Secret 42 - Jadi Begini (7)

1.1K 85 7
                                    

Hari Jumat dan mata kuliah memang surga bagi semua mahasiswa. Katanya kebanyakan kakak tingkat, mata kuliah di jam terakhir kelas mereka ini bisa disebut sebagai salah satu mata kuliah yang paling berisiko. Tetapi tidak apa-apa, ini masih jadi perdana, hari pertama mata kuliah ini akan dimulai, semoga tidak ada kendala.

Kelas 3E benar-benar gaduh lantaran dosen mata kuliah terkait belum hadir, terlebih mereka juga penasaran siapa dosennya mengingat sama sekali tak ada cuap-cuap atau gosip bahkan dari kelas lain. Yangyang mengetuk mejanya frustasi. "Apa kelas kita diajarinnya sama Bu Sana, kayak kelasnya Nabil sama Jeno? Kalau kayak kelas 3B, gue gak tau sih, Bu Sana tuh kalau ngajar memangnya kayak gimana?"

Nana mengangkat bahu, tak tahu juga. "Bu Sana perasaan belum pernah deh ngajar semester satu sama dua. Tapi setau gue, kata Nabil sama Jeno Bu Sana tipikal orang yang tegas gitu, anjir. Ketauan main hape, katanya perngurangan nilai lah."

"Sadis," komentar Kiya yang duduk di tengah, diantara Yangyang dan Nana di samping kanan-kirinya. Iya, mereka bertiga sekelas di semester tiga ini. "Tapi ya kelasnya Renjun sama Echan sama Pak Deka. Enak anjir, sama kaprodi mereka."

Pak Deka, dosen sekaligus kaprodi, di Psikologi itu, termasuk ke tipe dosen-dosen yang asik dan gaul seperti Pak Johnny. Semua anak Psikologi UNA juga tahu kalau Pak Deka punya selera humor yang asyik, masuk dengan millenial jaman kini.

Yangyang mendengus. "Kayaknya kalau sama Pak Deka, bakalan asyik ya."

"Kemaren Renjun cerita kan, kalau dosennya santuy banget gitu. Kayaknya punya prinsip belajar santai asal masuk materi gitu," jelas Kiya mengingat ceritanya Renjun dan Echan seputar bagaimana Pak Deka saat perdana mengajar di kelasnya.

Nana mengadahkan tangan. "Ya Allah, semoga dosen kelas kita kali ini bisa sama Pak Deka. Kita bertiga maunya sama Pak Deka, biar santai, biar enak, Aamiin. Semoga dosen kali ini nggak galak, gak pelit nilai, baik kayak Pak Deka, Aamiin..."

Mereka bertiga mengamini doa Nana meski Yangyang dengan metode yang berbeda. "Kenapa Pak Deka nggak kasih info siapa dosennya sih yang bakalan hadir terus ngajar di semester tiga ini? Sumpahnya gue jadi dibuat deg-degan ti kamari."

* ti kamari : Dari kemarin

Dan deg-degan yang Yangyang maksud pun akhirnya terjadi sekarang juga.

Kelas yang asalnya ramai karena obrolan, mendadak hening—teman-teman yang tidak duduk di bangkunya juga auto duduk di bangkunya ketika pintu kelasnya terbuka, berhasil membuat semua orang di kelas kesulitan menelan salivanya, sebab merasa gugup, deg-degan, dengan bagaimana rupa dosen yang mengajar mereka.

Ketika melihat sosok laki-laki berpakaian formal warna hitam dengan ransel tersampir di sebelah bahunya, membawa dua buku serta luwes, begitu saja masuk—Kiya yang asalnya deg-degang sontak melotot, disusul Yangyang dan Nana, sedang gencar menyenggol lengannya, saking mereka juga sama tidak percayanya saat ini.

Begitu laki-laki itu sudah berdiri di balik meja ajarnya, menaruh ransel serta buku yang dibawanya di atas meja, sosok itu menyapukan pandangannya pada anak kelas perdananya kali ini. "Selamat siang, hari ini kita kuliah Psikodiagnostika ya."

Rasanya, rahang Kiya hampir jatuh ke lantai. Pasalnya, bagaimana bisa laki-laki yang tadi pagi mengantarinya dan Nabil ke kampus dengan pakaian santai, tiba-tiba berada di kelasnya dengan pakaian formal, catat, mengajar pula di kelasnya!

"Saya, Arshaka Dirgantara Arundani, salah satu dosen baru. Saya salah satu dosen yang mengampu mata kuliah PD bersama dengan Bu Sana, Pak Kaprodi alias Pak Deka, Bu Zora juga. Meski ada enam kelas, saya dan Bu Zora hanya mengampu di satu kelas, saya mengampu di kelas kalian." Laki-laki itu, pacarnya Kiya, ia tidak habis pikir bagaimana bisa Shaka ternyata menjadi dosennya. "Kosmanya siapa?"

How to Keep This Secret? [KDY-END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang