Cantik

1 1 2
                                    

Dia mungkin adalah perempuan tercantik yang aku pernah kenal. Sejak kecil kecantikannya begitu menggemparkan. Ada yang bilang dia mirip Lulu Tobing, lain orang mengatakan dia mirip Inneke Koesherawati.

Karena cantiknya yang terlalu, tak heran bila anak lelaki paling populer selalu mendekatinya. Sebut saja yang paling populer dari SMP hingga SMA terbukti pernah menyatakan cinta, aku saksinya. Teman cantikku itu selalu menjadi primadona. Sebagai sahabatnya, yah tentu saja aku kecipratan beken.

Seringkali kalau kami tengah menjadi utusan sekolah, dalam aneka lomba pentas baca puisi, kecantikannya menolong kami. Semudah menemukan lokasi dengan cepat karena tak ada yang menolak memberi informasi pada orang cantik, kan? Itu juga yang membuat kami jadi punya banyak teman, karena cantiknya membuat kami beken lebih tinggi dari dari sekadar level sekolah. Dia beken, aku ikut beken. Sama saja kan. Aku adalah si sahabat orang paling cantik di kotaku.

Di balik karunia juga ada cobaan. Malangnya, kecantikannya juga yang membuat dia jadi korban perundungan di sekolah, dari sejak SMP hingga SMA. Tak sekali, dua kali, tanpa alasan perempuan kalah cantik di sekolah memakinya.

"Eh kamu, gak usah sok cantik, ya?"

Begitu saja keluar kata-kata kasar untuknya tanpa ada angin atau hujan. Biasanya kalau sudah begitu aku yang membelanya, kalau kebetulan aku disitu.   Seringnya tidak, aku datang mereka sudah pergi yang bersisa hanya air mata.

Dia hampir tak memiliki teman, hanya penggemar. Malang benar berwajah cantik. Satu-satunya sahabatnya cuma aku. Aku bahkan ingat dia memakai hijab pertama, di sekolah negeri zaman itu belum lumrah. Kemalangan karena kecantikannya, jangan kau pikir sirna begitu saja. Tapi justru semakin deras bertambah.

Malangnya berwajah cantik, bukan hanya  menabur dengki pada kalangan teman seusia. Aku ingat betul, tak sedikit guru muda yang mempermasalahkannya.

"Jangan kamu pikir karena wajahmu cantik, bapak kasih kamu nilai bagus yah?"

Ingin sekali saat itu rasanya aku berteriak, "Mungkin kalau bapak bilang dia bodoh lebih masuk akal!"

Atau dari guru perempuan yang magang pun begitu, " Makanya kamu belajar yang bener percuma cantik kalau gak ada otak!"

Padahal nilai anak lain yang lebih rendah pun tak mendapat komentar seperti itu!

Dia, sahabat cantikku itu hanya memilih diam. Menangis. Tak ada lagi sisa percaya diri yang dia miliki, seperti pertama kali aku mengenalnya dahulu. Terkikis kemalangan rupa yang elok membawa petaka.

Hingga waktu berubah, perlahan aku pikir cantiknya membawa berkah. Dia menjadi pramugari nasional dan lebih percaya diri. Kami kehilangan kontak dalam waktu yang cukup lama karena aku juga meninggalkan Indonesia.

Terakhir aku dengar dia menikah dengan pengusaha kaya dan hidup bahagia. Aku bersyukur dan menyelipkan banyak doa. Hingga aku menyadari elok paras rupa membuatnya terkurung di sangkar emas. Tak ada lagi sapa singkat lewat SMS apalagi sosial media. Bau beritanya bahkan lenyap begitu saja.

Hingga suatu sore aku berselancar di sosial media. Aku melihat berita, suaminya menikahi nominasi ratu kecantikan lainnya. Air mataku luruh, cantik malang benar. Andai lantang suaramu menyuarakan keberanian membela kecantikan jiwa dan rasamu. Mungkin kemalangan karena elok rupa tak harus semena berulang.

Aufsatz LosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang