Secret 27 - Jadi Karena Hati (?)

1.6K 132 8
                                    

Begitu papa bilang mengantuk, diam-diam mereka berempat merasa sedikit lega. Perdebatan jurusan pilihan Leo akhirnya terhenti atau mungkin tertunda. Tapi, setidaknya itu masih mending dibandingkan papa dan mama mereka terus berdebat, mengukit bagaimana Leo selalu labil, akan jurusan yang akan dipilihnya nanti.

"Besok kamu mulai unggah berkas dan daftar seleksi raport, dan papa nggak mau mendengar kamu yang berubah jurusan yang kamu mau lagi. Mau Manajemen, gara-gara Riko masuk jurusan itu. Dulu kamu bilang mau masuk HI, sekarang, udah berubah lagi mau masuk Psikologi. Contoh Abang sama teteh kamu yang gak labil."

"Iya, pah," sahut Leo manut. "Leo sekarang, udah bener-bener serius, pah."

Laksmana mengangguk. "Yaudah sekarang semuanya pada tidur. Udah mau tengah malem, nanti pada telat. Papa sama mama ngantuk, mau tidur. Kalian juga."

"Tidur yang nyenyak Pah, Mah." kata Lembayung. Mereka berempat, masih tersenyum sampai akhirnya, ketika papa dan mama masuk ke kamar, atensi dari tiga orang kakak itu mengarah pada Leo yang duduk di sofa single, di ruang keluarga.

Lintang sebagai abang sekaligus kakak tertua berdeham. "Sekarang coba aja kamu jujur sama kita bertiga, apa alasan kamu tiba-tiba pengin pindah jurusan? Dek di sini kakak tau, kamu pasti punya alasan kuat makanya kenapa tiba-tiba berubah."

"Dulu masuk IPS, gara-gara Riko masuk IPS. Pilih HI, gara-gara direkomen guru BK. Mau masuk Hukum gara-gara direkomen wali kelas. Kemaren mau masuk jurusan Manajemen, karena Riko semangat banget mau ke sana. Kali ini apa? Teteh, nggak mau denger alasan kamu jadi pengin masuk Psikologi gara-gara Riko juga."

Cecaran dari Lintang dan Kiya ditanggapi gelengan dari Leo. "Memang gue punya alasan kuat kenapa gue pindah sama ganti keinginan jurusan lagi. Tapi alasan gue mau masuk Psikologi bukan karena Riko. Riko dari kapan tau, memang fix."

"Terus, karena apa?" tanya Kiya, tidak sabaran. "Gara-gara direkomen sama kepsek lo, lo harus masuk jurusan Psikologi terus di kampus gue? Begitu bukan?"

"Sumpah ya, si teteh dangkal banget," celetuk Leo disertai dengusan. "Tiba-tiba aja, gue tertarik masuk Psikologi pas gue baca buku mata kuliah lo, gitu aja."

Kiya menyilangkan tangan, tidak percaya. "Gak mungkin. I can't believe."

Leo mengacungkan jari tanda peace. "Seriusan, gue memang suka terus gue penasaran juga. Kata guru bimbel gue, pilih jurusan tuh yang buat kita penasaran."

"Teteh gak maksud ngomporin kakak-kakak kamu tapi Leo, pas di semester lalu kamu bilang mau masuk Manajemen selain ikut Riko, kamu juga bilang pas itu kamu penasaran sama jurusannya dan pengin pas kuliah kerjasama bareng Riko dan kalian ada rencana mau buat kafe," papar Lembayung. "Menurut kakak, Leo keren. Maka dari itu, kakak pikir pasti ada alasan lain yang jauh lebih kuat. Iya kan, dek?"

Lembayung, Lintang dan Kiya melihat si bungsu mengintimidasi tapi hanya Lembayung yang agak soft, sedikit. Dilihati begitu, Leo mengacak rambutnya, keki. Memang susah rupanya berbohong dari orang tua. "Soalnya, gue lagi jatuh cinta."

"APA?!" teriak Lintang dan Kiya berbarengan. Buru-buru mereka langsung melihat pintu kamar papa dan mama, beruntung tidak ada tanda-tanda pintu terbuka dan omelan jangan berisik, tidak terlantun khidmat. "Kamu jatuh cinta sama siapa?"

Di saat kedua kakaknya terkejut, kakak iparnya yang terlihat, biasa saja. Leo menjawabi pertanyaan Lembayung. "Ada pokoknya, teh. Kakak kelas Leo, dia adek kelas teteh juga di jurusan," aku si bungsu malu-malu dengan pipi yang memerah.

Spontan Kiya mendengus keras. "Gue duga juga apa. Gak mungkin lo nggak kesambet apa-apa, tau-tau mau berubah haluan lagi." Kiya bangkit dari duduknya—menghampiri Leo yang merasa ngeri sendiri. "Bilang sama gue, namanya siapa?"

How to Keep This Secret? [KDY-END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang