21. Love Without Effort is just Nonsense

2.6K 214 15
                                    

Suasana dipenuhi oleh amarah. Rasanya sebuah balon perlahan semakin membesar di dada Nanon.

"Gua bakal ngebunuh lo!" bentak Nanon pada pria di hadapannya.

Kepala sekolah itu tertawa kecil, kemudian mengelus kepala Nanon.

"Bukankah kata-kata itu terlalu membosankan? Selagi kau masih ada di dalam halusinasi saya, kau tidak akan bisa melakukan apa-apa. Semua yang sudah kau temukan dan alami, hanya halusinasi," ucap Kelapa sekolah itu dengan suara yang begitu sombong.

"Gua ga percaya sama manusia kaya lu! Terlalu biadab bahkan hanya untuk tetap bernapas di dunia ini," geram Nanon.

"Oh, maaf. Apa kalian berdua sudah melakukan hal itu? Saya merasa kasihan bahwa kau melakukan itu hanya karena halusinasi," ucap kepala sekolah itu sembari tertawa kecil.

"Ini semua nyata! Gua ga hidup dal halusinasi semata!" bentak Nanon.

"Baguslah, tetaplah terpaku pada pemikiran cerdasmu itu!"

Kepala sekolah itu kemudian mengambil langkah keluar dari ruangan itu.

Ketiganya kini terdiam dalam keheningan yang sangat sunyi. Tak ada suara apapun, kecuali deru napas mereka yang bersahut-sahutan.

Air mata Nanon kini telah tiba di sudut matanya, kemudian perlahan mulai terjatuh setetes demi setetes.

Ia kini terisak, bingung, dan sakit. Ia tak tahu apa yang harus ia percaya dan tidak.

"Non, lu kenapa nangis?" tanya Ohm.

Nanon tak menjawab. Ia hanya diam dan menangis.

"Non?" Ohm berusaha untuk tetap membuat Nanon mengeluarkan suaranya.

Nanon kemudian menyerah, dan memilih untuk berpaling dan menatap kedua mata Ohm.

"Gu–gua bingung ...," ucap Nanon sembari tersedu.

"Bingung kenapa?"

"Kita sepertinya memang benar-benar sedang ada dalam halusinasi. Atau, maksud gua, hanya gua sendiri yang terjebak di dalamnya."

"Hah? Lu kira gua sekarang ga nyata?" ucap Chimon dengan nada suara yang meninggi.

Nanon menggelengkan kepalanya,
"Gua masih belum bisa percaya, sebelum gua nemuin fakta, dan keluar dari halusinasi ini."

"Non, gua nyata!" ucap Ohm berusaha meyakinkan Pria yang kini pipinya masih dibasahi oleh air matanya.

"Kalo ternyata gua ini adalah halusinasi, apa lu bisa terima suatu saat gua ga tau apa-apa ketika lu udah keluar dari halusinasi ini?" tanya Nanon yang membuat Ohm sempat terdiam sejenak.

"Gua ngerti maksud lo, Non," ujar Chimon.

"Jadi, ma–maksud lo, kita pu–putus?" tanya Ohm terpatah-patah.

"Bukan maksud gua untuk putus, Ohm. Tapi, gua hanya pengen menunda. Gua ga pengen menaruh harap, hingga sakit ketika mengetahui bahwa hanya gua sendiri yang masuk dalam jebakan ini," jawab Nanon.

Pandangan Ohm kosong. Ia kini hanya diam dan merasuk dalam sunyi. Mulutnya terbuka, dan merasa bahwa ia tidak menyangka hubungannya akan menjadi seperti ini.

"Gua harap, dari awal kita gak usah menaruh rasa," ujar Ohm kemudian meneteskan air matanya.

"Gua minta maaf, Ohm."

Chimon yang menyaksikan hanya bisa diam, mengetahui situasi mereka kini benar-benar diambang abu-abu.

"Gimana cara kita keluar dari sini?" tanya Chimon yang berusaha memecah kebekuan.

The End of The Secret | OhmNanon 🔞 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang