Mamak Komplek

16 2 1
                                    

#cerpen
#fiksi
Judul :Mamak komplek
By Adhe Afrilia
Jumlah kata 3116 kata.

Pemerintah berkuasa karena pemilu tapi mamak-mamak berkuasa tanpa perlu melalui kontestensi apapun. Sudah hukum alamnya begitu. Andai aku tahu menjadi ibu-ibu seberat ini, mungkin saat kecil aku fokus bercita-cita menjadi ibu negara saja.

Sebuah motivasi harus dirumuskan secara jelas, menurut pemikiranku begitu. Berbekal pemahaman motivasi yang kompleks itu, aku berhasil melangkahkan kaki keluar rumah.

Aku adalah pendatang baru, berusia muda, berpenampilan cukup baik, berpendidikan lumayan dan semua itu adalah alasan berbahaya untuk keluar rumah. Alasan berbahaya karena di luar rumahku berdiri sekelompok perempuan dan perempuan memiliki kecendrungan berkompetisi secara terselubung.

Aku ingin membeli sayur-mayur tapi aku tak yakin sayur seperti apa yang akan aku temui. Sebuah rencana yang mengabaikan ditail, memiliki risiko tinggi dan semua risiko memberi perasaan tidak nyaman.

Aku baru menikah. Tidak, tepatnya aku sudah menikah sejak hampir setahun lalu tetapi kami terpisah benua. Saat ini adalah saat baru aku memulai peranku, menjadi istri yang sesungguhnya.

Sehingga aku memutuskan untuk memasak, tanpa mengetahui secara pasti memasak apa. Hidup selalu memberi ketidakpastian dan asumsi, seperti asumsiku ingin belanja sayurmayur tanpa mengetahui keluarga sayur mana yang akan aku temui dan seperti asumsiku yang ingin memasak tanpa keputusan jenis masakan apa yang akan terpilih.

Semua adalah hal normal dalam kehidupan dan satu-satunya yang kita yakini adalah kita hidup, seperti satu-satunya keyakinanku saat ini adalah keberadaan tukang sayur di depan rumahku dan satu-satunya keyakinan atas semua asumsi dari keraguanku itu adalah fakta  bahwa adaptasi dalam lingkungan penuh kompetisi terselebung itu mengerikan.

Aku mendengar riuh rendah suara ibu-ibu di depan pagar rumah. Setiap aku mendengar nada intonasi melengking, setiap itu pula nyaliku ciut.

Aku menyesal tidak membeli banyak kue dan mengetuk pintu tetangga satu persatu Minggu lalu. Namun, aku meralat lagi penyesalan itu karena aku juga tidak ingin terlihat lebay. Hal paling buruk dalam kompetisi terselebung perempuan adalah stempel lebay dan lemah. Di dalam komunitas apapun stempel itu tidak menyenangkan, tapi dalam komunitas perempuan stempel itu mengerikan.

Kami tidak mengenal siapapun di cluster perumahan ini, kecuali security dan satu rumah di depanku. Pun satu rumah di depanku itu adalah keluarga dari teman kantor suamiku yang juga tidak terlalu akrab. Intinya aku sekarang berada dalam lingkungan yang tidak kondusif, tidak aku kenal dan tidak ada adaptasi yang mudah, bahkan bagi hewan sekalipun.

Saat baru akan membuka pintu pagar aku mendengar suara seorang perempuan yang sedang membicarakan seseorang tetangga baru mereka. Suara perempuan itu menyebut kata sombong,dan kata tidak pernah terlihat. Suara perempuan lainnya dengan logat kental menanggapi dengan intonasi nada menukik. Sebuah tawa juga terdengar pecah di telingaku. Kata-kata seperti pengantin baru, mamah muda, keluar hanya jemuran saja, putih-putih melati orangnya Ali baba, meluncur deras di udara, kata-kata itu berbunyi seperti orkestra ajaib yang membuat tanganku membeku.

Aku kembali mengumpulkan puing-puing semangat yang berserakan seperti mencabuti rumput yang tumbuh liar.  Saat suara mereka terdengar lagi, meskipun aku yakin mereka sudah melihat bayanganku di depan pagar.

Suara mezzo sopran terdengar meluncur sangat menyentuh hati. "Eh aku pernah liat, orangnya pernah boncengan sama si Om!" Suara yang membuat aku berpikir mungkin orang dibalik pagar yang tak terlihat itu serupa dengan Agnes Monica, dari kelas suaranya.

"Kapan nikahnya ya si Om ganteng kok gak ada woro-woro di grup RT." Antara C empat sampai G lima, sebuah suara sopran kembali menanggapi obrolan, menambah riuh orkestra yang aku dengar.

Aufsatz LosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang