlalu. Saat ini dia hanya perlu merawat Baam. Memastikan bahwa sang brunette aman dan nyaman di sampingnya.

Dengan lembut, Khun menarik Baam ke dalam pelukannya. Kepalanya ia sandarkan di dada Baam. Mendengarkan detak jantung sang brunette yang berdetak stabil. Hal sederhana ini, berhasil menenangkan rasa sakit di hatinya.

Khun lalu mengecup kening, pipi, hidung dan bahu Baam seraya menyembunyikan kepalanya di ceruk leher si remaja cokelat. Hidungnya menghirup aroma Baam yang membuatnya kembali mengantuk.

"Baam, sadarlah." Bisiknya lembut. Jemarinya memainkan helaian cokelat Baam yang panjang.

Melihat rambut Baam yang berantakan, Khun teringat pada dirinya sendiri. Ia bertanya-tanya sudah berapa lama dia pingsan. Hal yang membuatnya lucu adalah saat ini dirinya tak begitu peduli dengan penampilan atau rambutnya yang cukup berantakan.

Dirinya yang selalu merapihkan rambutnya sampai puas hingga berjam-jam, kali ini sangat malas karena pikirannya hanya dipenuhi oleh Baam.

Pintu ruangan sedikit terbuka, Khun mengalihkan pandangannya dan menemukan Rak yang berdiri di depan pintu, terkejut lalu segera berlari lagi keluar.

Oh, meski Khun tidak ingin meninggalkan Baam. Dia juga perlu mengetahui hasil permainan dan kelanjutan ujian. Meski menyebalkan, dia harus mengikutinya jika ingin lulus.

Dengan berat hati, Khun turun dari tempat tidur. Ketika kakinya menapak di lantai, ia sedikit oleng sehingga perlu menahan tangannya di atas tempat tidur.

Tubuhnya sangat lemah, apa yang terjadi?

Mengabaikan situasinya, Khun membuka pintu dan mendapati sosok Rak yang tengah mondar-mandir tak jelas.

"Masuklah, aku juga ingin bertanya sesuatu." Khun berkata sambil menyilangkan tangan di dada.

Rak bergerak gelisah, ia dengan angkuh mendengus remeh. "Aku bukannya khawatir pada Kuroi Kame, aku hanya ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja."

Melihat tingkat tsundere dari makhluk di depannya. Khun memutar bola matanya bosan. "Terserah, katakan bagaimana pertandingannya?"

"Tidak ada pemenang. Ujian posisi diadakan besok."

"Mengartikan jika Baam belum bangun sampai besok. Dia bisa didiskualifikasi." Manik birunya menggelap, memikirkan rencana agar Baam bisa mengikuti tes meski besok belum sadar.

"Hei Aoi Kame! Aku lapar! Beri aku chocobar!"

"Pergi saja ke kantin! Aku sibuk!" Khun mengabaikan teriakan Rak dan kembali tidur sambil memeluk Baam erat. Ia berharap bahwa sang brunette akan segera bangun.

Baam tidak bangun keesokan harinya, Khun dengan berat hati mengikuti pertemuan untuk penjelasan pembagian posisi yang menurutnya membosankan. Hal yang membuatnya lega hanyalah pelatih posisi Wave Controller datang terlambat sehingga Baam masih memiliki waktu.

Khun juga tidak menyangka bahwa ada peserta berambut pirang yang menanyakan kondisi Baam dengan senyuman lembut.

Oh, entah kenapa dia merasa harus menjauhkan wanita pirang ini dari Baam.

TBC

Yoru : Di chapter depan banyak kissu yang imut dan manis >\\\<

Salam,
Yoru

19 Agustus 2020

String of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang