TWENTYONE

39 2 0
                                    

Happy reading guys

"iyaa kakk kali ini jujur" pasrah Meira karena dari tadi Givan menatapnya tajam.

"Aku di tampar ibuku" cicit Meira pelan sekali tapi Givan mendengar kata ibuku.

"Kamu di tampar ibumu?" Tanya Givan dingin

"Emmm" gumam Meira takut

"Jujur" sentak Givan , kalo boleh jujur dia sangat khawatir jika ada yang menyakiti kekasihnya. Tapi Givan Tidak boleh menunjukan muka kekhawatirannya . Egonya terlalu tinggi.

"Iy- iya" gugup Meira.

"Kok bisa? Apa udah sering kaya gini? Ayahmu tau?" Tanya Givan beruntun

"Yaa bis- bisa" celetuk Meira

"Serius ga lagi bercanda" kata Givan .

"Emm iya kak , ayah aku bel- belum tau karna aku ga mau ayah jadi mikirin aku terus , kasian dia" jawab Meira sendu dan tanpa di sadari air mata menetes .

Givan sangat terharu dengan cerita Meira . Di umur Meira saat ini dia butuh banyak kasih sayang dan bimbingan dari seorang ibu . Tapi tidak dengan Meira yang di siksa setiap hari oleh ibunya , tanpa sepengetahuan orang lain .

"Aku hiks aslinya udah ga kuat kak hiks aku kangen bunda ku hiks hiks" tangis Meira tambah pecah karena dia sangat kangen dengan bundanya.

"Dulu bunda ga pernah marahin aku hiks , tapi sekarang dia sudah ga ada hiks" cerita Meira sedih

"Ayah mu akan ku beri tau" kata Givan

"Jangan kak hiks aku gamau ayah jadi khawatir nanti dia banyak pikiran haid gampang sakit hiks aku gamau kehilangan ayah juga kak hiks hiks" tolak Meira

"Okeee" putus Givan .

"Kak hiks mau anterin aku ke makam bunda ga" pinta Meira.

"Tapi ini udah mau malem , besok pagi aja aku jemput langsung ke makan bunda kamu" kata Givan dengan senyum manis.

"Emm ok- oke" jawab Meira.

"Ayo aku anterin pulang" kata Givan.

"Gamau kak males pulang" tolak Meira.

"Emm oke ayo ikut aku" kata Givan.

"Bol- boleh" kata Meira.

~~~~

Matahari sudah tenggelam kini bukan yang mengantikan matahari untuk menyinari saat malam tiba.

Dua remaja yang tadi berada di atas motor menyusuri jalanan kota Jakarta.

Kini sudah sampai di salah satu tempat yang sangat indah , tempat dimana kita bisa melihat bintang , bulan , dan lampu lampu jalanan yang indah di lihat dari atas .

Yaa , kini Meira dan Givan ada di rooftop kantor papa Givan.
Mengapa Masi buka kantornya? Karna hari ini ada yang lembur sampai malam termasuk ayah Givan . Jadi gampang untuk masuk .

"Wahh kak bagus banget bisa liat bintang" kata Meira sangat girang. Dia sini lah dia bisa sedikit lupa dengan masalah yang dihadapinya.

"Kamu suka" kata Givan sambil senyum

"Kenapa kak Givan ga dingin lagi ke aku ? Udah berubah ya?" Batin meira

Memang setelah mendengar cerita Meira tadi dia berjanji pada dirinya sendiri agar bisa menyayangi Meira dan menjaganya.

"Kenapa bengong sambil senyum senyum sendiri" celetuk Givan

"Engg- enggak kak"

Meira sangat senang hari ini , walaupun masih ada rasa sedih .

Kini Meira sangat mencintai Givan. Dia sudah terhipnotis oleh Givan dengan perlakuannya yang manis ke Meira.

Meira diam diam memeluk Givan yang ada di sampingnya .

"Ehh-" kaget Givan karena Meira tiba tiba memeluknya.

"Aku sayang kakak sama kayak aku sayang bunda dan ayah" kata Meira

"Emm ak- aku juga" celetuk Givan .

"Kak Givan udah ga dingin lagi sekarang" kata Meira iseng ke Givan

"Yaa- gapapa" jawabnya dingin lagi

"Tuhh kan dingin lagii" kata Meira cemberut.

Hai guys au kembaliii
Ada yang kangen ga? Hehe pd banget akuu

Emm maaf baru update , aslinya dulu mau langsung double update tapi udah keburu ga mood .

Ngumpulin mood buat nulis tuh susah ternyata .

Soo , kalian bisa jadi moodboster loh.. kalo kalian vote sama komen..

Mohon maaf nih cerita gaje banget ...
Just for fun guys

See you next chapter :)

MEIRA [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang