16. Trinity School

2.6K 228 10
                                    

Terpampang jelas, sebuah ruangan nyata yang begitu mewah. Ketika pintu itu terbuka, ruang tamu adalah yang pertama kali terlihat. Sofa berwarna putih gading yang senada dengan warna ruangan, dan di hiasi oleh lampu bercahaya warm white.

Suasana tenang menyelimuti apartemen itu, ditambah tempat tidur king size di dalam kamarnya.

"Bukankah ini seperti sudah di rancang? Atau boleh dibilang, dengan biaya yang hanya empat puluh juta, bisa mendapatkan tempat yang sesempurna ini?" Nanon bertanya-tanya sendiri.

Ia beralih pandang pada sebuah jendela yang ditutupi oleh gorden berwarna coklat susu. Ia membuka kain itu, menampilkan pemandangan kota New York dari ketinggian sepuluh lantai. 

"Astaga, Ohm!" Teriak Nanon memanggil pria yang kini tengah merebahkan tubuhnya di atas sofa.

Ohm beranjak, kemudian mendekati pria yang kini tengah terfokus pandang pada pemandangan di luarnya.

Ohm melingkarkan lengannya pada pinggang Nanon,
"Kenapa ngga ke balkon?"

Nanon menggeleng. Ia masih begitu malas untuk keluar dan diterpa angin yang begitu kencang.

"Mau mandi?" bisik Ohm dengan nada suara yang begitu manis.

"Mau. Tapi, gua mau nanya sesuatu," ucap Nanon, kemudian membalikkan tubuhnya kini menghadap pria di depannya.

"Apa?"

"Kalau gua pengen menetap di sini, lu ga keberatan?"

Ohm hening sejenak, melihat betapa berharapnya pria di depannya.

"Sepertinya, lu juga bakal bosan dalam beberapa bulan lagi."

"Ngga akan. Kota seindah ini? Yang benar saja, Ohm. Tidak ada orang yang bisa bosan dengan suasana disini. Apalagi, dalam beberapa bulan, musim dingin akan datang. Gua benar-benar ingin merasakan salju," ujar Nanon.

Langkah mereka terhenti ketika baru saja ingin beranjak menuju kamar tidur.

"Non, siapa di depan?" bisik Ohm.

Nanon berjalan perlahan menuju pintu, mengintip melalui lubang intip.

"Shit! Ohm, kita lupa dengan rencana menukar kamar!"

"Oh iya. Sepertinya kita terlalu terpesona, hingga melupakan semua masalah," ucap Ohm.

"Ohm, panggil petugas kebersihan melalui tombol itu," ujar Nanon sembari menunjuk tombol merah yang ada di samping Ohm.

Ohm sontak langsung menekan tombol itu.
"Untuk apa?"

"Kita harus menyamar."

"Ohm, lu sembunyi di kamar dulu, gua bakal urus."

Ohm mengangguk. Kemudian berjalan menuju kamar.

Nanon menunggu di balik pintu itu, sebelum akhirnya seorang petugas kebersihan masuk ke dalam ruangan lengkap dengan gerobak dorongnya.

"Drtt... Cklek!" Nanon mengunci pintu itu.

"Sttt...." Nanon meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, memaksa pria petugas kebersihan itu diam sejenak.

"Gua butuh bantuan. Kita harus bertukar pakaian sekarang juga."

"Kenapa?"

"Gua butuh sekarang."

"Apa kau pencuri?" tanya pria itu dengan wajah penuh curiga.

"Sial. Gua lagi di jebak. Mereka ingin menangkap gua."

The End of The Secret | OhmNanon 🔞 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang