“Manusia dapat melakukan hal-hal bodoh saat sedang jatuh cinta.”
-Pak Sadikin, Penjahit Kain.
-
Aku terbangun saat suara penjual sayur keliling mengudara tepat di samping jendela kamarku. Lagi, tidur setelah sholat subuh masih menjadi kebiasaan burukku.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul enam, tapi mataku masih enggan terbuka sepenuhnya. Semuanya jelas karena malamku terasa begitu panjang. Singkatnya, aku tidak bisa tidur.
Iya.
Aku berdebar semalaman.
🍂
Menghabiskan waktu di rumah tidak buruk juga, tapi tanpa pejalan kaki yang lalu-lalang, pegawai yang sibuk meladeni pembeli, dan pemandangan ramai dari toko depan, rasanya aneh. Hari ini aku tidak pergi ke toko, tanpa alasan, sebut saja malas.
“Rum!”
Suara yang cukup familiar. Tidak, lebih dari familiar sebenarnya.
Kulihat dari balik gorden Tjandra tengah memarkirkan motor matic-nya di pekarangan rumah.
Ngapain ini anak mampir ke sini?
“Buka woy.” Tjandra menggedor pintu.
Saat masuk tangannya penuh dengan dua keresek hitam.
“Tumben gak ke toko, heh?”
Belum sempat kujawab, Tjandra sudah menerobos masuk, berjalan lurus ke arah dapur, mengambil mangkuk, kembali ke ruang tengah, lalu mendudukkan dirinya dengan nyaman di sofa.
Tangannya dengan cekatan membuka bungkus pelastik, kemudian menuangkan isinya ke mangkuk. Oh, seblak yang menggiurkan rupanya.
“Cuma bawa satu?” Tanyaku sembari membuka keresek lainnya yang ternyata berisi cup Teh Tong Tji.
“Eh kirain teh lagi sakit, sorry.” Ucapnya dengan ekspresi tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Matanya terarah ke televisi, sedang tangannya sibuk memindah channel.
“Omong-omong, urang diblock ku temen manéh.”
“Bodo ah.”
“Serius Rum.”
“Ya gimana lagi, terima aja. Malahan aneh kalo gak diblock”
Tjandra mendecih, “Padahal urang cuma mau ngobrol masalah psikologi buat skripsi nanti.”
“Skripsi DKV naon yang ada psikologinya?” Tanyaku sambil terkekeh.
“Ada wey, kita belajar psikologi komunikasi juga. Kan bisa ada pembahasan tentang sisi psikologisnya. Mikir saeutik gera!” Ujarnya sembari menambah volume suara TV.
Aku mencibir, “Ya udah, entar dibantuin. Tapi dengerin aku curhat dulu, mau gak?”
Tjandra buru-buru mengagkat ibu jarinya, “Siap!”