Setelah percakapan semalam, akhirnya disinilah aku dan Rai; duduk diam di sebuah bangku pinggir sungai. Seperti orang dungu sementara di depan sana ada Teo, Jimi dan Jay yang sedang memamerkan skill skateboard mereka.
Aku sudah menawari Rai untuk yang (entah yang ke berapa kali), siapa tahu dia mau mencoba skateboard. tapi, dia juga terus bilang tidak bisa, tidak mau atau tidak berani mencoba.
Jika sebelumnya aku mencibir, kali ini entah kenapa aku merasa sedih. Ternyata Rai punya banyak ketakutan di usianya yang sekarang, aku penasaran seperti apa dia melihat dunia ini; apakah terlihat sangat menakutkan; dimana semua orang atau semua benda berpotensi menyakitinya? Betapa banyak hal yang tidak dia ketahui termasuk ada tempat yang bagus untuk bermain di kota ini dan ada banyak hal yang tidak berani dia coba?
Berbeda sekali denganku yang melihat dunia ini sebagai tempat yang sangat besar untuk bermain dengan bebas, tau banyak hal seru dan tidak takut apapun. Begitu kah seharusnya anak muda?
Dulu ketika aku 17 tahun, aku sudah berani mengendarai motor si Ucok tanpa lisensi, lalu jatuh dan membuatku memiliki bekas luka sobek di betisku sampai saat ini.
Sementara Rai? Mungkin dia hanya punya bekas luka tusuk di pinggangnya. Rasanya aku sakit hati ketika aku mendapat bekas luka karena mendapat sebuah pengalaman, sementara Rai sendiri malah mendapat bekas luka karena sabuah tragedi.
Andai saja, andai aku sedikit lebih membuka mata dan sedikit lebih peduli; mungkin tidak akan terjadi seburuk ini, atau paling tidak kami bisa menanggungnya bersama.
Lihat saja Rai, aku tidak akan membiarkan apapun menyakitimu ataupun Riki.
"Raiga mau yang rasa apa?"
Itu Daniel, dia menawarkan minuman di tanganya setelah kembali dari seberang jalan. minuman itu terlihat seperti milkshhake, entahlah; aku tidak minum minuman anak kecil seperti itu.
"apa saja." tipikal jawaban Rai, singkat namun tidak begitu jelas. Untungnya Daniel malah tampak senang berteman dan tidak menyerah dengan sikap Rai yang tidak jelas itu.
"oke" kata Daniel sambil memilih kira-kira rasa apa yang disukai Rai, lalu dia memberikan rasa strawberry dengan kalimat puitis yang ditempelkan di salah satu cup minuman itu.
"gue rasa ini cocok buat lo, susu yang dicampur sama strawberry itu paduan sempurna; kayak ada asam sama manis gitu, seger kalau lagi bad mood pasti langsung ceria lagi, kayak warna strawberry yang merah cerah gitu. Tapi gue bingung kenapa kalau dijadiin minuman kebanyakan malah warnanya pink ya?"
ucapnya panjang lebar, tidak beguna. Kau tau, Daniel? Rai sama sekali tidak perduli.Lihat saja, Rai hanya meminum milkshake tanpa melirikmu. Ingin aku menertawai adik Teo ini, tapi aku lebih terkejut ketika kemudian Rai menanggapinya.
"minuman rasa strawberry yang warnanya tetap merah cuma kalau buat sendiri." jawab Rai di luar dugaan, apa dia suka pembicaraan tidak jelas begini makanya Kai betah bersamanya; karena mereka berdua sama-sama tidak jelas?
Ngomong-ngomong soal Kai, dia harus membantu ayahnya membersihkan kandang kelinci, jadi tidak bisa pergi bermain.
Kembali ke Rai, entah apa yang dia pikirkan saat ini dengan rambut beterbangan ditiup angin pagi, apakah dia suka duduk di bawah pohon begini ditengah keramaian, apakah minuman strawberry seenak itu untuknya?
"bang, kasiin ke mereka dong. Mager gue jalan lagi ke sana!" seru Daniel, memberi perintah agar aku memberikan minuman di tangannya pada Teo, Jimi dan Jay di depan sana.
Aku menerima kantong berisi minuman-minuman itu dan beranjak meninggalkan Rai dengan Daniel di bawah pohon. Sepertinya mereka bisa berteman.
Lalu aku menggantikan Teo bermain skateboard, dari kejauhan ini aku tahu Rai memperhatikanku. Aku juga melihat Daniel yang terbahak, aku yakin dia menertawai leluconnya sendiri, sih. Tapi sepertinya memang lucu sampai Rai juga ikut tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
CONTRITION
FanfictionDitulis Oleh Jevian Alexander dari beberapa catatan acak yang pernah sempat diabadikan kepada adiknya, Raiga Alexander. ©HimawariNa | CONTRITION 2020