PROLOG

1.6K 390 126
                                    

"Yang haram bisa dihalalkan dengan cinta?" - Wira Buana

-
-
-

——-oOo——-

"Aku mencintaimu, Wira Buana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku mencintaimu, Wira Buana."

Gadis itu kini meneteskan air mata di sela-sela telinganya.

BRAAAK!

Bersamaan dengan suara petir di langit, pintu di ruangan ini hancur lebur. Ternyata ayahnya Adis.

"Kamu-!" Lelaki tua itu sudah memasuki ruangan sunyi ini setelah menendang pintunya. Dia berhenti dengan kalimatnya dan sangat marah ketika sang anak sedang beradu tatap dengan kekasihnya, yang bukan lain adalah Wira. "Adis, Ayah minta kamu untuk pulang sekarang."

"Tapi, Yah-"

"PULANG SEKARANG ATAU ANAK INI AYAH BUNUH!"

Adis menangis lagi. Sesenggukannya semakin parah, karena ia khawatir. Apalagi yang ayahnya lakukan pada Wira kali ini? Membunuhnya? Ya Tuhan.

Yang diteriaki hanya merenung dan menunduk menatap lantai kusam yang mereka pijaki. Wira bingung setengah mati, terlebih dia merasa bersalah. Dia tidak pernah menginginkan membawa pergi putri orang lain. Dia dan Adis hanya bersembunyi di sini untuk menghindari dari ini semua. Jika masalahnya tidak melarut, Wira berjanji akan membawa Adis kembali ke pelukan sang ayah. Tapi siapa yang sangka, justru lebih runyam dari yang Wira bayangkan.

Tetapi, semuanya sudah terlambat. Ayahnya juga tahu sekarang. Tidak ada lagi yang harus disembunyikan darinya. Mungkin sekarang adalah detik-detik akhir dari sebuah cerita.

"Bunuh Adis aja, Yah. Bunuh Adis anak perempuan kebanggaan Ayah sekarang. BUNUH ADIS!" Emosinya meluap di kala sang ayah mendekati mereka, mendekati Wira.

Wira menatap dalam mata Adis. Apa yang gadisnya katakan? Dia sangat bodoh. Dia berpikir ayahnya bisa membunuh dia begitu saja? Kalau benar iya, Wira yang akan mati duluan.

Ingat, kondisi Adis sekarang semakin lemah. Wira tidak akan membiarkan gadisnya lebih sakit dari ini.

"Anda tidak perlu mengotori tangan Anda sendiri. Saya bisa melakukan ini untuk gadis yang saya sayangi tanpa repot-repot melibatkan campur tangan Anda." Wira menjauhi Adis, lantas dengan perlahan dia mendekati secara langsung ayah dari kekasihnya. Jaraknya semakin dekat sehingga mereka bisa saling bertatap muka.

"Wira..." Suara panggilan yang sangat familier di telinga Wira itu timbul di tengah-tengah ketegangan mereka.

Adis masih termenung di tempatnya sambil menangis menutupi wajahnya sebagian karena takut.

Ada seseorang yang mendekati pria dan laki-laki ini. Dia juga seorang pria. Itu adalah papanya Wira.

Menatap ayah Adis dengan mata elangnya, papanya Wira langsung menodongkan pistol yang ada di sakunya. "Bunuh putraku, jika kau masih mencintai putrimu."

Semuanya makin kacau. Rintik hujan semakin deras didengar. Petir berkeliaran di awan. Hanya ketakutan yang menyelimuti perasaan Adis saat ini.

"Pa! Bunuh aku saja. Jangan sakiti Adis. Jangan berani dekat-dekat dia meski sejengkal dari ujung kuku kaki Papa." Kini Wira menantang keras papanya sendiri. Sama-sama memiliki tatapan yang ingin saling membunuh. Kemudian, Wira mengambil alih pistol yang sedari tadi di tangan si pemilik. Dia todongkan benda itu ke kepala papanya, siap-siap menembak.

Papanya Wira kalut. Mana mungkin anaknya sendiri rela membunuh-

"Pa, aku mohon sama Papa. Andai aku bisa bebas dari lingkaran Papa yang kelam, aku hanya ingin ... biarkan aku mati," lirih Wira, setengah kalimatnya hilang ketika membahas lingkaran (lingkungan) semasa dia tinggal bersama papanya.

Tanpa sadar sekeliling, Wira mengubah bidikan pistolnya, mengarah ke kepalanya sendiri.

"Wira?! Kamu jangan konyol ya! Kamu nggak boleh ninggalin aku!" Adis ingin mendekati Wira, tetapi ayahnya sudah lebih dulu menarik lengannya. "Wira! Kamu jangan aneh-aneh!"

"Apa sekarang? Anda menginginkan saya mati, kan? Jangan sakiti Adis ya, Tuan." Wira tersenyum pilu ke arah ayahnya Adis dan juga Adis. Seperti mengisyaratkan akan ada sesuatu di balik senyuman itu.

Papanya Wira masih tak berkutik dari apa yang dilihatnya. Dia bingung harus berbuat apa. Dia pikir, Wira anaknya tak sebodoh itu dalam hal percintaan.

Masih dalam keadaan sadar, kemudian dia berkata, "Adis, jaga diri kamu baik-baik. Aku minta maaf buat semuanya. Aku ... juga mencintaimu, Adis Yustika."

Akhirnya kata-kata yang tidak pernah diungkapkan dari kata-katanya itu dia katakan juga. Inikah awalnya? Atau akhir dari segalanya, Tuhan? Dia mengatakannya? Ini-

DORRR!

Belum selesai Adis berkecamuk dengan isi hati dan kepalanya, dia langsung membuka matanya lebar-lebar. Dia tidak dapat mempercayai ini. Apakah artinya ini, Adis harus membenci Tuhan? Dia rela dikutuk. Asalkan Wira hidup bahagia bersamanya.

"WIRAAA!"

Ⓒⓘⓡⓒⓛⓔ Ⓓⓘⓒⓣⓘⓞⓝⓐⓡⓨ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ⓒⓘⓡⓒⓛⓔ Ⓓⓘⓒⓣⓘⓞⓝⓐⓡⓨ

To Be Continued

Love you readers!

Circle Dictionary [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang