sahabat palsu

0 1 0
                                    

Kadang aku bingung harus mengekspresikan sikapku. Selalu seperti itu. Jadi resah sendiri aku jadinya. Ingin memberikan penghiburan, tapi kok terasa palsu. Bisa saja sih, mudah bahkan merangkai kata bijak. Tapi kalau tidak tulus, rasanya bukan basa-basi. Beneran basi!

Memang selalu seperti itu. Aku tak bisa melihat air mata perempuan, meskipun aku juga perempuan. Rasanya melihat perempuan lain menangis itu, terlalu menyiksa untukku. Inginnya aku tampar saja dia. Agar dia sadar dan berhenti menangis. Agar dia sedikit lebih bisa mengalihkan rasa sakit hatinya, setidaknya pada bekas pukulan yang aku lakukan di pipinya. Bagaimana? Tentu tidak aku lakukan. Aku tidak akan bertingkah, segila pikiranku.

Aku diam saja. Akhirnya seperti itu. Setiap kali seorang sahabat bercerita tentang buruknya laku suaminya. Apalagi? Cerita sama yang berulang , cerita yang membuat aku muak! Suami mereka yang selingkuh! Aku diam dan sibuk memarahi mereka perempuan yang curhat di depanku. Tentu tidak aku lakukan. Hanya dalam pikiranku saja.

"Tapi kan, laki loe gak ganteng, hellow?"

Lalu perempuan itu akan tampak berani membenarkan kata-kataku. Aku tahu benar, dia hanya berani mengatakan itu padaku saja. Di depan suaminya, mana bisa?

"Maaf, tapi laki loe juga kan enggak kaya?"

Lalu perempuan itu akan sedikit lancang memaki suaminya membenarkan kata-kataku. Menceritakan kesusahan ekonomi dan segala serba kekurangan yang dia lalui. Membosankan karena endingnya pasti perempuan itu melunak.

Ceritanya selalu begitu. Itu yang membuatku merasa muak. Inginnya aku berteriak di depan wajahnya yang terluka penuh air mata. Bodoh, sudah tau begitu! Tentu saja, tidak aku lakukan.    Lelah hati, lelah rasa itulah yang membuat aku menjadi masa bodoh dengan semua curhat serupa. Kupingku repflek menuli sendiri. Mataku kosong, membuat bulir mata yang banjir di depan wajahku tak terlihat lagi berganti angan milikku yang terbang sendiri ke tempat indah.

Sebut saja dua jam hingga tiga jam, biasanya waktu paling lama yang di butuhkan perempuan untuk kuat menangis deras. Setelahnya aku memeluknya erat. Mungkin sedikit mengelus bahu, kemudian memesankan makanan enak. Setelahnya, biasanya kalau punya cukup uang berlebih aku memberikan hadiah kecil yang aku beli spontan saat itu untuknya setelah kami melewati toko apa saja. Biasanya mereka perempuan yang menyebut aku sahabat itu, akan terharu.

"Terimakasih Amara, kamu sahabat terbaik!"

Begitu bisik lirih perempuan itu ketika mereka memelukku. Mereka tak tahu aku terlalu muak hingga tak peduli lagi pada rasa bodohnya. Silahkan sebut aku sahabat palsu. Aku tak peduli, tak ada tempat untuk kebodohan pada pikiran perempuan yang memilih terluka karena cinta. Untuk apa mengumbar semua luka dan aib kalau masih cinta? Masak bodoh dipiara?



Aufsatz LosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang