Chapter 9: Kawah Putih

2.2K 406 30
                                    

Halo... intronya masih plain dan gitu-gitu aja. Semoga kalian enggak bosen karena aghu double updates. Well, bless your day. There's two more weeks to go~

---

Udara di Kawah Putih itu dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Udara di Kawah Putih itu dingin. Makanya Rose beberapa kali narik cardigan hijau tosca tipisnya supaya lebih anget. Sadar dengan kondisi itu, gua narik Rose terus meluk dia dari samping.

“Kalau gini lebih anget kan?” kata gua sambil nyengir. “Kenapa nggak bawa jaket yang lebih tebel? Kan tadi sebelum berangkat udah dibilangin buat pakai jaket aja jangan cardigan.”

“Hehehe... soalnya kalau pakai ini kelihatan lebih cantik dan stylish.”

Stylish sih tapi nanti masuk angin kan berabe juga,” jelas gua dan kayaknya Rose juga setuju. “Pakai jaket aku aja nih.”

Rose nolak dengan dalih nanti gua bakal kedinginan. Tapi gua ini lebih tahan dingin daripada dia. Jadi setelah negosiasi singkat, akhirnya dia nerima jaket itu. “Aku pakai sweater jadi enggak akan kedinginan,” kata gua sambil makein jaketnya ke Rose. “Kita kan ke sini pakai motor. Nanti kalau baliknya kamu masuk angin, bisa-bisa aku dimarahin Papah Surya. Mana Senin kita UAS kan. Kamu nggak boleh sakit atau nanti harus ngulang mata kuliah. Emang mau gitu?”

Dia gelengin kepala cepat terus nyahut pakai suara cempreng yang bikin ketawa saking lucunya. “Enggak lah jelas! Ish kamu kalau ngomong suka nggak pakai filter.”

“Ya udah atuh maaf.”

“Maaf tapi sambil ketawa.”

“Rose cantik banget deh. Jangan pundung atuh sayang. Ini kan hari spesial,” kata gua sambil nyubitin pipinya. Enggak kenceng kok, tenang aja. Kalau kenceng nanti balasannya bakalan lebih ajib. Rose pernah ikutan Bandung Karate Club waktu SMP. Kalau gua salah langkah bisa-bisa langsung dihajar. Kan nggak mungkin gua ngebales dia pake high kick taekwondo. Bakalan pecah dunia ninja kalau itu terjadi.

“Sini tangannya.” Rose nyodorin tangan. Karena gua sempet agak bingung gitu, dia narik tangan gua yang sebelumnya disimpen aja di dalam saku celana karena dingin. Dia nautin jari-jarinya di situ—megang tangan gua erat banget. Rose juga meluk lengan gua, biar enggak terlalu dingin, katanya. Ya aku sih seneng aja kan.

“Bau belerangnya belum kecium,” cetus gua sambil nurunin masker terus dipakai lagi karena pengap. Rose juga ngikutin hal serupa—mungkin karena tersugesti aja. “Coba kamu diri di atas batu itu deh. Nanti aku fotoin.  Kayaknya bagus.”

“Buat apa? Aku kan nggak main IG lagi Jeff,” balas Rose dengan dahi berkerut dan ekspresi bingung yang terlukis samar di balik masker putih yang dia pakai.

Bandung, I'm in Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang